BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
James menyatakan bahwa
analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau
berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk
menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa
bahasa-bahasa dapat dibandingkan.[1]
Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada
di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian
dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon
bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan
bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa
statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis.
Ellis membagi anakon menjadi
dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis.[2]
Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa.
Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa-bahasa dan bukan pada
produk akhirnya. Dan linguistik antarbahasa ini mempunyai tiga cabang, yaitu
teori terjemahan, analisis kesalahan, dan analisis kontrastif.[3]
Selanjutnya, makalah ini akan membahas mengenai analisis kontrastif dengan
fokus dasar-dasar psikologi dalam analisis kontrastif.
Kita telah mengamati bahwa
Anakon merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan linguistik dan psikologi. Hal
ini jelas, karena linguistik berhubungan dengan kekayaan formal bahasa dan
tidak secara langsung berhubungan dengan pembelajaran, yang merupakan
permasalahan psikologi. Sejak Anakon berhubungan dengan pembelajaran bahasa
kedua, saat itulah Anakon memerlukan komponen psikologi.
Dalam
mempelajari bahasa kedua, fokus analisis kesalahan dan analisis kontrastif
adalah pada penemuan cara yang digunakan ekabahasawan belajar agar menjadi
dwibahasawan sehingga anakon lebih cenderung pada linguistik diakronik daripada
linguistik sinkronik. Mengenai bilingualisme, James dan Wandruszka memberi ciri
pada Anakon sebagai suatu bentuk studi antarbahasa. Dengan demikian, Anakon
bisa digunakan dalam studi kedwibahasaan. Menurut batasannya, kedwibahasaan
merupakan pemilikan dua bahasa sedangkan Anakon berhubungan dengan bagaimana
cara seorang ekabahasawan menjadi dwibahasawan. Di sini terjadi proses bilingualisasi
atau pendwibahasaan.
Masih mengenai
kedwibahasaan, James mengatakan bahwa Anakon modern dimulai pada tahun 1957
oleh Robert Lado. Kemudian, Weinreich dan Haugen menelaah kedwibahasaan para
imigran di Amerika Serikat yang merupakan titian sejarah atau media historis
antara Anakon dan kajian kedwibahasaan. Telaah Weinreich dan Haugen merupakan
analisis-analisis mengenai bagaimana caranya bahasa kedua (dalam hal ini bahasa
lnggris Amerika) mempengaruhi penguasaan dan pemeliharaan B1 para imigran,
sebaliknya Anakon berhubungan dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh B1
terhadap B2 yang sedang dipelajari. Dengan demikian jelas bahwa keduanya
berbeda arah. Dalam hal ini, Weinreich tidak mempermasalahkan arahnya dan hanya
berbicara mengenai penyimpangan bahasa tersebut serta dia mengamati bahwa
interferensi justru yang paling besar dalam arah dari B1 ke B2.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja yang termasuk dasar-dasar psikologis
dalam analisis kontrastif?
2.
Bagaimana transfer dalam Psikologi Belajar?
3. Apakah Yang dimaksud denganTeori Transfer dan Analisis Kontrastif?
- Apakah Yang
dimaksud dengan Analisis
Kontrastif dan Teori Belajar Behavioris?
C.
Tujuan
Makalah
Setelah
selesai membahas makalah ini, anda diharapkan dapat mengetahui, memahami, serta
menguasai:
1.
Untuk
Mengetahui yang termasuk dasar-dasar psikologis dalam analisis
kontrastif
2.
Untuk
Mengetahui transfer dalam Psikologi Belajar
3. Untuk Mengetahui Untuk Mengetahui Yang dimaksud denganTeori Transfer dan Analisis Kontrastif
- Untuk Mengetahui Yang dimaksud
dengan Analisis Kontrastif dan
Teori Belajar Behavioris
BAB II
PEMBAHASAN
A. Transfer
dalam Psikologi Belajar
Perbandingan
struktur antara B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh siswa menghasilkan
identifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Perbedaan kedua bahasa
merupakan hal yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbahasa
yang akan dihadapi oleh para siswa.
Menurut James
dalam Tarigan, dasar psikologi Anakon adalah teori transfer yang diuraikan dan
diformulasikan di dalam suatu teori psikologi Stimulus-Responsi kaum behavior.[4]
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman teori belajar yang berdasar pada
psikologi behaviorisme untuk mengetahui batasan Anakon. Mengenai dasar
psikologi Anakon, Tarigan membaginya menjadi dua, yaitu[5]:
1. Teori Asosiasionisme
Dalam psikologi belajar kita
mengenal istilah “ assosiative learning” (atau “belajar asosiatif”) yang
mengandung makna bahwa “ belajar terjadi apabila suatu koneksi atau asosiasi
terlaksana, biasanya antara dua hal atau benda”. Sebagai contoh:
a) Apabila
seseorang mendengar kata meja maka
dia mungkin teringat/ berpikir akan kata kursi,
karena kata tersebut sering digunakan bersama-sama dengan atau berepsangan
dengan kata meja. Ini disebut
“assosiation by contiguity” asosiasi kontak”.
b) Apa
bila seseorang mendengar kata kitab maka dia mungkin teringat/ terpikir
akan bukukarena mempunyai makna yang
sama. Ini disebut “assosiation by similarity” atau asisasi dengan (cara)
kesamaan”.
c) Apabila
seseorang mendengan kata senang maka
dia mungkin teringant/ berpikir akan kata susah,
karena mempunyai makna yang berlawanan. Ini disebut “assosiation by
contrast” atau “asosiasi dengan (cara) kontras”.
Teori belajar asosiatif ini,
digunakan dalam telaah-telaah atau studi mengenai ingatan, belajar, dan belajar
verbal.
- Teori S-R
Teori S-R atau teori stimulus-respon (atau
stimilus Response Theory) adalah suatu teori belajar yang terutama sekali
dikaitkan dengan psikologi Amerika B. F. Skinner (1904) yang memberikan
pelajaran sebagai formasi atau pembentukan asosiasi-asosiasi antara berbagai
responsi. Suatu “stimulus” adalah yang menghasilkan suatu perubahan atau reaksi
pada seseorang atau organisme. “responsi” adalah perilaku yang dihasilkan
sebagai reaksi terhadap stimulus. “penguatan” atau “reinforcement” adalah suatu
stimulus yang mengikuti terjadinya suatu responsi dan mengakibatkan atau
mempengaruhi kemungkinan/ probalitas apakah responsi tersebut terjadi atau
tidak terjadi lagi.
Penguatan yang menunjang
suatu responsi dikenal sebagai “penguatan positif”. Dan sebaliknya, penguatan
yang mengurangi/memperkecil kemungkinan suatu responsi dikenal sebagai
“penguatan negatif”. Kalau tidak ada penguatan yang terasosiasikan dengan suatu
responsi maka responsi itu mungkin hilang pada akhirnya. Ini dikenal sebagai
“extinction” atau “pemadaman”. Belajar membedakan antara berbagai jenis
stimulus dikenal sebagai “deskriminasi”.[6]
Para pakar telah mengamati
bahwa dalam kegiatan belajar ternyata aktivitas belajar sebenarnya turut
mempengaruhi aktivitas belajar berikutnya. Hal ini mengarah dan mengacu kepada
hipotesis “transfer” yang, menurut pendapat Ellis (1965) “mungkin merupakan
konsep tunggal yang sangat penting dalam teori dan praktek pendidikan”.
Selanjutnya Ellis membatasi “transfer” sebagai “suatu hipotesis yang
mengemukakan bahwa mempelajari B1 akan mempengaruhi cara belajar B2
berikkunya”. Jadi jelas bahwa landasan atau dasar psikologi Anakon adalah
“teori transfer”.
Transfer (dalam teori
belajar) adalah suatu proses pengoperan perilaku yang telah dipelajari dari
satu situasi kepada situasi lainnya. Kita mengenal dua jenis transfer, yaitu
“transfer positif” dan “transfer negatif”
“transfer positif” adalah pembelajaran dalam satu situasi
yang memberi kemudahan pembelajaran pada situasi berikutnya.
“transfer negatif” adalah pembelajaran dalam
satu situasi yang menggangu atau
mempersukar pembelajaran pada situasi berikutnya.[7]
B. Teori Transfer dan Analisis Kontrastif
Menurut
Lado dalam Tarigan, siswa yang mempelajari B2 cenderung mentransfer ciri formal
B1 berupa bentuk dan arti ke dalam B2.[8]
Osgood membuat tiga paradigma (A, B, dan C) pada tiga jenis tugas dimana tugas
1 sama dengan tugas 3. Tugas 1 merupakan pengetahuan B1 dan tugas 2 sebagai
pembelajaran B2. Berkaitan dengan tugas 1 dan tugas 3, terdapat istilah proaksi
dan retroaksi. Baddeley berpendapat bahwa terdapat dua hal yang perlu menjadi
perhatian mengenai retroaksi dalam anakon, yaitu:
1. Retroaksi menangani efek pembelajaran B2 pada pengetahuan B1 yang
disebut backlash atau serangan balasan.
2. Retroaksi berkaitan dengan masalah kelupaan atau oblivescence.
Terdapat dua jenis
interpretasi perilaku yaitu model produksi bahasa dan model resepsi bahasa. Osgood
meringkas gejala transfer dalam tiga paradigma, yaitu:
1. Paradigma A
B1 B2
S1 – R1 S2 – R1
Respon dapat
berupa ucapan atau unterances sesuai tujuan komunikatif atau berupa makna atau
meanings atau interpretasi siswa pada ucapan atau stimulus teman bicaranya
dalam B2. Sebagai contoh:
Bahasa Inggris : Is
she speaking German?
Bahasa Wales : Mae
hi’n siarad Almaeneng.
Pola kedua kalimat di atas adalah
(verba bantu – subjek – verba – objek). Penutur B1 bahasa Inggris dapat
terbiasa mentransfernya dalam B2 Bahasa Wales. Pola B1 diterapkan pada B2
tetapi tujuan komunikatif kedua bahasa tersebut berbeda. Dalam bahasa inggris
pola tersebut berupa kalimat tanya, sedangkan dalam bahasa Wales berupa kalimat
berita.
Pada kasus kedua dimana melibatkan
dua orang penutur dan pendengar dimana kalimat kedua menjadi stimulus, bukan
kalimat tanya yang menjadi respon pendengar, namun kalimat berita. Respon
verbal yang dihasikan berupa persetujuan, bukan jawaban.
2. Paradigma B
B1 B2
S1 – R1 S1 – R2
Pada paradigma
ini terdapat kesamaan makna dan perbedaan sarana formal berupa struktur
kalimat. Sebagai contoh dengan membuat pertanyaan berikut:
Bahasa
Jerman: Kennen sie ihn?
(verba – subyek – obyek)
Bahasa Polandia: Czy pan go Ina?
If you him know.
(Part
– subyek – obyek – verba)
Czy bermakna sama dengan if
tapi konteksnya berbeda.
3. Paradigma C
Saat struktur B1
dan B2 sama, siswa harus mengalami transfer positif sehingga ucapan B2 tidak
mencampuri B1 dan interpretasi siswa sesuai dengan ucapan atau stimulus B2.
Sebagai contoh:
Bahasa Jerman :
Sprenchen Sie Deutsh?
Bahasa Perancis : Parlez
- vour francais?
Dalam bahasa inggris, partikel dalam
kalimat Tanya merupakan preposisi sedangkan dalam bahasa Jepang merupakan post
posisi. Sebagai contoh:
Bahasa Jepang : Kore
wa hon desu. Kore wa hon desu
ka?
Bahasa Inggris : This is a
book. Is this a book?[9]
Intinya adalah
cermat mengukur tingkat perbedaan antara respon kedua bahasa yang di analisis
secara kontrastif.
Lain lagi
misalnya dengan bahasa Rusia; mempunyai kesamaan susunan verbs-subjek dengan
bahasa Jerman, begitu pula kesamaan partikel untuk kalimat tanya.
Contoh:
Rusia : Robotaeti li vi na fabriki?
Finite verb- particle-subject-adverbial
Inggris : Do you work at the factory?
Bahasa
Rusia terletak pada skala antara bahasa Jerman dan bahasa Jepang/ bahasa Polandia.
Bahkan bahasa Inggris pun berskala semacam ini.
Contoh:
Does
John play often?
(partikel-subjek-verbs-adverbia).
C. Analisis Kontrastif dan Teori Belajar Behavioris
Behaviorisme
atau teori belajar behavioris ataupun psikologi behaviorisme adalah suatu teori
psikologi yang mengutarakan bahwa perilaku insani dan hewan dapat dan
seyogyanya ditelaah berdasarkan proses-proses fisik saja. Ini mengarah pada
teori-teori belajar yang menjelaskan bagaimana suatu peristiwa eksternal (yaitu
stimulus) menyebabkan suatu perubahan dalam perilaku seorang individu (yaitu
respons).
Behaviorisme
mempunyai pengaruh penting pada psikologi, pendidikan, dan pengajaran bahasa,
terutama sekali di Amerika Serikat dan telah digunakan oleh pakar-pakar
psikologi seperti Skinner, Osgood dan Staats untuk menjelaskan pembelajaran
bahasa pertama [10]. Dasar psikologi analisis kontrastif adalah teori
transfer yang dipaparkan serta diformulasikan dalam teori S-R (behaviorisme).
Terdapat
dua alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh pakar analisis kontrastif berkenaan
dengan transfer B1 yaitu Asosiasi Silang atau Cross-Association menurut H.V. George dan Hipotesis Ketidaktahuan
atau Ignorance Hypothesis menurut
Newmark dan Reibel[11].
1.
Asosiasi Silang atau Cross-Association
George
merekonstruksi proses mental induksi dan generalisasi yang nampaknya dilakukan
oleh siswa yang ber-B1 Bahasa Jerman dalam mempelajari B-2 Bahasa Inggris.
Terlihat ketika siswa mempelajari kata “woman”
yang bermakna “wanita dewasa”, siswa tersebut menyamakan kata “woman” (Inggris) dengan “Frau” (Jerman). Sebenarnya “Frau” dalam Bahasa Jerman diartikan
“Istri atau nyonya”. Padahal Bahasa Inggris mempunyai dua kata “woman” dan “wife” untuk kata “Frau”
dalam Bahasa Jerman. Karenanya siswa tersebut menghasilkan kalimat yang salah
dalam Bahasa Inggris, seperti: “The man
met his woman and children in the park”.
Contoh
lain dalam asosiasi silang antara B1 Bahasa Inggris dengan B2 Bahasa Indonesia
yang sering menimbulkan kesalahan atau kelucuan yang dibuat oleh orang Inggris
yang mempelajari Bahasa Indonesia. Kata “rice”
dalam Bahasa Inggris dapat diartikan “beras, padi dan nasi” dalam Bahasa
Indonesia. Beberapa kalimat yang dibuat oleh orang Inggris ke dalam Bahasa
Indonesia adalah “saya mau makan beras, dia memasak padi, petani menanam nasi”
sebenarnya mereka ingin mengemukakan “saya mau makan nasi, dia memasak beras,
petani menanam padi”.
Proses
inilah yang biasa disebut interferensi bahasa ibu, tetapi interferensi langsung
dari B1 tidak merupakan asumsi yang berguna. George lebih cenderung menganggap
kelebihan B2 sebagai penyebab langsung terhadap kesalahan sejenis itu.
Redudansi dalam B2 tersebut akan menimbulkan masalah belajar kalau B1 tidak
mempunyai redudansi yang sama.[12]
- Hipotesis Ketidaktahuan
atau Ignorance Hypothesis
Hipotesis
ketidaktahuan berguna untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan siswa dalam belajar
B2 dengan cara membandingkan B1 dan B2. Konsep ketidaktahuan ini merupakan
prakondisi bagi seorang siswa yang menerapkan suatu siasat pada saat dia
menyadari bahwa dia tidak mempunyai kompetensi linguistik mengenai suatu aspek
linguistik dalam bahasa target atau B2.
Agaknya
perlu disadari bahwa ketidaktahuan bukanlah merupakan suatu kemungkinan
terjadinya interferensi seandainya sarana-sarana formal B1 dan B2 bagi fungsi
tertentu memang sama, dengan demikian maka siswa akan berhasil mentransfer
butir B1 ke dalam B2. Kalau sarananya berbeda maka interferensi dan kesalahan
dapat terjadi. Ketidaktahuan dan interferensi bukan merupakan gejala yang sama
oleh karena itu terbagi menjadi dua, yaitu ketidaktahuan-tanpa-interferensi dan
interferensi-tanpa-ketidaktahuan.
Ketidaktahuan-tanpa-interferensi
merupakan suatu kemungkinan saat membicarakan kesalahan siswa pada B2.
Contohnya siswa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai B1 dan Bahasa Inggris
sebagai B2. Para siswa biasanya membuat parafrase atau mencari ekuivalen yang
mirip atau sama. Mereka menggunakan bentuk “simple
past” untuk semua jenis verba yang berbentuk “masa lalu” meskipun dalam
penggunaan kalimat “simple perfect”,
walaupun secara fungsional verba “simple
past” tidak sama dengan verba “simple
perfect”. Contohnya pada kalimat “saya sudah menulis cerita itu”, siswa
menggunakan “simple past” yang
berbunyi “I wrote the story”, seharusnya
menggunakan “simple perfect” yang
berbunyi “I’ve written the story”.
Interferensi-tanpa-ketidaktahuan
juga seringkali terjadi, para siswa dilatih dalam suatu pola B2 tertentu sampai
performansinya bebas dari kesalahan. Tetapi mereka takkan lama mengingat pola
tersebut sebab beberapa waktu kemudian mereka berbuat kesalahan dengan pola
yang sama itu. Bila guru mengatakan kesalahan yang dibuat oleh siswa maka siswa
dengan mudah dapat memperbaiki kesalahannya sendiri. Begitulah
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para siswa berbentuk transfer B1 ke B2 dan
bukan karena mereka tidak mengetahui struktur B2 sebelumnya.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Analisis Kontrastif (Anakon)
merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan linguistik dan psikologi. Hal ini
jelas, karena linguistik berhubungan dengan kekayaan formal bahasa dan tidak
secara langsung berhubungan dengan pembelajaran, yang merupakan permasalahan
psikologi. Sejak Anakon berhubungan dengan pembelajaran bahasa kedua, saat
itulah Anakon memerlukan komponen psikologi.
Dasar psikologis anakon
terdiri dari dua, yaitu asosiasionisme dan teori Stimulus–Respon (S-R). selain
itu, Osgood telah mengemukakan sebuah paradigma transfer yang berisikan proaksi
dan retroaksi. Berkenaan dengan transfer B1, ada dua alternative yang dapat
dipertimbangkan, yaitu asosiasi silang dan hipotesis ketidaktahuan.
B.
Saran
Untuk
pengembangan lebih lanjut mengenai penulisan makalah ini, maka kami menyarankan
untuk mencari dan membandingkan referensi yang telah ada sehingga sangat
bermafaat dan dapat membantu dalam penulisan makalah untuk masa yang akan
datang
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur.1989. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa.
Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Ellis, R. 1986.Understanding
Second Language Acquisition.Oxford: Oxford University Press.
James, Carl. 1986.Contrastive Analysis.
London: Longman
[1]
Carl James. Contrastive Analysis. (London:
Longman Group, 1980). hal
11.
[2] R. Ellis. Understanding
Second Language Acquisition. (Oxford: Oxford University Press, 1986).
hal.23.
[3] Henry Guntur
Tarigan, Pengajaran Analisis Kontrastif
Bahasa, (Jakarta: Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1989)
hal. 52
[4] Ibid., hal.
3
[5] Ibid., hal.
52
[6] Ibid., hal.
53
[7] Ibid., hal.
54
[8] Ibid.,
hal. 58
[9] Ibid., hal.
58
[10] Ibid.,
hal. 66
[11] Ibid.,
hal. 67
[12] Ibid
Komentar
Posting Komentar