Langsung ke konten utama

Analisis Kontrastif Mikrolinguistik, Analisis Kontrastif Pada Tataran Fonologi, Analisis Kontrastif Pada Tataran Morfologi

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
              Analisis Kontrastif pada mulanya berasal dari konsep Linguistik Kontrastif, yakni sebuah cabang dari Linguistik Terapan.  Analisis kontrastif (sering dikenal dengan sebutan Anakon)  merupakan salah satu cara kerja untuk mencari persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih (Carl James, 1980). Anakon telah dikenal orang pada pertengahan abad 20. Anakon pada hakikatnya merupakan salah satu cara mengajarkan bahasa asing secara efisien dan efektif.
              Analisis kontrastif menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado (1959) yang berjudul 'Lingusitik A Cross Culture' yang menguraikan secara panjang lebar mengenai cara-cara mengkontraskan dua bahasa. Menurut Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957), kesalahan yang dibuat tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua, sedangkan kemudahan dalam belajarnya disebabkan oleh adanya kesamaan-kesamaan antara unsur B1 dan B2.
              Analisis kontrastif adalah kegiatan yang mencoba membandingkan struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) dengan tujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. [1] sementara James dalam bukunya Konstrastif Analysis (1980:3) menyebutkan bahwa analisis kontrastif itu merupakan suatu aktifitas linguistik yang bertujuan menghasilkan tipologi dua bahasa dan didasari pada  asumsi bahwa bahasa itu dapat dibandingkan, dengan membandingkan kedua bahasa tersebut yaitu antara B1 dan B2 sehingga kesulitan-kesulitan yang dijumpai di dalam mempelajari bahasa kedua (B2) dapat segera diatasi. Sementara itu analisis konstrastif dipergunakan untuk menunjukkan perbandingan yang sistematik tentang aspek-aspek tertentu antara dua bahasa. Analisis kontrastif berfungsi membuat pengajaran suatu bahasa efisien dan efektif bagi siswa yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda.
              Dalam mempelajari bahasa target, persamaan-persamaan yang ada antara B1 dan B2 akan mempermudah proses pembelajaran, sedangkan perbedaan-perbedaan yang ada akan menimbulkan kesulitan bagi pembelajar.
              Prinsip-prinsip umum pada Anakon menurut James (1980:63) ada dua, yaitu (1) pendiskripsian (description) dan (2) perbandingan (comparison) dan langkah-langkah itu dilaksanakan dengan berurutan. Pada pembahasan ini, masalah yang akan dikemukakan adalah terfokus pada tataran mikrolinguistik yaitu khususnya tataran fonologi dan morfologi.

B.   Rumusan Masalah
              Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.  Apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif mikrolinguistik?
2.  Bagaimanakah analisis kontrastif pada tataran fonologi?
3.  Bagaimanakah analisis kontrastif pada tataran morfologi?

C.   Tujuan Pembahasan
              Pembahasan dalam makalah ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang:
1.  Pengertian Mikrolinguistik
2.  Analisis kontrastif pada tataran fonologi
3.  Analisis kontrastif pada tataran morfologi

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Mikrolinguistik
            Kridalaksana (1984:125) menyebutkan mikrolinguistik adalah suatu bidang linguistik yang mempelajari bahasa dari dalamnya, dengan perkataan lain mempelajari struktur bahasa itu sendiri atau mempelajari bahan bahasa secara langsung (Tarigan, 1989:108). Dalam kajiannya mikrolinguistik memiliki tiga tingkatan yaitu fonologi, leksis, dan tata bahasa. Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, analisis kontrastif adalah suatu metode analisis pengkajian kontrastif, ini menunjukan kesamaan dan perbedaan antara dua bahasa dengan tujuan untuk menemukan prinsip yang dapat diterapkan pada masalah praktis dalam pengajaran bahasa atau terjemahannya.
            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anakon mikrolinguistik merupakan ranah yang sebenarnya telah dijelajahi dalam linguistik. Adapun fungsinya adalah mengontraskan dua bahasa atau lebih tidak serumpun dan linguistik kontrastif dapat membantu kesulitan yang mungkin dialami seseorang dalam mengajarkan bahasa yang berbeda rumpun bahasanya, ataupun bagi seseorang yang belajar bahasa asing yang rumpun bahasanya berbeda. Pada dasarnya pelaksanaan suatu anakon mencakup dua langkah, yaitu pemerian, deskripsi dan perbandingan komparasi. Kedua langkah ini dilaksanakan secara berurutan, akan tetapi kedua prosedur tersebut memberi ciri secara unik pada anakon.
            Fries dalam Tarigan (1989:111) dengan tegas mengutarakan bahwa “materi-materi yang paling efektif bagi pengajaran B2 adalah yang didasarkan pada pemerian ilmiah bahasa yang akan dipelajari, yang dengan cermat dibandingkan secara deskripsi yang paralel dengan bahasa ibu sang pembelajar”. Adapun anakon itu terdiri dari :
  1. Deskripsi-deskripsi B1 dan B2
  2. Perbandingan antar keduanya
            Jelas bahwa kedua deskripsi itu perlu “sejajar” atau “parallel”. Tuntutan minimal “deskripsi yang parallel” atau “pemerian yang sejajar ” ialah bahwa kedua bahasa itu diberikan dengan model deskripsi yang sama, atau seperti kata pakar Jerman Schwarze (1972 : 20) : “im Rahmen der gleichen Theorie und unit denselben Notations-konventionen”.
B. Anakon Fonologis
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu (Chaer, 2007:102). Fonologi termasuk dalam subkajian dalam ilmu  linguistik yang mempelajari tentang sistem bunyi suatu bahasa secara spesifik yaitu fonetik dan fonemik. Berbicara mengenai anakon fonologi, ada tiga hal yang akan dibicarakan yaitu:
1)    Fonetik dan Fonologi Kontrastif
2)    Pengontrasan Sistem-sistem Bunyi
3)    Model-model Fonologis

1.  Fonetik dan Fonologi Kontrastif
            Para pakar tata bahasa menelaah pola-pola fungsional kelas-kelas unit-unit linguistik, bukan kata-kata atau morfem-morfem secara tersendiri atau terpisah-pisah sebagai kesatuan lahiriah.  Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa  memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak (Chaer, 2007:103). Menurut urutan jenisnya fonetik dibagi menjadi tiga, yaitu: fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.
            Fonetik Artikulatoratis, disebut juga fonetik organis atau fisiologis yaitu mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklarifikasikan. Fonetik Akustik, yaitu mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisik atau fenomena alam, bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, intensitasnya dan timbrenya.  Fonetik Auditoris, yang mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
            Pada kenyataannya para penutur bahasa yang sama mungkin saja berbicara dengan aksen berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut merupaka ciri daerah yang berbeda, perbedaan sosial atau bahkan benar-benar merupakan perbedaan kondisi-kondisi yang idiosinkratik. Fonetik kontrastif akan melibatkan dalam pembuatan deskripsi-deskripsi bunyi-bunyi sepasang bahasa secara terperinci dan kemudian harus menggunakan bunyi-bunyi tersebut secara interlingual bagi maksud-maksud komparasi atau perundingan.
            Dalam kerangka kerja artikulator kontrastif dapat membandingkan bunyi-bunyi yang sama dari B1 dan B2 dan memasukkan keduanya sebagao “frikatif labio dental” atau sebagai “vokal takbundar setengah tertutup”. Alat-alat bicara manusia secara fisiologis memang seragam atau uniform di seluruh dunia: “Barangkali fakta yang paling menarik mengenai ucapan bahasa pada umumnya ialah terdapat banyak kemungkinan baik dalam jumlah maupun dalam varietas bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat bicara manusia, dan hanya sebagian kecil saja dari varetas potensial ini yang benar-benar dimanfaatkan dalam bahasa-bahasa alamiah. Oleh karena itu, maka pendekatan pertama terhadap anakon fonetik berada pada perbandingan bunyi-bunyi B1 dan B2 dengan dasar atau landasan bersahamkan artikulator.
            Jika fonetik akustik lebih cenderung bersifat fisik ketimbang bersifat fisiologis, dan dikaitkan dengan sarana “akustik” bunyi-bunyi tuturan. Bahkan ada instrumen-instrumen seperti spektograf bunyi, yang dapat merekam terjadinya aspirasi. Begitu pula ada perbedaan-perbedaan akustik yang dapat didemonstrasikan secara instremental antara vokal-vokal yang “sama” dalam kata Inggris spleen dan kata Jerman Spiel. Oleh karena itu pendekatan “akustik” terhadap anakon fonetik terdiri atas perbandingan bunyi-bunyi B1 dan B2 yang pada umumnya bersifat fisik dan mencatat perbedaan-perbedaan menyertai persamaan ini.
            Sedangkan fonetik auditori memusatkan perhatian pada “pesan” yang dikirimkan oleh telinga ke otak. Sebagai contoh unilingual yang sederhana, dapat diperlihatkan bahwa segmen-segmen konsonantal pertama dan kedua dalam kata-kata Inggris /pit/ dan /spit/ masing-masing berbeda. Pada yang pertama /p/ itu adalah aspirasi, sedangkan yang kedua bukan aspirasi. Meskipun demikian, telinga orang Inggris tidaklah mengirim ke otak Inggris suatu instruksi untuk mencatat dan mendaftarkan perbedaan fonetik ini secara auditori dan secara mental. Baik /p/ maupun /p’/ diterima sebagai fonem yang sama, yaitu /p/.
            Perbedaan antara fonetik artikulatoris, akustik, dan auditoris adalah pada segi objek studinya. Dari ketiga jenis fonetik ini yang paling dominan dalam dunia linguistik adalah  fonetik artikulatoratis, sedangkan fonetik auditoris lebih dengan bidang kedokteran, yaitu neurology, dan fonetik akustik  lebih berkenaan dengan fisika.  Alasan lebih pentingnya fonetik artikulatoris menurut  beberapa ahli bahasa,  semua dikarenakan fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana buyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.

2.  Pengontrasan Sistem-sistem Bunyi
            Secara garis besar, ada empat langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan anakon sistem bunyi dua bahasa. Langkah pertama, menginventarisasi fonem-fonem B1 dan B2. Langkah kedua, menyamakan fonem-fonem B1 dan B2 secara interlingual. Langkah ketiga, mendaftarkan varian-varian fonemik (alofon-alofon) B1 dan B2. Langkah keempat, menyatakan pembatasan-pembatasan distribusional fonem-fonem dan alofon-alofon B1 dan B2.

3.  Model-model Fonologis
            Analisis fonologis yang dapat digunakan buat maksud anakon hanya mempunyai dua pilihan, yaitu: fonologi taksonomi dan fonologi generatif. Pendekatan taksonomi bertujuan untuk mengutarakan sistem fonem, kemungkinan penggabungan fonem-fonem (fonotatik) dan variasi-variasi yang non-distingtif dari unit-unit tersebut dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Nilai utama pendekatan fonem dan alofon ialah bahwa pendekatan ini dapat memperkenalkan dua kategori masalah ucapan yang dihadapi para pembelajar B2, yaitu:
a)    Kesalahan-kesalahan yang timbul dari ke-asimetris-an fonemik antara dua bahasa
b)    Kesalahn-kesalahan yang timbul dari perbedaan-perbedaan alofonik
            Fonologi generatif berasal dari Amerika yang sebenarnya bercikal-bakal dari teori fonologis Eropa tahun 1940-an. Unsur fonologi generatif yang diwarisi dari aliran Praha telah terbukti bermanfaat dalam anakon fonologis, yaitu konsep “ciri-ciri pembeda” atau “distinctive features”. Fonologi ciri pembeda beropreasi dengan asumsi bahwa fonem bukanlah merupakan kesatuan atau unit yang paling sesuai bagi analisis fonologis selama dia dapat dianalisis menjadi seperangkat “komponen-komponen” atau ciri-ciri fonologis yang jauh lebih fundamental dari pada fonem itu sendiri.
Contoh analisis kontrastif pada tataran fonologi:
            Pelafalan huruf abjad A-Z dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman, dimana huruf j itu dibaca (yot) dalam bahasa Jerman, huruf q dilafalkan (ku) dalam bahasa Jerman, v dilafalkan (vau) dan z (cet).
            Dalam bahasa Jerman muncul pula huruf yang diberi titik di atasnya, yaitu umlaut ä,ö,ü, dimana pelafalan untuk ketiga umlaut ini menjadi ae, eo, iu.
            Dalam Pateda (1989:16) diberikan contoh anakon fonologi bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Gorontalo tidak dikenal fonem /e/. Dalam pelafalan, semua kata bahasa Indonesia yang mengandung fonem /e/ dilafalkan /o/ [ͻ]. Jadi, kata-kata bahasa Indonesia betul, dekat, gelas, kesenangan, letih dan merdeka akan dilafalkan [b ͻtul, d ͻkat, g ͻlas, k ͻs ͻnangan, l ͻtih, m ͻrdeka].

C. Anakon Morfologi
            Kata morfologi berasal dari kata “morf” yang berarti bentuk dan kata “logi” yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata. Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur  pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afik, dengan berbagai alat proses pembenktukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentuklan kata melalui proses afiksasi, reduplisasi, ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi dan sebagainya. Jadi ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan. Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Dalam kajian morfologi, alasan sosial itu kita singkirkan dulu.
1.  Pembentukan Kata
            Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini.
a)    Inflektif
            Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin berupa prefiks, infiks, dan sufiks atau juga berupa modifikasi internal yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar.
Contoh:
Konjugasi
Ich schlafe
Du schläfst
Er/sie/es schläft
Wir schlafen
b)    Derivatif
            Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
Contoh:
makan- makanan-dimakan
essen- das Essen-gegessen
2.  Proses Morfemis
            Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem  yang lain yang merupakan bentuk dasar. Dalam proses morfologis ini terdapat tiga proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan.

a)    Afiksasi
            Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan. Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata.
Contoh:
Per-an, ter, ber, ke-an
Satu
Bersatu, persatuan, kesatuan
Ent, un
Gehen ----- entgehen
Glücklich ------unglücklich
            Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
b)    Reduplikasi
            Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak. Pengertian lain ialah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
Contoh:
Buku-buku
Rumah-rumahan
Sayur- mayur
Buch – Bücher
Hand - Hände
c)    Komposisi
            Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Dapat dikatakan pula dengan proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal.
Contoh:
Tag+geld -----Tagesgeld
Liebe+ Lied-----Liebeslied
schwer+krank-----schwerkrank
sarung+ tangan ------ sarung tangan
Kaos + kaki -------kaos kaki
d)    Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
            Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuh kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata  dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Ada sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi. Boleh dikatakan bentuk dasar itu berubah total. Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.
Contoh dalam bahasa Inggris:
Go              went
sing­­­­             sang
e)    Pemendekan
            Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan ini disebut kependekan.
Contoh:
lab (utuhnya laboratorium)
hlm (utuhnya halaman)
SD (utuhnya Sekolah Dasar)       
f)     Produktivitas Proses Morfemis
            Produktivitas dalam proses morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukkan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses produktif. Proses inflektif bersifat tertutup.
Contoh:
            Kata Inggris street hanya mempunya dua alternan yaitu street dan jamaknya yaitu streets.
            Adapun contoh yang berhubungan dengan anakon morfologi adalah sebagai berikut:
spielen :bermain
das Spiel : permainan


 BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
            Analisis kontrastif adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2) adalah tercampurnya sistem bahasa pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis kontrastif mencoba mencoba menjembatani kesulitan tersebut dengan mengkontraskan kedua sistem bahasa tersebut untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi. Analisis kontrastif Mikrolinguistik terjadi pada tataran fonologi, morfologi, semantik dan sintaksis.

B. Saran

            Pembahasan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu disarankan agar pembaca mencari informasi dan sumber belajar lain sehingga mampu melengkapi kekurangan yang ada pada makalah ini.

Untuk melihat presentasinya bisa klik di sini.
(Kontributor: Hanifa dan Mulya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa...

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan ...

Cakupan Linguistik Dengan Pendekatan Struktural dan Fungsional

BAB I PENDAHULUAN A.        Dasar Pemikiran Kalau kita mendengar kata linguistik, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kata bahasa, dan memang benar linguistik seperti yang dikatakan oleh Martinet (1987:19) [1] , telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Bahasa adalah objek utama yang dibahas  pada kajian linguistik. Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang menjadai objek kajian sosiologi. Perbandingan ini akan dibahas juga pada pembahasan selanjutnya. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Kata linguistik (yang...