BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua, terutama
dalam membaca maupun membuat sebuah kalimat, siswa sering menghadapi kesulitan
dan kesalahan. Hal itu terjadi akibat siswa menggunakan pengetahuan dan
pengalaman dalam bahasa pertama. Dalam hal ini, siswa menggunakan sejumlah
unsur dan tata bahasa dalam bahasa pertama untuk kegiatan dalam bahasa kedua.
Akibat unsur-unsur kebahasaan itu tidak terdapat dalam bahasa pertama sedangkan
siswa pada saat menggunakan bahasa kedua dituntut untuk menggunakan unsur itu,
maka mengakibatkan kesalahan dan kesulitan dalam berbahasa. Hal semacam ini
sangat perlu diselesaikan dengan sebuah solusi. Salah satu solusi untuk
mengatasi kesulitan dan kesalahan siswa akibat pengaruh unsur-unsur kebahasaan
itu adalah dengan melakukan sebuah analisis kontrastif.
Analisis Kontrastif (Anakon) merupakan aktivitas
atau kegiatan yang mencoba memperbandingkan bahasa untuk mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan di antara dua bahasa atau lebih. Persamaan dan
perbedaan yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon dapat digunakan sebagai
landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan belajar yang akan dihadapi
oleh para siswa atau mahasiswa.
Dengan adanya makalah ini,
diharapkan kita dapat lebih memahami tentang komponen linguistik dalam analisis
kontrastif, mengetahui tingkat bahasa, kategori tata bahasa,
model bahasa bagi Anakon pada tingkat gramatikal.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini, yaitu bagaimana
komponen lingustik dalam analisis kontrastif ?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui komponen linguistik
dalam analisis kontrastif
2.
Untuk mengetahui tingkat bahasa
3.
Untuk mengetahui kategori tata bahasa
4.
Untuk mengetahui model bahasa bagi
Anakon pada tingkat gramatikal
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Komponen Linguistik Analisis Kontrastif
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa “linguistik adalah telaah bahasa sebagai suatu
sistem komunikasi insan (Tarigan, 1989:89). Kini linguistik meliputi suatu
bidang yang cukup luas dengan berbagai pendekatan dan beraneka bidang
penelitian, misalnya sistem bunyi (fonetik, fonologi), struktur kalimat
(sintaksis), sistem makna (semantik, pragmatik, fungsi bahasa). Bahkan hingga
kini linguistik berkembang dan bergabung dengan disiplin-disiplin lainnya,
seperti antropolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik. Linguistik inilah
yang akan kita bahas pada tataran analisis kontrastif dimana bidang lingusitik
ini berperan sebagai sarana untuk mengidentifikasi perbandingan antarbahasa.
Linguistik sendiri dapat dibedakan menjadi mikrolinguistik (fonologi,
morfologi, kosakata, sintaksis) dan makrolinguistik (sosiolinguistik,
etnolinguistik, pragmatik, semantik, psikolinguisitk). Dalam studi anakon kedua
jenis linguistik tersebut dapat digunakan sebagai sarana.
Anakon
memperkenalkan kepada linguistik suatu kerangka kerja pengorganisasian dua buah
pemerian atau deksripsi bahasa. Kerangka kerja tersebut mencakup tiga hal,
yaitu:
1.
Anakon menggunakan siasat linguistik
dalam membagi konsep bahasa menjadi tiga bidang: fonologi, gramatika, leksikon;
2.
Penggunaannya berdasarkan
kategori-kategori linguistik deskriptif: unit, struktur,kelas dan sistem;
3.
Anakon menggunakan deskripsi-deskripsi
yang ada di dalam model (Tarigan, 1989:90).
2.2
Tingkat-tingkat Bahasa
Carl
James menyusun empat tingkat bahasa, yaitu:
a.
Fonologi :
sistem bunyi bahasa.
b.
Leksikon :
komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata
dalam bahasa.
c.
Morfologi : aspek pembentukan kata dalam bahasa.
d.
Sintaksis : pengaturan kata-kata menjadi klausa dan kalimat dalam
bahasa (Tarigan, 1989:91).
Dengan perkataan lain,
deskripsi-deskripsi linguistik diadakan dan didekati dengan memakai prinsip
“pembagian tugas” yang terarah pada keempat tingkat di atas.
Perlu disadari
bahwa ada dua hal lain yang harus dilaksanakan berkenaan dengan pengamatan
terhadap tingkat-tingkat bahasa yang dideskripsikan itu. Pertama, ada suatu
“oriental prosedural” tradisional yang mengutarakan bahwa dalam pembuatan
deskripsi total suatu bahasa, fonologi dideskripsikan mendahului morfologi,
morfologi dideskripsikan mendahului sintaksis. Kedua, tidak ada seorang pun
yang mengetahui pola sintaksis atau berapa banyak leksikon yang ada di dalam
suatu bahasa tertentu (Tarigan, 1989:92). Akibat atau rekasi kedua yang berasal
dari pengamatan terhadap tingkat-tingkat deskripsi bahasa adalah keputusan
bahwa deskripsi tingkat-tingkat bahasa itu tidak boleh dicampuradukkan. Dengan
kata lain, linguistik struktural mengajarkan bahwa deskripsi fonologi, misalnya
tidak boleh dilakukan dengan mengacu kepada tingkat-tingkat bahasa lainnya
seperti morfologi atau sintaksis.
Sebagai contoh
bahasa Spanyol mempunyai 19 konsonan dan 2 semi vokal, sementara bahasa Inggris
mempunyai 24 konsonan dan 2 semi vokal. Namun tidak ada yang mampu menyebutkan
jumlah pola sintaksis dan leksikal dalam suatu bahasa tertentu.
Dulu penggunaan
faktor gramatikal dalam penjelasan fonologi tidak dilakukan, namun sekarang
percampuran antara gramatikal dan fonologi diperlukan dalam melihat suatu fakta
dalam bahasa. Hetzron mengatakan bahwa faktor-faktor fonologi
diperlukan untuk menjelaskan mengapa kalimat a dan c di bawah ini adalah
kalimat yang gramatikal, sebalinya b tidak gramatikal
(Tarigan, 2009:80). Berikut ini contoh penggunaan faktor
fonologi untuk melihat susunan kalimat bahasa Russia baik gramatikal maupun
yang tidak gramatikal.
a)
mat rodila doc : mother gave – birth – to fem daughter
b)
doc rodila mat : daughter gave – birth to fem mother
c)
etu doc rodila
mat : this Ace, daughter gave
– birth – to fem mother
Penjelasannya
adalah objek pertama dimungkinkan ketika penanda akusatif tidak homonim dengan
nomina. Perubahan SPO menjadi OPS tidak dapat dilakukan bila terdapat homonim.
Ternyata Anakon
juga mengamati prinsip tingkat-tingkat bahasa. Menurut Tarigan, ada dua tahap
yang ditempuh anakon, yakni (1) tahap deskripsi, waktu kedua bahasa diperikan
menurut tingkat yang sesuai; (2) tahap penyejajaran buat komparasi (Tarigan,
1989:80). Penyilangan
tingkat bahasa dalam tahap komparasi merupakan ukuran untuk mengetahui taraf
kontras atau keterkaitan interlingual antara bahasa pertama (B1) dan
bahasa kedua (B2). Berikut ini contoh perubahan tingkat
interlingual.
(i)
He wanted to
escape : II vaulait s’echapper
He tried to escape : II vaulu s’echapper
(ii)
He knew where
it was : Sabiamos donde estaba
He found out where it was : Supimos donde estaba
(iii)
I don’t lend my
books to anyone : Je ne prete nas mes livres a n
imporse qui
I don’t lend my books to anyone : Je ne prete nas mes livres a n personne
(iv)
Vi znajiti gdje
magazin : You know where the shop is
Vi znajiti gdje magazin? : Do you know where the shop is?
Pada kalimat
(i) dan (ii) dicontohkan perbedaan leksikal terlihat dari gramatikal atau
perbedaan morfologi antara bahasa Perancis dan Spanyol. Jadi pada contoh di
atas terlihat ada perubahan tingkat interlingual dari leksikal ke gramatikal.
Pada bagian (iii) dalam kalimat bahasa
Inggris, terdapat perbedaan dua kalimat melalui intonasi (tingkat fonologi),
sementara bahasa Perancis menggunakan dua leksikal yang berbeda untuk
menyatakan perbedaan yang sama. Jadi pada kalimat di atas terdapat perubahan
tingkat fonologi ke tingkat leksikal. pada bagian (iv) perbedaan dalam bahasa
Russia terlihat dari intonasi, sementara bahasa Inggris menggunakan alat gramatikal.
Jadi, perubahannya adalah fonologi ke gramatikal.
Tabel : Jaringan Perubahan Tingkat Bahasa
B1
B2
|
fonologi
|
Leksikon
|
gramatikal
|
fonologi
|
(iii)
|
(iv)
|
|
leksikon
|
(iii)
|
(i) (ii)
|
|
gramatikal
|
(iv)
|
(i) (ii)
|
2.3
Katagori Tata Bahasa
1.
Unit
Unit
dalam tata bahasa merupakan suatu hierarki yang skalanya berurutan dari yang
terbesar sampai yang terkecil, yaitu kalimat, kalusa, frasa dan morfem. Hierarki
ini disebut dengan rank scale atau
skala tingkat. Beberapa bahasa, memiliki unit tata bahasa yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Misalnya saja contoh di bawah ini.
Bahasa
Inggris:
The pupil who has fallen asleep is
Peter.
Dalam
Bahasa Inggris, kalimat tersebut memiliki dua klausa, yaitu:
ð The
pupil is Peter.
ð Who
has fallen asleep is Peter.
Bahasa
Indonesia:
Siswa
yang tertidur itu adalah Peter.
Dalam
Bahasa Indonesia, kalimat tersebut juga memiliki dua klausa, yaitu:
ð Siswa
itu adalah Peter.
ð Yang
tertidur adalah Peter.
Bahasa
Jerman:
Der
eingeschlafene Schuler ist Peter.
Dalam
Bahasa Jerman, kalimat tersebut hanya memiliki satu klausa.
Dari
contoh di atas, dapat kita lihat perbedaan yang terjadi antara Bahasa Inggris
dengan Bahasa Jerman atau Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jerman. Perbedaan ini
biasa disebut interlingual rank shift atau
perubahan tingkat antar bahasa. Selain contoh di atas, perbedaan yang lebih
kompleks dapat dilihat dari contoh berikut ini.
Bahasa
Rusia:
On ado citalaetuknigu=>
4 kata
on/a/do/cita/l/a/et/u/knig/u
=> 10 morfem
Kalimat
|
klausa
|
frasa
|
Kata
|
morfem
|
1
|
1
|
2
|
4
|
10
|
Bahasa
Inggris:
She has finished
reading this book => 6 kata
She/has/finish/ed/read/ing/this/book
=> 8 morfem
Kalimat
|
klausa
|
frasa
|
Kata
|
morfem
|
1
|
1
|
2
|
6
|
8
|
Kedua
bahasa tersebut memiliki jumlah kalimat, klausa dan frasa yang sama namun
memiliki jumlah kata dan morfem yang berbeda.
2.
Struktural
Struktur adalah penataan unsur-unsur
menurut tempatnya (Tarigan, 1989:255). Dalam Bahasa Inggris, unit yang membuat
struktur unit klausa adalah subject, verb, object dan adverb. Sedangkan
unsur yang membentuk frasa adalah determiner,
epithet, headnoundan qualifier.
Analisis kontrastif atau Anakon berfokus pada struktur kategori. Dalam hal ini
butir-butir unit dapat disusun menjadi kalusa, frasa dan kata. Misalnya dalam
contoh di bawah ini.
Bahasa
Inggris:
My father, who plays
chess, is very patient.
Bahasa
Jerman:
Muin Vater, der
Schachspielt, ist Behr geduldig.
Kedua kalimat di atas ditulis
menggunakan susunan atau struktur kategori yang sama. Namun hasilnya justru
menimbulkan kesalahan dalam Bahasa Jerman. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa bahasa yang berbeda, memiliki struktur kategori yang berbeda pula.
3.
Kelas
Terdapat pembatasan tertentu yang
memungkinkan unit-unit dapat beroperasi pada tempat tertentu dalam struktur. Ada
satu kelas unit frasa yang dapat mengisi tempat-tempat tertentu dalam struktur.
Misalnya kelas frasa yang dapat mengisi tempat predikat yang disebut dengan
frasa verbs, atau frasa yang mengisi tempat keterangan yang disebut dengan
frasa adverbial (James, 1980:98). Bahasa yang berbeda tentu memiliki ciri yang
berbeda dalam frasa ini. Kedudukannya tidak bisa disamakan antara Bahasa yang satu dengan bahasa
yang lainnya. Misalnya dalam Bahasa Rusia, frasa preposisi yang menunjuk tempat
atau frasa preposisi lokatif dapat menduduki posisi subjek. Misalnya dalam
kalimat V Londone tumano. Kata
V Londone merupakan frasa preposisi
lokatif yang posisinya dapat menduduki subjek, sehingga dalam Bahasa Rusia kata
tersebut dapat diletakkan di awal.
Berbeda dengan Bahasa Inggris. Dalam
Bahasa Inggris, frasa preposisi lokatif tidak dapat menggantikan posisi subjek,
sehingga kita tidak dapat mengatakan In
London is foggy, tetapi London is
Foggy.
4.
Sistem
Dalam tata bahasa, kita mengenal
adanya system kalimat, system klausa, system frasa, sistem kata dan system
morfem. Muir dalam James menyebutkan bahwa dalam Bahasa Inggris, pada
tingkatatan unit klausa, kita mengenal pula adanya mood, transitivitas, terra dan information (James, 1980:99). Sistem mood menawarkan pilihan bentuk indikatif atau bentuk berita dan
imperative atau bentuk perintah. Sistem transitivitas
memungkinkan petutur bahasa beralih dari kalimat deklaratif ke kalimat
interogatif, dari bentuk hormat ke yang tidak hormat. Selain itu ada juga
system penjamakkan. Setiap bahasa mempunyai system penjamakkan sendiri yang
berbeda dengan bahasa yang lainnya. Menurut Bidwell dalam James, dalam Bahasa
Rusia, terdapat enam system penjamakkan, yaitu nominative, akusatif, instrumental, preposisional, genetifdandatif.
Berbeda dengan Bahasa Rusia, dalam Bahasa Inggris system penjamakkan hanya
cukup dengan menambahkan s/es di
akhir katanya. Sedangkan dalam Bahasa Sunda, system penjamakkan dapat dibentuk
dengan infiks –ar–, misalnya:
cau =>carau
budak =>barudak
alus =>aralus
indit =>arindit
2.4
Model Bahasa Bagi Anakon Pada Tingkat
Gramatikal
Di
dalam Anakon banyak model bahasa yang digunakan, yaitu 1) Model
Struktural/Taksonomi (Fries, Lado, dll). 2) Tata Bahasa Generatif
Transformasional (Chomsky). 3) Tata Bahasa Generatif Konstrastif
(Krzesszowski). 4) Tata Bahasa Kasus (Fillmore) (James, 1980 : 36) Berikut
penjelasanya:
2.4.1
Model
Struktural/Taksonomi
Anakon diuraikan secara struktural
antara bahasa Inggris dan bahasa Jerman oleh para pakar seperti Bloomfield
(1933), Harris (1963), Fries ( 1945), Lado (1957), Ferguson dalam
lembaran-lembaran anakon Universitas Chicago), Kufner (1962) dan Moulton
(1962). Diuraikan antara bahasa Inggris dan Italia oleh: Agard dan Di Pietro
(1966) (Tarigan, 1989: 86).
Model struktural memungkinkan untuk
mengukur perbedaan struktur gramatikal serta menentukan apa yang merupakan
perbedaan terbesar (ataupun persamaan terbesar) antara dua buah sistem bahasa.
Teknik analisis yang dikembangkan
para pakar struktural dikenal dengan istilah Immediate Constituent Analysis
atau analisis gatra langsung. Setiap kontruksi gramatikal yang tidak
“sederhana” yang tidak terdiri dari hanya satu unsur, dapat diturunkan atau
diuraikan menjadi pasangan-pasangan gatra (kostituen). Contoh: “Anak itu
menimba air” kalimat ini mempunyai dua gatra yaitu “Anak itu” dan “menimba
air”. “Anak itu” dan “menimba air” masih bisa diturunkan masing-masing menjadi
dua gatra langsung yaitu “anak” dan “itu” kemudian “menimba” dan “air”.
Keseluruhan analisis kalimat-kalimat tersebut terlihat jelas pada diagram
berikut ini:
·
Garis
horisontal membatasi suatu konstruksi.
·
Garis
vertikal menunjuk dua gatra langsung untuk konstruksi tersebut.
·
Dalam
analisis ini tidak dipermasalahkan ”arti” konstruksi gatra langsung, tapi
analisis ini bergantung pada paham ”distribusi”.
Analisis seperti ini menuntut agar
bahasa distrukturkan pada dua poros, yaitu Poros horisontal (sintagmatik), melukiskan
tipe-tipe konstruksi. Poros vertikal (paradigmatik), yang membatasi
perangkat-perangkat pengisi untuk setiap posisi. Contoh:
Dia
memberi Ibu sebuah X yang mahal kemarin
Walaupun X tidak diberitakan pada
kalimat di atas, sudah pasti bahwa X itu sebuah ”nomina”, karena didahului oleh
kata ”sebuah” dan ”adjective” mengikutinya.
Model struktural sepenuhnya
memanfaatkan keempat kategori bahasa (unit, struktur, kelas, sistem) Contoh:
The beautiful girl Mempunyai struktur: determiner + Adjective + noun
Contoh: the beautiful girl (gadis
cantik)
Model struktural terbatas pada analisis
struktur permukaan (berdasarkan posisi) Sarana formal yang bekerja pada tingkat
bahasa ada tiga jenis, yaitu:
a)
Penanda-penanda
morfologis
Contoh: cantik-cantik
~ dalam bahasa Indonesia merupakan bentuk pengulangan dari cantik yang artinya
banyak yang cantik (jamak).
Gareulis, garareulis
~ dalam bahasa Sunda ada bentukan dari sisipan/rarangken ar, yang menunjukkan
arti banyak yang cantik. Saya berlangganan majalah Nebula ESQ. Abdi ngalanggan
majalah Nebula ESQ.
b)
Kata-kata
fungsi/ kata tugas
Contoh:
Dia mengerjakan soal ujian dengan serius.
Anjeuna
migawe soal ujian jeung daria. (tidak benar) Anjeuna migawe soal ujian kalayan
daria. (benar)
Ket: jeung
dalam bahasa Sunda merupakan kata tugas, sedangkan kalayan bukan kata tugas
dalam bahasa Sunda.
c)
Suprasegmental
Tekanan kata dalam bahasa lisan, atau tanda baca dalam bahasa tulis.
Tekanan kata dalam bahasa lisan, atau tanda baca dalam bahasa tulis.
Contoh: (lisan)
Ibu Jenny cantik sekali,
(lisan)
Ibu Jenny geuliiis pisan.
Untuk
tulisan bisa dikontraskan dengan bahasa Arab, karena dalam bahasa Arab banyak
sekali penanda baca yang akan membuat parubahan arti.
2.4.2
Tata
Bahasa Generatif Transformasional (Chomsky).
Model ini diuraikan oleh Chomsky. Ciri-ciri
yang menonjol dalam tata bahasa ini adalah adanya Struktur permukaan (ditentukan
oleh tempat konstruksi-konstruksi yang dikomparasikan) Struktur dalam (terdapat
dalam semua bahasa) Contoh:
I have an apple + The apple is red
(struktur dalam)
I have an apple wich is red (struktur
dalam)
I have red apple (struktur permukaan)
Kedua tingkat struktur tersebut
dihubungkan oleh perangkat-perangkat transformasi dan komponen semantiknya
bersifat interpretatif generatif yang dijelaskan secara projektif dan
eksplisit.
Tiga jenis transformasi yang
digunakan:
·
Relativisasi
·
Penghilangan
desingan
·
Perubahan
adjective
Teknik transformasi ini bermanfaat
pula untuk menjelaskan secara eksplisit hakikat ketaksaan atau kemenduaan makna
kalimat.
Contoh: The industrious Chinese dominate the economy of South-East Asia.
Subjek frasa benda mengandung makna ganda karena tidak jelas, apa yang dimaksud semua orang Cina atau hanya orang Cina industriawan saja.
Contoh: The industrious Chinese dominate the economy of South-East Asia.
Subjek frasa benda mengandung makna ganda karena tidak jelas, apa yang dimaksud semua orang Cina atau hanya orang Cina industriawan saja.
Pendekatan tata bahasa ini
menawarkan kepada pakar-pakar anakon sejenis ukuran tingkat perbedaan antara
konstruksi-konstruksi yang dibandingkan dalam B1 dan B2. Pakar anakon lebih
tertarik pada masalah bagaimana caranya kaidah-kaidah itu berbeda.
Beberapa jenis perbedaan dalam
penerapan kaidah, antara lain:
1.
Salah
satu bahasa menerapkan kaidah tertentu, tetapi bahasa yang lain tidak/kurang
menerapkannya. Contoh:
Kalimat 1 Kalimat 2 Kalimat
1 Kalimat 2
I know it +
They see him Ich wiss
es +
Se sehen ihn
a.
mencakup
K2 di dalam K1
I know
that they see him. Ich
wiss es,. dass Sie sehen ihn
b.
Mengubah
susunan Objek-Verb di dalam K2
(tidak
ditemukan) Ich weiss,
dass Sie ihn sehen.
Pada kalimat di atas, ada suatu
kaidah yang terlihat dalam melahirkan kalimat/klausa that atau dass (dalam
bahasa Inggris dan bahasa Jerman).
2.
Dalam
B1 kaidahnya bersifat wajib, tetapi dalam B2 kaidahnya sunah (atau sebaliknya).
Contoh:
a.
That
was the film (wich) I saw.
b.
Das
war der Film, DEN ich gesehen habe
Dalam bahasa Inggris pemakaian that
atau wich adalah sunah atau opsional, tetapi dalam bahasa Jerman, pemakaian DEN
wajib.
3.
Transformasi-transformasi
disusun secara ekstrinsik atau dipakai dalam suatu susunan tertentu yang
teratur. Misal dalam refleksivisasi bahasa Inggris terdapat suatu kaidah yang
hanya diterapkan sesudah pronominalisasi.
Perhatikan kalimat (i) & (ii) adalah langkah-langkah yang ditempuh untuk menuju kalimat (iii).
Perhatikan kalimat (i) & (ii) adalah langkah-langkah yang ditempuh untuk menuju kalimat (iii).
(i)
John
shaves John
(ii)
John
shaves him (John)
(iii)
John
shaves himself
Dalam bahasa Jerman, kaidah
pasivisasi harus diterapkan sebelum kaidah penghilangan Equi-NP
(i)
Fritz
wunscht, daB Paula ihn kuBt.
(ii)
Fritz
wunscht, daB er Paula gekuBt wird
(iii)
FritzB
wunscht, wan Paula gekuBt zu warden
Kalimat (iii) diturunkan dari
kalimat (ii) dengan menghilangkan pronomina er, yang mempunyai kasus yang sama
dengan subjek FritB; proses ini tidak dapat diterapkan pada kalimat (i) sebelum
pasivisasi karena pada kalimat (i) pronomina yang mengacu pada FritB berada
dalam kasus akusatif, yang cukup berbeda benar-benar untuk mencegah atau menghalangi
penghilangan equi-NP.
4.
Ada
transformasi yang kurang terspesialisai atau ruang lingkup yang lebih luas,
dari pada yang lainnya. Oleh karena itu, mungkin saja terjadi bahwa dua Ada
beberapa transformasi yang kurang terspesialisasi, atau yang mempunyai ruang
transformasi yang dianggap sama – sekalipun keduanya beroperasi dalam dua
bahasa yang berbeda – justru berbeda ruang lingkupnya.
Contoh:
Bahasa
Rusia: Moi brat student (kopula nol)
(My
brother [is a] student)
(Saudara
saya [adalah] mahasiswa)
5.
Keuntungan
kelima dari pendekatan tata bahasa generatif transformasional ialah bahwa tata
bahasa ini memberikan generalisasi-generalisasi yang bermakna, apabila dua
ranah tata bahasa yang berbeda menuntut aplikasi dari satu kaidah
transformasional yang sama.
Contoh:
Bahasa
Inggris:
(i)
The
problem about which John thought…
(ii)
The
problem which John thought about…
Bahasa Jerman:
(iii)
Das
problem, iiber das Hans dachte...
(iv)
*Das
problem, das Hans dachte uber...
Kalimat (iv) bahasa Jerman itu tidak
dibenarkan
6.
Adanya
kaidah transformasional yang mendahului/mengikuti, dan ada yang mengimplikasikan
yang lain-lainnya.
Contoh:
(i) They believe that John is a clever boy.
(i) They believe that John is a clever boy.
(ii) They
believe John to be a clever boy.
(iii) John
is believed (by them) to be clever boy.
Strktur
seperti kalimat (ii) di atas, praktis tidak ada dalam bahasa jerman. Jadi
takkan dibenarkan dalam bahasa jerman kalimat yang berstruktur seperti berikut
ini: Hans wird geglaubt, ein kluger Junge zu sein.
2.4.3 Tata Bahasa Generatif Kontrastif
(Krzesszowski)
Dalam anakon terdapat dua tahap utama yaitu :
a.
tahap pemerian bebas
b.
tahap perbandingan atau komparasi
Model tata bahasa generatif kontrastif yang
dipelopori oleh Krzeszowski (1974, 1976) adalah suatu prosedur yang lebih
memuaskan karena melahirkan atau menurunkan struktur B1 dan B2 dari suatu dasar
yang biasa dan dikomparasikan serta dikontraskan selama proses penurunan
tersebut. Menurut Krzeszowski, anakon klasik pada dasarnya bersifat
“horizontal”. Sebab setiap gejala telah dianalisis sebelum pelaksanaan anakon,
maka satu-satunya cara untuk melaksanakan anakon adalah melalui referensi
silang, perpindahan dari B1 ke B2 atau sebaliknya. Jadi, prosedur-prosedur
analisis tersebut bersifat horizontal (Tarigan, 1989:95) .
Anakon horizontal terbatas pada
pernyataan-pernyataan tiga hubungan antarbahasa, yaitu:
a.
pernyataan-pernyataan yang ada antara
sistem B1 dan sistem B2
b.
pernyataan-pernyataan yang ada pada
struktur-strukturnya
c.
pernyataan-pernyataan yang ada pada
kaidah-kaidah formasionalnya.
Tata bahasa generatif komparatif bersifat “vertikal”
dan mempunyai dua ciri definisi yaitu:
a.
Tata bahasa ini tidak berdasarkan
pertemuan dua tata bahasa monolingual seperti yang terjadi dalam anakon klasik,
tetapi berdasarkan suatu tata bahasa bilingual.
Fungsi
anakon menurut Krzeszowski adalah mengadakan tinjauan mengenai intuisi-intuisi seorang dwibahasawan yang
ideal berkaitan dengan kedua bahasanya.
b.
Tata bahasa ini terlihat dalam
deviasi-deviasinya mengikuti serta meneruskannya dari masukan-masukan semantik
universal menuju ke keluaran-keluaran struktur permukaan tertentu dalam lima
tahap, yaitu :
(post-lexical)
1.
Semantik
INPUTS (Masukan)
Gambar 2. Tahap-tahap
kerja tata bahasa generatif konstrantif
Tahap 1 :
Tingkat masukan (input) kategori netral, tingkat masukan konseptual atau
semantik universal yang terdiri dari konfigurasi-konfigurasi paham-paham
elementer yang primitive, misalnya pelaku, penderita, lokasi (tempat dan waktu)
dan lain-lain. Penekanan diletakkan pada kenetralan bahasa.
Tahap 2 :
Setiap bahasa mengkategorisasikan konfigurasi-konfiguraasi yang tersebut dalam
tahap 1. Ada kategori yang universal, adapula yang unik.
Tahap 3 :
Sintaksis menata kategori-kategori sesuai dengan susunannya yang benar dalam
kalimat-kalimat aktual.
Tahap 4 :
Karena ada kemungkinan-kemungkinan keunikan atau yang spesifik dalam bahasa,
maka kata-kata pokok dari dalam kamus diselipkan ke dalam kerangka-kerangka
sintaksis yang telah dispesifikasi pada tahap 3. Ini merupakan “leksikalisasi
utama”.
Tahap 5 :
Di sini, diterapkanlah pasca-leksikal ataupun transformasi-transformasi
“kosmetik” yang menghasilkan keluaran dengan infleksi-infleksi dan
penanda-penanda batas kata (Tarigan, 1989: 97).
Ada lima “proses sentral” yang ditempuh oleh siswa
yang mempelajari B2 (Selinker 1972). Kelima proses sentral tersebut adalah :
1.
Transfer B1
2.
Transfer latihan dari B2
3.
Overgeneralisasi kaidah-kaidah B2
4.
Strategi-strategi komunikasi
5.
Strategi-strategi pembelajaran
Proses-proses
(1), (2), (3) dapat diterapkan dan dikaitkan dengan proses-proses
horizontal, sedangkan proses-proses (4) dan (5) tidak dapat “selama keduanya
tidak melibatkan suatu transfer baik dari sumber tersebut maupun dari bahasa
sasaran”.
Beberapa pakar linguistik terapan (Ferguson, Corder,
Widdowson) tertarik pada kenyataan bahwa para siswa cenderung menghasilkan
“versi-versi sederhana” atau “simple versions” bahasa yang sedang mereka
pelajari. “Kode-kode sederhana” atau “simple codes”tersebut mempunyai
karakteristik-karakteristik universal yang secara intuitif terpaksa digunakan
kalau kita berbicara dengan orang-orang asing, anak-anak, kekasih dan juga kita
mengerjakan tugas-tugas pembelajaran B2.
Hasilnya merupakan sejenis bahasa “pidgin” atau bahasa ‘pasar’.
Mula-mula para siswa mereduksi B2 menjadi
pokok-pokok penting yang komunikatif nyata dan hal ini dapat dikatakan sama
dalam semua bahasa. Tampaknya B1 tidak berperan di sini. Sesudah B2 direduksi,
mulailah proses re-elaborasi (perluasan ulang) yang panjang. Secara
lambat-lambat para siswa memotong reduksi serta menambahkan pada antarbahasanya
ciri-ciri khas B2 tertentu. Apa yang ditambahkannya itu dan bagaimana hasilnya
sangat dikatakan oleh taraf penyeresaian yang terdapat antara B1 dan B2
(Tarigan, 1989:98).
2.4.4 Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus adalah suatu pendekatan terhadap
tata bahasa yang menekankan hubungan-hubungan semantik dalam suatu kalimat.
Tata bahasa kasus adalah suatu tipe tata bahasa generatif yang dikembangkan
oleh Fillmore. Dalam tata bahasa kasus verba dianggap sebagai bagian kalimat
yang paling penting dan mempunyai sejumlah hubungan semantik dengan berbagai
frasa nomina. Hubungan-hubungan itulah yang disebut “kasus” (Tarigan, 1989:98).
Sebagai
contoh :
·
Garong menikam penjaga itu dengan pisau.
·
Pisau ini menikam penjaga itu.
Terlihat dengan jelas bahwa dengan pisau dan pisau ini mempunyai
fungsi sintaksis yang berbeda, tetapi hubungan semantik keduanya dengan verba menikam sama saja dalam kedua kalimat
tersebut. Pisau merupakan alat untuk
melakukan kegiatan verba menikam.
Baik dengan pisau maupun pisau ini, dikatakan berada dalam kasus
instrumental (instrumental case). Kasus
instrumental barulah salah satu kasus yang ada kaitannya dengan verba menikam. Kasus-kasus lainnya adalah
agentif (pelaku tindakan itu- Garong)
dan datif (penerima tindakan – penjaga itu). Seperti yang terlihat pada
contoh, hubungan-hubungan kasus dapat diperlihatkan dalam berbagai struktur
sintaksis. Sehingga, tata bahasa kasus merupakan struktur dalam. Tata bahasa kasus telah digunakan oleh pemerian
gramatis bahasa-bahasa dan juga bagi pemerian atau deskripsi pemerolehan bahasa
anak-anak.
Menurut Birnbaum (1970) ada dua jenis struktur dalam
(deep structure), yaitu :
a.
infra-struktur yang mendasari struktur
permukaan suatu bahasa tertentu dan dapat digunakan untuk menjelaskan
keadaan-keadaan yang bermakna ganda dan bersamaan artinya antara
pasangan-pasangan kalimat dalam bahasa tersebut.
b.
struktur dalam lain yang disebut profound structure (atau struktur yang
mendalam) yang dianggap universal (Tarigan, 1989:99).
Jenis yang pertama lebih rumit, lebih kompleks,
sedangkan jenis yang kedua lebih sederhana dan lebih simpel.
Agar lebih jelas, perhatikan gambar di bawah ini
Gambar
3. Dua Jenis Struktur Dalam
Anakon berasumsi bahwa ada kemestaan-kemestaan dalam
bahasa, misalnya konsep struktur dalam dan struktur permukaan. Masih ada lagi
dua jenis kesemestaan bahasa yang dikemukakan oleh pakar linguistik, yaitu :
a.
kesemestaan formal
b.
kesemestaan sustantif
Kesemestaan formal misalnya semua tata bahasa
menggunakan transformasi yang teratur dan dapat diterapkan secara siklus.
Kesemestaan substantif misalnya perangkat-perangkat kategori-kategori bahasa
seperti nomina, verba, subjek, frasa benda dan sebagainya (Tarigan, 1989:100).
Pendekatan tata bahasa kasus mengutarakan bahwa
struktur dalam “yang mendalam” (atau yang “profound”) di dalam setiap kalimat.
Suatu kalimat terdiri dari suatu proposisi dan modalitasnya. Proposisi adalah
isi kalimat, sedangkan modalitasnya mencakup ciri-ciri seperti negasi, kala,
suasana hati (“mood”) aspek dan sikap pembicara. Ciri-ciri ini disebut oleh
choamsky sebagai perasaan (“feeling”). Proposisi terdiri dari suatu verba
leksikal dan satu nomina atau lebih yang kasusnya berbeda-beda. Verba dapat
diklasifikasikan berdasarkan kombinasi-kombinasi nomina yang kasusnya telah dikhususkan. – yang disebut oleh
Fillmore sebagai “case-frames” atau “kerangka kasus”. Beberapa verba dapat
muncul pada satu kerangka khusus atau lebih misalnya :
a.
Pintu itu terbuka ( - O
b.
Ali membuka pintu itu (
- O + A )
c.
Angin membuka pintu itu ( - O
+ I )
d.
Ali membuka pintu itu dengan golok ( - O + I +
A )
Agar lebih jelas perhatikan kalimat (d) di atas.
Frasa nomina “dengan golok” didahului proposisi “dengan”. Kalimat (c) juga
terdapat instrumentalnya yaitu “angin”, tetapi karena posisinya sebagai
“subjek” maka preposisisinya atau kata depannya hilang, tidak usah dipakai.
Tata
bahasa kasus ini secara ideal merupakan suatu model yang sesuai digunakan untuk
maksud-maksud anakon. Pertama, susunan kategori-kategori universal yang
terbatas memberikan kepada kita suatu titik tolak yang umum untuk setiap
pasangan kalimat yang ingin kita komparasikan secara struktural. Kedua, karena
struktur-struktur permukaan diturunkan dari konfigurasi-konfigurasi kasus yang
mendalam melalui transformasi-transformasi, maka semua keunggulan pendekatan
transformasional terutama fisibilitas pencarian penurunan-penurunan “kalimat”
melalui struktur menengah semuanya berlaku dengan sama baiknya. Ketiga,
perlengkapan konfigurasi-konfigurasi kasus yang mendalam begitu sederhana dan
tidak rumit sehingga perlengkapan itu dipinjam dan dipakai oleh pakar
linguistic serapan yang mau menghindarkan keterlibatannya pada berbagai ketidakpastian
mengenai hal-hal yang dikemukakan oleh struktur dalam sintaksis untuk suatu
struktur permukaan tertentu, seperti halnya struktur-struktur dalam pada tata
bahasa generative transformasional (Tarigan, 1989:102).
Sebenarnya,
teori tata bahasa kasus mengenal enam kasus yaitu agentif, instrumental, datif,
objektif, lokatif dan faktitif. Untuk kasus yang keenam yaitu faktitif
merupakan kasus objek atau kesatuan yang dihasilkan oleh tindakan verba.
Sebagai contoh, frasa-frasa yang dicetak miring pada kalimat-kalimat berikut
ini adalah objek struktur permukaan. Kalimat (a) objeknya bersifat “objektif”
dan kalimat (b) objeknya “faktitif”.
a.
Ali mencat kursi dapur tua itu merah.
b.
Lani melukis potret controversial Chairil Anwar.
Fillmore menambah lagi kasus-kasus : experiencer,
source, goal, time, path and result bahkan ada yang menyarankan pentingnya
kasus-kasus comitative dan reciprocal seperti pada contoh kalimat di bawah ini
:
a.
Ani dan Lia pergi keluar malam ini
(comitative)
b.
Coni dan Rina telah menulis (satu sama
lain) selama bertahun-tahun (reciprocal).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Analisis Kontrastif (Anakon) merupakan aktivitas
atau kegiatan yang mencoba memperbandingkan bahasa untuk mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan di antara dua bahasa atau lebih. Persamaan dan
perbedaan yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon dapat digunakan sebagai
landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan belajar yang akan dihadapi
oleh para siswa atau mahasiswa.
Anakon
memperkenalkan kepada linguistik suatu kerangka kerja pengorganisasian dua buah
pemerian atau deksripsi bahasa. Kerangka kerja tersebut mencakup tiga hal,
yaitu anakon menggunakan siasat linguistik dalam membagi konsep bahasa menjadi
tiga bidang: fonologi, gramatika, leksikon; penggunaannya berdasarkan
kategori-kategori linguistik deskriptif: unit, struktur,kelas dan sistem; dan anakon
menggunakan deskripsi-deskripsi yang ada di dalam model
Selain itu, di dalam anakon terdapat banyak model
bahasa yang digunakan, yaitu 1) Model Struktural atau Taksonomi (Fries, Lado,
dll). 2) Tata Bahasa Generatif Transformasional (Chomsky). 3) Tata Bahasa
Generatif Konstrastif (Krzesszowski). 4) Tata Bahasa Kasus (Fillmore)
3.2
Saran
Dengan mengetahui
konsep komponen
linguistik anakon, diharapkan dapat
membantu pembaca dalam menganalisis dan membandingkan bahasa
secara baik dan benar. Sebagai
penyusun, kami menyadari banyak hal yang masih kurang. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan
atau kekeliruan, mohon kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
James, Carl. 1980. Contrastive Analysis. London & New York: Longman Group
Tarigan,
Henry Guntur. 1989. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Jakarta:
Depdikbud
Untuk melihat video presentasinya, silahkan klik di sini.
Kontributor: KHOERUNNISA, LIA FATRA NURLAELA dan RIA ANGGARI PUTRI
Komentar
Posting Komentar