Analisis Kontrastif Mikrolinguistik, Analisis Kontrastif Pada Tataran Fonologi, Analisis Kontrastif Pada Tataran Morfologi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Analisis
Kontrastif pada mulanya berasal dari konsep Linguistik Kontrastif, yakni sebuah
cabang dari Linguistik Terapan. Analisis kontrastif (sering dikenal
dengan sebutan Anakon) merupakan salah satu cara kerja untuk mencari
persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih (Carl James,
1980). Anakon telah dikenal orang pada pertengahan abad 20. Anakon pada
hakikatnya merupakan salah satu cara mengajarkan bahasa asing secara efisien
dan efektif.
Analisis
kontrastif menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado (1959) yang
berjudul 'Lingusitik A Cross Culture' yang menguraikan secara panjang lebar
mengenai cara-cara mengkontraskan dua bahasa. Menurut Charles Fries (1945) dan
Robert Lado (1957), kesalahan yang dibuat tersebut disebabkan oleh adanya
perbedaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua, sedangkan kemudahan dalam
belajarnya disebabkan oleh adanya kesamaan-kesamaan antara unsur B1 dan B2.
Analisis kontrastif adalah kegiatan yang mencoba membandingkan
struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) dengan tujuan untuk
mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. [1]
sementara James dalam bukunya Konstrastif Analysis (1980:3) menyebutkan bahwa
analisis kontrastif itu merupakan suatu aktifitas linguistik yang bertujuan
menghasilkan tipologi dua bahasa dan didasari pada asumsi bahwa bahasa
itu dapat dibandingkan, dengan membandingkan kedua bahasa tersebut yaitu antara
B1 dan B2 sehingga kesulitan-kesulitan yang dijumpai di dalam mempelajari
bahasa kedua (B2) dapat segera diatasi. Sementara itu analisis konstrastif
dipergunakan untuk menunjukkan perbandingan yang sistematik tentang aspek-aspek
tertentu antara dua bahasa. Analisis kontrastif berfungsi membuat pengajaran
suatu bahasa efisien dan efektif bagi siswa yang memiliki latar belakang bahasa
yang berbeda.
Dalam
mempelajari bahasa target, persamaan-persamaan yang ada antara B1 dan B2 akan
mempermudah proses pembelajaran, sedangkan perbedaan-perbedaan yang ada akan
menimbulkan kesulitan bagi pembelajar.
Prinsip-prinsip
umum pada Anakon menurut James (1980:63) ada dua, yaitu (1) pendiskripsian
(description) dan (2) perbandingan (comparison) dan langkah-langkah itu
dilaksanakan dengan berurutan. Pada pembahasan ini, masalah yang akan
dikemukakan adalah terfokus pada tataran mikrolinguistik yaitu khususnya
tataran fonologi dan morfologi.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah:
1. Apa
yang dimaksud dengan analisis kontrastif mikrolinguistik?
2. Bagaimanakah
analisis kontrastif pada tataran fonologi?
3. Bagaimanakah
analisis kontrastif pada tataran morfologi?
C.
Tujuan
Pembahasan
Pembahasan
dalam makalah ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang:
1. Pengertian
Mikrolinguistik
2. Analisis
kontrastif pada tataran fonologi
3. Analisis
kontrastif pada tataran morfologi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mikrolinguistik
Kridalaksana (1984:125) menyebutkan mikrolinguistik adalah suatu bidang linguistik
yang mempelajari bahasa dari dalamnya, dengan perkataan lain mempelajari
struktur bahasa itu sendiri atau mempelajari bahan bahasa secara langsung
(Tarigan, 1989:108). Dalam kajiannya mikrolinguistik memiliki tiga tingkatan
yaitu fonologi, leksis, dan tata bahasa. Seperti yang sudah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya, analisis kontrastif adalah suatu metode
analisis pengkajian kontrastif, ini menunjukan kesamaan dan perbedaan antara
dua bahasa dengan tujuan untuk menemukan prinsip yang dapat diterapkan pada
masalah praktis dalam pengajaran bahasa atau terjemahannya.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa anakon mikrolinguistik merupakan ranah yang sebenarnya telah dijelajahi
dalam linguistik. Adapun fungsinya adalah mengontraskan dua bahasa atau lebih
tidak serumpun dan linguistik kontrastif dapat membantu kesulitan yang mungkin
dialami seseorang dalam mengajarkan bahasa yang berbeda rumpun bahasanya, ataupun
bagi seseorang yang belajar bahasa asing yang rumpun bahasanya berbeda. Pada
dasarnya pelaksanaan suatu anakon mencakup dua langkah, yaitu pemerian,
deskripsi dan perbandingan komparasi. Kedua langkah ini dilaksanakan secara
berurutan, akan tetapi kedua prosedur tersebut memberi ciri secara unik pada
anakon.
Fries dalam Tarigan
(1989:111)
dengan tegas mengutarakan bahwa “materi-materi yang paling efektif bagi
pengajaran B2 adalah yang didasarkan pada pemerian ilmiah bahasa yang akan
dipelajari, yang dengan cermat dibandingkan secara deskripsi yang paralel
dengan bahasa ibu sang pembelajar”. Adapun anakon
itu terdiri dari :
- Deskripsi-deskripsi B1
dan B2
- Perbandingan antar
keduanya
Jelas bahwa kedua deskripsi
itu perlu “sejajar” atau “parallel”. Tuntutan minimal “deskripsi
yang parallel” atau “pemerian yang sejajar ” ialah bahwa kedua bahasa itu diberikan dengan model deskripsi yang sama, atau seperti kata pakar Jerman
Schwarze (1972 : 20) : “im Rahmen der
gleichen Theorie und unit denselben Notations-konventionen”.
B. Anakon Fonologis
Fonologi adalah bidang
linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan
bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu
ilmu (Chaer, 2007:102). Fonologi termasuk dalam subkajian dalam ilmu linguistik yang
mempelajari tentang sistem bunyi suatu bahasa secara spesifik yaitu fonetik dan
fonemik. Berbicara
mengenai anakon fonologi, ada tiga hal yang akan dibicarakan yaitu:
1)
Fonetik dan
Fonologi Kontrastif
2)
Pengontrasan
Sistem-sistem Bunyi
3)
Model-model
Fonologis
1.
Fonetik dan
Fonologi Kontrastif
Para pakar tata bahasa menelaah
pola-pola fungsional kelas-kelas unit-unit linguistik, bukan kata-kata atau
morfem-morfem secara tersendiri atau terpisah-pisah sebagai kesatuan
lahiriah. Fonetik adalah bidang
linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah
bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak (Chaer,
2007:103). Menurut urutan jenisnya fonetik dibagi menjadi tiga, yaitu: fonetik
artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.
Fonetik Artikulatoratis, disebut
juga fonetik organis atau fisiologis yaitu mempelajari bagaimana mekanisme
alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta
bagaimana bunyi-bunyi itu diklarifikasikan. Fonetik Akustik, yaitu mempelajari
bunyi bahasa sebagai peristiwa fisik atau fenomena alam, bunyi-bunyi itu
diselidiki frekuensi getarannya, intensitasnya dan timbrenya. Fonetik
Auditoris, yang mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu
oleh telinga kita.
Pada kenyataannya para penutur
bahasa yang sama mungkin saja berbicara dengan aksen berbeda.
Perbedaan-perbedaan tersebut merupaka ciri daerah yang berbeda, perbedaan
sosial atau bahkan benar-benar merupakan perbedaan kondisi-kondisi yang
idiosinkratik. Fonetik kontrastif akan melibatkan dalam pembuatan deskripsi-deskripsi
bunyi-bunyi sepasang bahasa secara terperinci dan kemudian harus menggunakan
bunyi-bunyi tersebut secara interlingual bagi maksud-maksud komparasi atau
perundingan.
Dalam kerangka kerja artikulator
kontrastif dapat membandingkan bunyi-bunyi yang sama dari B1 dan B2 dan
memasukkan keduanya sebagao “frikatif labio dental” atau sebagai “vokal
takbundar setengah tertutup”. Alat-alat bicara manusia secara fisiologis memang
seragam atau uniform di seluruh dunia: “Barangkali fakta yang paling menarik
mengenai ucapan bahasa pada umumnya ialah terdapat banyak kemungkinan baik
dalam jumlah maupun dalam varietas bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat bicara
manusia, dan hanya sebagian kecil saja dari varetas potensial ini yang
benar-benar dimanfaatkan dalam bahasa-bahasa alamiah. Oleh karena itu, maka
pendekatan pertama terhadap anakon fonetik berada pada perbandingan bunyi-bunyi
B1 dan B2 dengan dasar atau landasan bersahamkan artikulator.
Jika fonetik akustik lebih cenderung
bersifat fisik ketimbang bersifat fisiologis, dan dikaitkan dengan sarana
“akustik” bunyi-bunyi tuturan. Bahkan ada instrumen-instrumen seperti
spektograf bunyi, yang dapat merekam terjadinya aspirasi. Begitu pula ada
perbedaan-perbedaan akustik yang dapat didemonstrasikan secara instremental
antara vokal-vokal yang “sama” dalam kata Inggris spleen dan kata Jerman Spiel. Oleh karena itu pendekatan “akustik”
terhadap anakon fonetik terdiri atas perbandingan bunyi-bunyi B1 dan B2 yang
pada umumnya bersifat fisik dan mencatat perbedaan-perbedaan menyertai
persamaan ini.
Sedangkan fonetik auditori
memusatkan perhatian pada “pesan” yang dikirimkan oleh telinga ke otak. Sebagai
contoh unilingual yang sederhana, dapat diperlihatkan bahwa segmen-segmen
konsonantal pertama dan kedua dalam kata-kata Inggris /pit/ dan /spit/
masing-masing berbeda. Pada yang pertama /p/ itu adalah aspirasi, sedangkan
yang kedua bukan aspirasi. Meskipun demikian, telinga orang Inggris tidaklah
mengirim ke otak Inggris suatu instruksi untuk mencatat dan mendaftarkan
perbedaan fonetik ini secara auditori dan secara mental. Baik /p/ maupun /p’/
diterima sebagai fonem yang sama, yaitu /p/.
Perbedaan antara fonetik
artikulatoris, akustik, dan auditoris adalah pada segi objek studinya. Dari ketiga
jenis fonetik ini yang paling dominan dalam dunia linguistik
adalah fonetik artikulatoratis, sedangkan fonetik auditoris lebih
dengan bidang kedokteran, yaitu neurology, dan fonetik akustik lebih
berkenaan dengan fisika. Alasan lebih pentingnya
fonetik artikulatoris menurut beberapa ahli
bahasa, semua dikarenakan fonetik inilah yang berkenaan dengan
masalah bagaimana buyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
2.
Pengontrasan
Sistem-sistem Bunyi
Secara garis besar, ada empat
langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan anakon sistem bunyi dua bahasa. Langkah
pertama, menginventarisasi fonem-fonem B1 dan B2. Langkah kedua, menyamakan
fonem-fonem B1 dan B2 secara interlingual. Langkah ketiga, mendaftarkan
varian-varian fonemik (alofon-alofon) B1 dan B2. Langkah keempat, menyatakan
pembatasan-pembatasan distribusional fonem-fonem dan alofon-alofon B1 dan B2.
3.
Model-model
Fonologis
Analisis fonologis yang dapat
digunakan buat maksud anakon hanya mempunyai dua pilihan, yaitu: fonologi
taksonomi dan fonologi generatif. Pendekatan taksonomi bertujuan untuk
mengutarakan sistem fonem, kemungkinan penggabungan fonem-fonem (fonotatik) dan
variasi-variasi yang non-distingtif dari unit-unit tersebut dalam bahasa-bahasa
yang berbeda. Nilai utama pendekatan fonem dan alofon ialah bahwa pendekatan
ini dapat memperkenalkan dua kategori masalah ucapan yang dihadapi para
pembelajar B2, yaitu:
a)
Kesalahan-kesalahan
yang timbul dari ke-asimetris-an fonemik antara dua bahasa
b)
Kesalahn-kesalahan
yang timbul dari perbedaan-perbedaan alofonik
Fonologi generatif berasal dari
Amerika yang sebenarnya bercikal-bakal dari teori fonologis Eropa tahun
1940-an. Unsur fonologi generatif yang diwarisi dari aliran Praha telah terbukti
bermanfaat dalam anakon fonologis, yaitu konsep “ciri-ciri pembeda” atau
“distinctive features”. Fonologi ciri pembeda beropreasi dengan asumsi bahwa
fonem bukanlah merupakan kesatuan atau unit yang paling sesuai bagi analisis
fonologis selama dia dapat dianalisis menjadi seperangkat “komponen-komponen”
atau ciri-ciri fonologis yang jauh lebih fundamental dari pada fonem itu
sendiri.
Contoh analisis
kontrastif pada tataran fonologi:
Pelafalan huruf abjad A-Z dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Jerman, dimana huruf j itu dibaca (yot) dalam
bahasa Jerman, huruf q dilafalkan (ku) dalam bahasa Jerman, v dilafalkan (vau)
dan z (cet).
Dalam bahasa Jerman muncul pula
huruf yang diberi titik di atasnya, yaitu umlaut ä,ö,ü, dimana pelafalan
untuk ketiga umlaut ini menjadi ae, eo, iu.
Dalam Pateda (1989:16) diberikan
contoh anakon fonologi bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia. Di dalam bahasa
Gorontalo tidak dikenal fonem /e/. Dalam pelafalan, semua kata bahasa Indonesia
yang mengandung fonem /e/ dilafalkan /o/ [ͻ]. Jadi, kata-kata bahasa Indonesia
betul, dekat, gelas, kesenangan, letih dan merdeka akan dilafalkan [b ͻtul, d ͻkat,
g ͻlas, k ͻs ͻnangan, l ͻtih, m ͻrdeka].
C. Anakon Morfologi
Kata
morfologi berasal dari kata “morf” yang berarti bentuk dan kata “logi” yang
berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk.
Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan
pembentukan kata. Kalau
dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata,
maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala
bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan
kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan
kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afik, dengan berbagai
alat proses pembenktukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentuklan kata
melalui proses afiksasi, reduplisasi, ataupun pengulangan dalam proses
pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses
pembentukan kata melalui proses komposisi dan sebagainya. Jadi ujung dari
proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan
keperluan dalam satu tindak pertuturan. Bila bentuk dan makna yang terbentuk
dari satu proses morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka
bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang
diperlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Dalam kajian morfologi,
alasan sosial itu kita singkirkan dulu.
1. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua
sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat
derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan
berikut ini.
a) Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa
berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat
digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan
kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Alat yang digunakan
untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin berupa
prefiks, infiks, dan sufiks atau juga berupa modifikasi internal yakni
perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar.
Contoh:
Konjugasi
Ich schlafe
Du schläfst
Er/sie/es schläft
Wir schlafen
b) Derivatif
Pembentukan kata secara derivatif
adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan
kata dasarnya, contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan, misalnya, dari
kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang
berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk
kata makanan yang berkelas nomina.
Contoh:
makan- makanan-dimakan
essen- das Essen-gegessen
2. Proses Morfemis
Proses morfologis dapat dikatakan
sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan
morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar. Dalam proses morfologis ini
terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan
pemajemukan atau penggabungan.
a) Afiksasi
Bentuk (atau morfem) terikat yang
dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan. Pengertian lain
proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk
tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata.
Contoh:
Per-an, ter, ber, ke-an
Satu
Bersatu, persatuan, kesatuan
Ent, un
Gehen ----- entgehen
Glücklich ------unglücklich
Bila dilihat pada contoh,
berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi
menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks),
pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
b) Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan
satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem
maupun tidak. Pengertian lain ialah proses morfemis yang mengulang bentuk
dasar, baik secara secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan
perubahan bunyi.
Contoh:
Buku-buku
Rumah-rumahan
Sayur- mayur
Buch – Bücher
Hand - Hände
c) Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses
penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang
terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal
yang berbeda atau yang baru. Dapat dikatakan pula dengan proses pembentukan
kata dari dua morfem bermakna leksikal.
Contoh:
Tag+geld -----Tagesgeld
Liebe+ Lied-----Liebeslied
schwer+krank-----schwerkrank
sarung+ tangan ------ sarung tangan
Kaos + kaki -------kaos kaki
d) Konversi,
Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi, sering juga disebut
derivasi zero, transmutasi, dan transposisi adalah proses pembentukan kata dari
sebuh kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi
internal adalah proses pembentukan kata
dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam
morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Ada sejenis
modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi
perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir
tidak tampak lagi. Boleh dikatakan bentuk dasar itu berubah total. Suplisi
adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.
Contoh
dalam bahasa Inggris:
Go
went
sing
sang
e) Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan
bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk
singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses
pemendekan ini disebut kependekan.
Contoh:
lab (utuhnya
laboratorium)
hlm (utuhnya
halaman)
SD (utuhnya
Sekolah Dasar)
f) Produktivitas
Proses Morfemis
Produktivitas dalam proses morfemis
adalah dapat tidaknya proses pembentukkan kata itu, terutama afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak
terbatas; artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
Proses inflektif atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang
identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan
proses produktif. Proses inflektif bersifat tertutup.
Contoh:
Kata Inggris street hanya mempunya dua alternan yaitu street dan jamaknya yaitu streets.
Adapun
contoh yang berhubungan dengan anakon morfologi adalah sebagai berikut:
spielen :bermain
das Spiel : permainan
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Analisis
kontrastif adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk
mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Hambatan terbesar dalam proses
menguasai bahasa kedua (B2) adalah tercampurnya sistem bahasa pertama (B1)
dengan sistem B2. Analisis kontrastif mencoba mencoba menjembatani kesulitan
tersebut dengan mengkontraskan kedua sistem bahasa tersebut untuk meramalkan
kesulitan-kesulitan yang terjadi. Analisis kontrastif Mikrolinguistik terjadi
pada tataran fonologi, morfologi, semantik dan sintaksis.
B.
Saran
Pembahasan dalam makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu disarankan agar pembaca mencari informasi dan
sumber belajar lain sehingga mampu melengkapi kekurangan yang ada pada makalah
ini.
Untuk melihat presentasinya bisa klik di sini.
Untuk melihat presentasinya bisa klik di sini.
(Kontributor: Hanifa dan Mulya)
Komentar
Posting Komentar