Langsung ke konten utama

Hanifa Hairuli (Analisis Kontrastif Mikrolinguistik Fonologi Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia)


Analisis Kontrastif Mikrolinguistik Fonologi
Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia
Hanifa Hairuli
Universitas Negeri Jakarta
hairulihanifa@gmail.com


Abstrak

Tujuan Penelitian ini adalah untuk membandingkan Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia dilihat dari segi fonologinya terutama dalam pelafalan bunyi huruf pada abjad dan diftong. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka yang ditunjang dengan observasi/pengamatan dan pengalaman peneliti sebagai pembelajar Bahasa Jerman. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu menunjukkan bahwasanya dalam Bahasa Indonesia terdapat 26 abjad dan dalam Bahasa Jerman terdapat 30 abjad. Dari 30 abjad dalam bahasa Jerman, 21 abjad (jika berdiri sendiri) memiliki pelafalan yang sama persis dengan Bahasa Indonesia. Sedangkan untuk diftong, terdapat 3 macam diftong yang sama baik dalam Bahasa Indonesia maupun dalam Bahasa Jerman.
Kata kunci: analisis kontrastif, pelafalan abjad, diftong

Pendahuluan
Analisis kontrastif adalah kegiatan yang mencoba membandingkan struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) dengan tujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. [1] sementara James dalam bukunya Konstrastif Analysis (1980:3) menyebutkan bahwa analisis kontrastif itu merupakan suatu aktifitas linguistik yang bertujuan menghasilkan tipologi dua bahasa dan didasari pada  asumsi bahwa bahasa itu dapat dibandingkan, dengan membandingkan kedua bahasa tersebut yaitu antara B1 dan B2 sehingga kesulitan-kesulitan yang dijumpai di dalam mempelajari bahasa kedua (B2) dapat segera diatasi. Sementara itu analisis konstrastif dipergunakan untuk menunjukkan perbandingan yang sistematik tentang aspek-aspek tertentu antara dua bahasa. Analisis kontrastif berfungsi membuat pengajaran suatu bahasa efisien dan efektif bagi siswa yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda.
Dalam mempelajari bahasa target, persamaan-persamaan yang ada antara B1 dan B2 akan mempermudah proses pembelajaran, sedangkan perbedaan-perbedaan yang ada akan menimbulkan kesulitan bagi pembelajar.
       Prinsip-prinsip umum pada Anakon menurut James (1980:63) ada dua, yaitu (1) pendiskripsian (description) dan (2) perbandingan (comparison) dan langkah-langkah itu dilaksanakan dengan berurutan. Pada pembahasan ini, masalah yang akan dikemukakan adalah terfokus pada tataran mikrolinguistik yaitu khususnya tataran fonologi. Bahasa yang diambil untuk diperbandingkan adalah Bahasa Indonesia sebagai Bahasa pertama (B1) dan Bahasa Jerman sebagai Bahasa kedua (B2).

Metodologi Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan bunyi atau pelafalan huruf dan diftong dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman. Metodologi yang digunakan dalam  penelitian kecil ini adalah studi pustaka dengan mengambil referensi dari buku-buku tentang fonologi dari kedua Bahasa. Tahapan metodologi yang dilakukan adalah sebaga berikut:
(1)  Deskripsi Fonologi (bunyi/lafal huruf ) dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman
(2)  Perbandingan fonologi kedua Bahasa tersebut dari segi pelafalan huruf dan diftong

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pelafalan atau bunyi huruf yang tepat adalah (1) menggunakan bunyi yang benar dalam mengucapkan kata, (2) memberi tekanan pada suku(-suku) kata yang tepat dan, (3) dalam banyak bahasa, memperhatikan diakritik (huruf-huruf tertentu atau lambang tertentu yang menjadi khas dalam satu bahasa.
Diftong adalah gabungan bunyi dalam satu suku kata, yang digabung adalah huruf fokal dengan /w/ atau /y/. Jadi, pada /kalaw/ adalah diftong untuk kata kalau karena gabungan vokal dengan /w/ masih dalam satu suku kata. Akan tetapi pada /mau/ bukanlah diftong karena masing-masing kata termasuk kedalam dua suku kata yang berbeda yaitu /ma-u/.  
Bahasa Indonesia standar mempunyai tiga diftong, yaitu /ay/,/ aw/, dan /oy/. Diftong-diftong tersebut diwakili oleh dua huruf vokal, yaitu ai, au, dan oi.
Begitu pula dengan Bahasa Jerman, terdapat 3 diftong yaitu /ay/, /aw/ dan /oy/ namun diwakili oleh gabungan huruf vocal ei, au dan eu.

Dari penelitian studi pustaka diperoleh hasil perbandingan bunyi pelafalan huruf (abjad) sebagai berikut:
Huruf
Pelafalan
B.Indonesia
B.Jerman
Aa
A
a
Bb
Be
be
Cc
Ce
ce
Dd
De
de
Ee
E
e
Ff
Ef
ef
Gg
Ge
ge
Hh
Ha
ha
Ii
I
i
Jj
Je
yot
Kk
Ka
ka
Ll
El
el
Mm
Em
em
Nn
En
en
Oo
O
o
Pp
Pe
pe
Qq
Qi
ku
Rr
Er
er
Ss
Es
es
Tt
Te
te
Uu
U
u
Vv
Ve
faw
Ww
We
we
Xx
Eks
eks
Yy
Ye
upsilon
Zz
Zet
cet
Ää

A umlaut bentuk mulut huruf a namun bunyi huruf e
Öö

O umlaut bentuk mulut huruf o namun bunyi huruf e
Üü

U umlaut bentuk mulut huruf u namun bunyi huruf i
ß

Eszet

Sedangkan untuk diftong, diperoleh hasil perbandingan sebagai berikut:

Bahasa Indonesia
Bahasa Jerman
Diftong
Contoh kata
Diftong
Contoh kata
/ay/
Santai
Sungai
Balai
/ai/
Hai
Reis
Nein
Drei
/aw/
Harimau
Kerbau
Galau
/aw/
Bau
Blau
Frau
/oy/
Amboi
Asoi
Koboi
/oy/
Neu
Neun
Geräusch

Bahasa Jerman memiliki 26 abjad, ditambah dengan 4 abjad (Ä,Ö,Ü,β). Sebagian besar (21) abjad dalam bahasa Jerman dilafalkan sama dengan abjad dalam bahasa Indonesia. Beberapa huruf mengalami perubahan bunyi saat digunakan dalam sebuah kata. Huruf-huruf itu adalah:
C (terkadang dilafalkan [c] terkadang [k] dan terkadang [s] )
Contoh :  
der Chip [cip] (kepingan pengganti uang pada permainan judi)
das Cafe [kafe] (kedai kopi)
der Chef {sef] (koki)
          J (dilafalkan menjadi [y] )
Contoh:          
der Januar [yanuar] (bulan Januari)
Namun pada kata yang diserap dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris pelafalannya bisa menjadi [J] seperti pada kata Jeans [Jins]
Q (dilafalkan menjadi [kv] )
Contoh:          
die Qulle {kvuelle] (sumber)
V (dilafalkan menjadi [f] )
Contoh:          
der Volkswagen [folkswagen] (mobil rakyat, merek mobil)
viel [fiel] (banyak)
brav [braf] (patuh, pemberani)
W (dilafalkan menjadi [v] )
Contoh:          
weil [veil] (karena)
Catatan: walaupun berdasarkan teori hufuf {W} dilafalkan [v] dalam penggunaannya pada sebuah kata, tetapi di Indonesia huruf ini lebih sering dilafalkan menjadi [W].
Contoh: der Wagen (kereta, kendaraan, mobil)
Dilafalkan menjadi [wagen] bukanya [vagen]
Kesalahan pelafalan ini kemungkinan dilakukan karena orang Indonesia agak kesulitan melafalkan [v] dan juga untuk memperjelas pengucapan agar lawan bicara lebih mudah menangkap ucapan si pembicara.
Z (dilafalkan menjadi [ts] )
Contoh:          
das Zimmer [tsimmer] (kamar)

Abjad tambahan (Ä,Ö,Ü,β)
Ä (dilafalkan menjadi [e] pendek seperti pada kata tenis)
Contoh:  kräftig [kreftikh]
(Dilafalkan menjadi [e] panjang)
Contoh:  Rumänien [Rumenien] (Rumania)

Ö dilafalkan seperti huruf E tetapi dengan bibir yang dibulatkan seperti saat ingin mengucapkan huruf O. Jika diucapkan panjang lambang bunyinya adalah [ö:] dan [ö] jika diucapkan pendek.
Contoh:          
hören [hören] (mendengarkan)
böse [bö:se] (jahat)

Ü dilafalkan seperti huruf I tetapi dengan mulut yang dibulatkan seperti saat ingin mengucapkan huruf U. Jika diucapkan panjang lambang bunyinya adalah [ü:] dan [ü] jika diucapkan pendek.
Contoh:          
die Tür [tü:r] (pintu)
müssen [müsen] (harus)

β dilafalkan menjadi [s]. β digunakan setelah huruf vokal pendek. Setelah huruf vokal panjang dipakai ss.
Contoh:
die Füβe [fü:se] (kaki <jamak>)
die flüsse [flues] (sungai <jamak>)

Kesimpulan
Tidak ada kaidah pelafalan baku yang berlaku bagi semua bahasa. Banyak bahasa ditulis dalam bentuk huruf yang disusun berdasarkan abjad. Selain abjad Latin, terdapat juga jenis-jenis abjad lain seperti Arab, Cyrillic, Yunani, dan Ibrani. Bahasa tulisan Cina tidak menggunakan abjad, tetapi menggunakan huruf yang bisa terdiri dari sejumlah elemen. Huruf-huruf ini biasanya melambangkan satu kata atau bagian dari satu kata. Meskipun bahasa Jepang dan Korea menyerap unsur-unsur bahasa Cina, huruf-huruf serapan tersebut boleh jadi telah berbeda cara pelafalannya dan sudah berubah maknanya. Begitu pula dengan Bahasa Eropa dimana salah satunya adalah Bahasa Jerman. Ada 4 buah diakritik yang terdapat dalam Bahasa Jerman. Dengan membandingkan dua buah Bahasa kita dapat memperdalam ilmu dan menambah wawasan terhadap kedua Bahasa tersebut. Analisis kontrastif merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam membandingkan dua Bahasa atau lebih baik dari sudut fonologi maupun sintaksisnya. Bahasa Indonesia yang berada dalam benua Asia ternyata memiliki persamaan bunyi huruf di sebagian besar abjadnya dengan Bahasa Jerman yang digunakan di benua Eropa. Persamaan juga terjadi pada penggabungan dua vokal dalam satu  kata yang disebut diftong.

Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowodjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M, Moeliono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Féry, Caroline. 2004. Phonologie des Deutschen – Eine optimalitätstheoretische Einführung. Potsdam
Hirschfeld, Ursula dan Kerstin Reinke. 2002. Phonetik Simsalabim – Ein Übungkurs für Deutschlehrende. Berlin und München: Langendscheidt.
Meibauer, Jörg. 2007. Einführung in die germanistische Linguistik. Stuttgart – Weimar: Verlag J. B. Metzler.
Pelz, Heidrun. 1984. Linguistik für Anfänger. Hamburg: Hoffman und Campe.
Nagy, Viktor. 2004. Phonetik im Fremdspracheunterricht. Debrechen: Kossuth Egyetemi Kiado.

Paanen, Anna Leena. 2010. Deutsch Besser Aussprache – Phonetik Interaktiv von Langendscheidt aus der Perspektive Finnischer DaF Lerner. Magisterarbeit. Universität Jyväskyla. Institut für moderne und klassische Sprachen. Deutsche Sprache und Kultur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa...

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan ...

Cakupan Linguistik Dengan Pendekatan Struktural dan Fungsional

BAB I PENDAHULUAN A.        Dasar Pemikiran Kalau kita mendengar kata linguistik, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kata bahasa, dan memang benar linguistik seperti yang dikatakan oleh Martinet (1987:19) [1] , telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Bahasa adalah objek utama yang dibahas  pada kajian linguistik. Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang menjadai objek kajian sosiologi. Perbandingan ini akan dibahas juga pada pembahasan selanjutnya. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Kata linguistik (yang...