Langsung ke konten utama

Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif

Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.
Dr. Herlina, M.Pd.



Disusun Oleh :
Delia Paramita 7316167149
Regina Nifmaskossu 7316167561
Deden Fahmi 7316167158


Program Studi Pendidikan Bahasa
Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2017


BAB I PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Masalah
Kebiasaan berbahasa ibu sebagai bahasa pertama dapat mempengaruhi proses belajar mengajar bahasa asing sebagai bahasa kedua. Pengetahuan bahasa pertama yang telah dimiliki oleh seseorang yang sedang mempelajari bahasa asing akan ditransfer kepada bahasa yang sedang dipelajarinya. Semua gejala bahasa yang mirip, baik dalam bentuk, arti maupun distribusinya diduga akan mempercepat proses belajar, sedangkan gejala bahasa yang berbeda diduga akan dapat menghambat proses belajar bahasa asing. Lado mengemukakan bahwa pola-pola yang mirip diasumsikan mudah untuk dipelajari dari pada pola-pola yang berbeda.
Untuk menemukan dan menggambarkan problem yang dihadapi oleh para pembelajar bahasa asing dapat diadakan perbandingan di antara kedua bahasa itu, sehingga akhirnya dapat membuat suatu diagnosis (ramalan) terhadap kemungkinan kesukaran para pembelajar secara tepat kemudian dapat menerka dan menggambarkan pola-pola yang akan menyebabkan kesukaran. Adapun perbandingan di antara kedua bahasa tersebut dinamakan Analisis Kontrastif.
Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua, terutama dalam membaca maupun membuat sebuah kalimat, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan. Hal itu terjadi akibat siswa menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam bahasa pertama. Dalam hal ini, siswa menggunakan sejumlah unsur dan tata bahasa dalam bahasa pertama untuk kegiatan dalam bahasa kedua.Akibat unsur-unsur kebahasaan itu tidak terdapat dalam bahasa pertama sedangkan siswa pada saat menggunakan bahasa kedua dituntut untuk menggunakan unsur itu, maka mengakibatkan kesalahan dan kesulitan dalam berbahasa. Hal semacam ini sangat perlu diselesaikan dengan sebuah solusi.Salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan siswa akibat pengaruh unsur-unsur kebahasaan itu adalah dengan melakukan sebuah analisis kontrastif. Pada pembahasan kali ini, kami akan memaparkan mengenai implikasi anakon pada pembelajaran.



1.2   Rumusan Masalah
1.      Apa Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif?
2.      Bagaimana langkah-langkah anakon sebagai pemridiksi kesalahan?
3.      Bagiamana metodologi Analisis Kontrastif dalam Pedogogis? 
1.3   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui implikasi pedagogis analisis kontrastif.
2.      Untuk mengetahui langkah-langkah anakon sebagai pemrediksi kesalahan.
3.      Untuk mengetahui metodologi analisis kontrastif dalam pedagogis.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif  
Apabila kita mengikuti  sejarah perkembangan  anakon maka  di dapati kita menemukan , beberapa hal yang menarik. Kelahiran anakon disebabkan  oleh tuntutan  keadaan pengajran B2 yang belum  memuaskan. Pada saat ini  anakon di sambut  dengan penuh harapan  sebagai obat mujarab yang dapat mengatasi  berbagai masalah  pengajaran B2.
            Anakon memberikan sumbangan  berarti bagi pengajran B2? Wldemar Marton (1985)  menjawab dengan tugas dari tanda bahwa  tidak benar tidak  ada sumbangan   anakon bagi  pangajaran B2. Pernyataan para penentang  anakon itu tidak benar , karena berdasar pada beberapa kesalahpahaman  saja.  Kesalahpahaman itu  terlihat antara  lain pada empat segi yaitu :
1.      Materi pengajaran
2.      Produk anakon
3.      Fungsi faktor  nonstructural
4.       Hubungan anakon dan anakes( Fisiak 1985 : 160-2 )
Anakon menyarankan agar penyusunan   bahan pengajaran  B2 yang di pelajrari siswa. Pengikut anakes menaksirkan hal ini sebagai pengajaran  b2 yang bersifat fragmentaris belaka. Penafsiran tersebut benar-benar tidak kena karena keseluruhan system b2 tetap di ajarkan, sekalipun penekanannya diletakan pada system kedua bahasa yang berbeda.
Produk kerja anakon di anggap terlalu kompleks dan renik  sehingga hanya dapat dipahami oleh para pakar linguisti saja. Hasil itu  juga tidak siap pakai. Pendukung anakon menangkis  anggapan ini. Memang  perlu dibedakan antara tata bahasa  ilmuah memang harus  terperinci dan mungkin  tidak siap pakai. Tata bahasa pedagogis  harus sederhana , mudah di pahami  dan digunakan oleh para siswa  dan guru bahasa sayangnya , tata bahasa  pedagogis  baru dapat disusun  apabila  tata bahasa  ilmiahnya sudah tersusn oleh tenaga  yang kompeten, yang memerlukan waktu relative lama. Selagi persyaratan ini belum  terenuhi  maka tata  bahasa pedagogis  belum dapat di susun.
Kesalahpahaman lainya berkenaan dengan pandangan penting kedudukan faktor nonstruktur dalam pengajaran bahasa. Para pendukung anakes  sangat menekankan pada faktor nonstruktur , sedangkan  para pendukung anakon  sangat menekankan  pada faktor  struktur , sedangkan para pendukung  anakon sangat  menenkankan pada faktor struktur sekalipun  faktor nonstruktur yang penting juga  pada pengajaran bahasa. Faktor struktur bahasalah yang  menyebabkan kesulitan belajar bahasa,
Ada berbagai kritik , pandangan dan dukungan tyang diarahkan kepada anakon, membuat para pendukung  anakon lebih  mawas diri.  Mereka tetap yakin bahwa anakon dapat bermanfaat  abgi pengajaran B2. Mereka juga  menyadari  bahwa ada  beberapa kelemahan  dan konsepe anakon.
Dala situasi yang seperti itu muncullah Marton (1974) dengan tulisanya yang berjudul ‘ some remarks on the pedagogical uses of contrastive studies’ dengan  hipotesisnya yang kira-kira berbunyi ‘ anakon mempunyai nilai pedagogis yang tinggi bagi pengajaran bahasa di kelas, sebagai teknik penyajian materi bahasa dan sebagai cirri utama pengajaran bahasa’, hipotesisi ini di buktiknya melalui  tiga cara , yakni :
a.        Memperlihatkan bahawa hipotesis  ini tidak bertentanagn dengan psikologi belajar dan psikolinguistik
b.      Hipotesis ini di tunjang oleh berbagai penemuan dalam psikologi belajar dan psikolinguistik
c.       Menunjukan bahwa  poernyataan  yang menentang hipotesis itu tidak abash di pandang dari sudut – pandang ilmu modern.
Masalah utama yang sedang mendatangkan kebingungun  dalam pengajaran bahasa ialah menegani metode pengajaran. Sebenarnya hal itu tidak  akan terjadi  apabila di ketahui   bahwa  dalam pengajaran  b2, yang memilki cirri khas, di jumpai pula prinp umum yang berlaku  pembentukan , pemerolehan keterampilan, pemerolehan kebiasaan  dan mekanisme, ingatan . pendapat ini berpengaruh  kuat dalam PB2 ini tidak  dapat dihilangkan dari proses belajar mengajar B2. Suasana belajar B2 , menurut  pandangan psikologi , dapat berlangsung dalam suasana, yaitu;
1.      Suasana kelas biasa
2.      Suasana seperti negeri asal bahasa tessebut
Pengajaran  bahasa seperti ini  di negeri asala memberikan kesempatan untuk mengamati dan menguji hipotesis n seseorang . dalam  situasi seperti ini pun di sangsikan kebiasaan  berbahasa terbentuk  secara oto;matis. Pada kelas biasa , persoalan  utama adalah  adalah penegnalan  berbagai cirri bahasa yang sedang di pelajari. Pengunaan  bahasa  inter kelas  dan antar kelas  itu  menyebabkan masalah  hambatan-hambatan retroaktif semakin  bertambah.
            Ada dua  sikap yang dapat di tempuh dalam menghadapi masalah transfer kebiasan itu. pertama, dengan cara melawan , menghilangkan atau mengabaikan transfer kebiasan itu. kedua, dengan cara  kerja  sama dan memanfaatkan transfer kebiasaan itu. cara kedua  itulah  yang di tempuh anakon. Ganguan dan kekuatan  interferensi   bahasa sudah  di buktikan  oleh sejumalah  fakta dan pengajaran B2  stimulus yang berasal  dari tugas  utama selama pengajaran berlangsung  dari aktivitas memang hampir sama , namun  menuntut  response yang berbeda , response yang berkaitan  dengan tugas  utama berupa alih kode  dalam B1 siswa, sekali lagi di buktikan  bahwa masalah  utama  dalam kelas  PB2.  Adalah  pengekspresian  makna  dalam  B1 dan B2 , jadi  kelas menuntut  alih kode  yang berbeda . hal ini jelas  mendatangkan  kebingungan , sejalan  dengan  ‘pernyataan  yang  berbunyi ‘ kebingungan terjadi  bila siswa   di tuntut bertingkah laku yang berbeda dalam  situasi yang sama ‘ (Borger dan Scaborne 1966 : 56).
            Berdasarkan  kaitan pengunaan bahasa pengantar dalam pengajaran B2, kita mengenal dua  istilah , pertama, ‘ penataan terpadu ‘ dimana bahasa ibu  siswa digunakan sebagai bahasa pengantar pembantu disamping B2. Penataan terpadu ini , walaupun di tolak  oleh para penentang  anakon , digunakan oleh anakon. Alasan penggunaanya ialah karena banyak  bukti menunjukan keberhasilanya. Tercatat percobaan yang dilakukan oleh Limbert , Gardener , Barik, dan Tunstall menunjukan  hasil demikian. ‘ dalam kursus  bahasa intesif  dengan  metode langsung , pemisahan fungsi  B1 dan B2 sepanjang kursus  hasilnya tidak  sebaik hasil belajar yang mengunakan  perangkat semantik B2. Yakni interaksi B1  dan B2 ‘ (Lambert  1967 ). Kedua  penataan koordinatif , dimana  B1 tidak dipakai  sama sekali  dalam pengjaran B2 . pengajaran B2 langsung dengan  bahasa pengantar.
            Dari uraian diatas dapatlah  kita simpulkam  bahwa anakon  dapat berperan  banyak dalam  pengajaran B2. Hal-hal yang perlu dilakukan  anakon.  Yang jelas  atau landasan  yang di gunakan  oleh  sebagai berikut.
1.      Peyusunan materi pengajaran yang di dasarkan  kepada butir-butir   berbeda antara  B1 siswa dan B2 yang sedang di pelajari
2.      Penyusunan tata bahasa pedagogis  yang di dasarkan  kepada teori  linguisti yangbdi gunakan
3.      Penataan kelas secara terpadu dimana B1 di gunakan  sebagai pembbantu  dalam pengajaran B2
4.      Penyajian materi pengajaran secara langsung
a.       Menunjukan persamaan  dan perbedaan  B1 dan B2
b.      Menunjukn butir-butir  B1  yang mungkin mendatangkan  kesalahan  dalam B2
c.       Menganjurkan cara-cara mengatasi interferensi
d.      Memberikan latihan  intensif  pada butir-butir  yang berbeda.

2.2   Anakon Sebagai Pemrediksi Kesalahan
Situasi pengajaran  B2 pada saat ini sangat jahu berbeda dari  situasi pada awal  kelahiran anakon dulu. Bila situasi saat kelahiran anakon kita namai’ situasi tradisional ‘ maka situasi pengajaran B2 dewasa in dapat disebut sevagai situasi modern’. Perbedaan antara  kedua situasi terlihat dalam beberapa segi. Misalnya bahasa inggris  dirumuskan  sebagai bahasa ibu siswa, sedangkan B2 adalah salah satu  bahasa eropa lainya. Juga bahasa ibu para pengajar  pada situasi  tradisional tersebut adalah bahasa inggris. Oleh  karena itu , tidaklah mengherankan apabila hasil studi anakon kebanyakan merupakan perbandingan bahasa inggris dengan bahasa eropa lainya(seperti jerman, spanyol, italia, perancis).
      Anakon lahir dalam situasi pengajaran B2 kurang mengembirakan. Kelahiran anakon di sambut hanya oleh para pendukungnya anakon di harapkan dapat mengatasi pelbagai maslaah pengajaran B2, misalnya dalam penyusunan bahan pengajaran , perencanaan pengajaran bahasa , peyusunan tata bahasa pedagogis , metedologi pengajaran , dan penataan  kelas B2 . harapan itu tidaklah berkelebihan dan masih  relevan dengan langkah-langkah anakon seperti :
1.      membandingkan B1 siawa dengan B2 yang di pelajarinya
2.      memprediksi butir- butir bahasa penyebab kesulitan dan kesalahan siswa
3.      memberi perhatian khusus dalam pengajaran bahasa
4.      menyampaikan bahan pengajaran dengan teknik yang tepat intensif (misalnya pengulangan , latihan runtuh, dan pendekatan ).
Dalam perkembanganya , ternyata anakon tidak dapat  memenuhi harapan tersebut, jahu panggang dari api’ akibatnya para  pendukung anakon meras kecewa dan pesimis. Kaum penentang anakon semakin gencar melancarkan  kritiknya. Kritik itu berpasal  dari linguistik  yang  digunakan serta  aplikasi pedagogis  anakon. Salah  satu kesimpulan yang mengejutkan  yang di buat oleh  para penentang  ialah bahwa anakon  tidak memberikan kontribusi  apa-apa bagi  pengajaran B2 atau pengajaran  bahasa asing. Tentu saja pernyataan yang  yang sangat ekstrem ini tidak dapat  di terima  oleh pendukung  anakon.
Howard Jakson (1985) mencoba membuktikan pernyataan  di atas dengan mengetengahkan kasus pengajaran bahasa inggris  sebagai bahasa kedua  di Punjabi – india . menurut beliau paling sedikit ada empat system  bahasa Punjabi yang menginterfernsikan pemakain  bahasa  inggris para siswa, yaitu:
1.      system posesif            : dalam bahasa  inggris, kontruksi posesif dilakukan
dengan  dua    cara yaitu  dengan membubuhkan ‘S’ di akhir kata benda. Dan    dengan menambahkan  of di depan kata benda. Dalam bahasa  Punjabi, kontrusksi  posesif ahnya  satu, yaitu di depan  kata benda, jadi mirip dengan pengunaan of dalam  bahasa inggris. Oleh karena itu, para siswa  Punjabi sering  berbuat kesalahan seperti :
v  there is  a shoe of a pair
v  his band of the  fingers
yang seharusnya there is a apir of shoes
v  there is a pair of shoes
v  the fingers of his hand
2.      bentuk Tanya    : kalimat Tanya bahasa inggris dapat di bentuk dengan da
cara . cara pertama ialah dengan jalan  memindahkan kata benda  verba mendahului subjek (bila tidak  mempunyai kata bantu, disisipkan kata bantu’ do’ cara kedua ialah dengan ‘wh-question’. Bahasa Punjabi tidak mengenal kedua cara tersebut. kalimat  Tanya bahasa  Punjabi di adakan tanpa inverse dan perubahan susunan kata. Oleh karena itu , para siswa Punjabi sering berbuat kesalahan inggris seperti :
v  you can run?
v  You know him ?
v  What this is ?
v  How do this ?
Yang seharusnya
v  Can you run ?
v  Do you know him ?
v  What is this ?
v  How do I do this ?
Perbedaan system kontruksi kalimat tanya  ini pun di ramalkan sebagai daerah yang potensial   mendatangkan interfernsi B1 terhadap pengunaan bahasa inggris para siswa.
3.      Bentuk kala (tenses ) :  bahasa inggris sama dengan  simple
present  tense dalam bahasa Punjabi, bentuk      present  tense bagai orang yang ketiga  juga berbeda dalam kedua bahasa  itu. para siswa Punjabi yang belajar  bahasa inggris  sering membuat kesalahan seperti :
v  He is  eat  the dinner
v  He clean his face
Yang seharusnya
v  He is  eating the dinner
v  He cleans his face
4.      Kata ganti :     Bahasa Punjabi tidak mengenal kata ganti  orang ketiga      
tunggal  seperti he , she, it,  dalam bahasa inggris . siswa Punjabi , dalam berbahasa inggris  sering  berbuat kesalahn seperti :
v  It’s not black
v  He’s got the  same noses
Yang seharusnya
v  They’re not black
v  They ‘re got the same noses
Perbedaan  system kala  dan kata ganti di prediksi sebagai dua  daerah potensial menjadi sumber  interferensi bahasa Punjabi terhadap bahasa inggris
Melalaui keempat contoh diatas  dapatlah di tarik kesimpulan  bahwa anakon dapat memprediksi daerah atau butir tertentu  dari suatu bahasa yang potensial  mendatangkan  interferensi  bagai B2  yang sedang si pelajari.
Hal yang sama barangkali dapat terjadi dalam pengajaran bahasa inggris  sebagai B2 di indonesia . sebagai contoh , marilah  kita perhatikan butir-butir berikut.
1.      Fonem g dan x di akhir kata : Umumnya siswa indonesia sukar    menyembunyikan
bunyi (g) dan (ks) di akhir kata , sedangkan dalam bahasa inggris  keduan bunyi itu sangat produktif  di akhir kata . oleh karena itu , tidaklah mengherankan apabila siswa indonesia yang belajar bahasa inggris membuat kesalahan speeti:
v  (bik )
v  (taeek)
Yang seharusnya
v  (Big) ‘ big’  (besar )
v  (taeeks)  ‘ tax “  (pajak )
2.      Susunan kata     : umumnya susunan kata dalam bahasa indonesia  mengkikuti
hokum  DM. sedangkan  bahasa inggris MD. Oleh karena itu, tidak  , tidak jarang kita mempunyai  siswa indonesia  yang belajar bahasa inggris membuat kesalahan seperti :
v  House big
v  Friend girld
v  Hair long
v  Water water
Yang seharusnya
v  Big house
v  Girl friend
v  Long hair
v  Hot water
3.      Predikat kalimat      :predikat kalimat bahasa indonesia  dapat berupa  nomina,
verba, adjektiva, sedangkan predikat kalimata bahasa inggirs selalu berupa  verba bila  bukan verba maka harus  di tambahakan  kata kerja bantu’ to be’ akibata perbedaan ini , para siswa indonesia  yang belajar  bahasa inggris  serinmg membuat  keslaahn sperti :
v  He rich
v  You wrong
v  She beautiful
Yang seharusnya
v  He  is rich
v  You are wrong
v  She is beautiful
Kata kerja yang berfungsi sebagai redikat dalam bahasa inggris untuk orang ketiga tunggal selalu di bubuhi ‘s’,sedangkan dalam bahasa  indonesia kata kerja  tersebut sama saja  untuk  setiap kata ganti (pertama, kedua,  ketiga, tungal dan jamak). Akibata perbedaan ini  maka siswa  indonesia sering  membuat keslaahn seperti :
v  He read  kompas every morning
v  The sun  rise in the east and set in the west
Yang seharusya
v  He reads kompas every morning
v  The sun rises  in the  east  and  sets in the west.
4.      Kata atau tenses     :  bahasa indonesia tidak mengenal tenses seperti yang
terdapat dalam bahasa inggris . perbedaan  ini sering  menyulitkan  para siswa indonesia  yang belajar bahasa  inggris. Keslaahan yang  sering mereka perbuat antara lain seperti :
v  He is  on the chair
v  Amin go to  bbali last week
Yang seharusnya
v  He is sitting on the chair
v  Amin went to bali last week
5.      Kalimat Tanya     : kalimat Tanya bahasa indonesia berbeda dengan kalimat Tanya
bahasa inggris , kadang-kadang perbedaan itu  sangat besar.
Perbedaan ini jelas menyebankan kesulitan belajar bagi para siswa indonesia yang belajar bahasa inggris. Beberapa kesalalhn yang sering di buat oleh siswa indonesia, adalah
v  I may go with you?
v  He lazy ?
Yang seharusnya
v  May I  go with you ?
v  Is he lazy ?

2.3   Metedologi Analisis Kontrastif
Anakon memiliki dua aspek , yakni aspek linguistik  dan aspek psikologi. Aspek linguistik  berkaitan dengan masalah perbandingan  dua bahasa. Dalam hal ini  tersirat dua penting : apa yang akan  di perbandingkan, dan bagaimana cara memperbandingkan. Aspek psikologis  anakon menyangkut  kesukaran belajar , cara menyusun  bahan  pengajaran, dan cara menyampaikan bahan pelajaran.
Apabila kita ingin mengetahui perbedaan antara dua bahasa , maka  satu syarat harus dipenuhi  terlebih dahulu , tersedianya deskripsi atau pemberian kedua bahasa tersebut. deskripsi itu  diperoleh melalui perbandingan yang akurat dan eksplisit.
Tataran linguistik  yang di garap oleh pengikut anakon belum merata. Bidang fonologi paling banyak di perbandingkan, dengan alasan bahwa peranan aksen bahasa ibu sangat besar terhadap B2. Setelah bidang fonolgi menyusul bidang sintaksis. Bidang kosakat kurang mendapat perhatian . semestara itu Robert Lado menganjurkan telaah mengenai  perbandingan kebudayaan , karena hal itu menunjang pengajaran B2 . Melalui  perbandingan antara dua bahasa banyak hal yang dapat di ungkapkan . beberapa di antara kemungkinan itu adalah.
1.      Tiada perbedaan : struktur atau system aspek tertentu dalam kedua  bahasa tidak  ada sama  seklai ( konsonan/I, M, N/ di ucapkan  sama dalam  bahasa indonesia  dan bahasa inggris
2.      Fenomena konvergen ; dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2 (indonesia padi, beras, nasi menjadi inggris rice)..
3.      Butir atau system tertentu dalam B1 tidak terdapat , tidak ada dalam B2 . misalnya , system penjamakan  dengan penanda –s/-es dalam bahasa inggris  tidak ada dalam bahasa indonesia , sebaliknya system penjamakan  dengan pengulangan  kata dalam  bahasa indonesia  (rumah-rumah, daun-daun, ikan-ikan) tidak ada dalam bahasa inggris
4.      Beda distribusi : butir tertentu dalam B1 berbeda distribusi  dengan butir yang sama  dalam B2 . misalnya fonem /ß/ dalam bahasa indonesia  menduduki  posisi awal , tengah , dan akhir kata, sedangkan dalam bahasa inggris  hanya menduduki  posisi tengah  dan akhir kata.
5.      Tiada persamaan : butir tertentu  dalam B1  tidak memilki persamaan dalam B2 . misalnya predikat  kata sifat  dalam bahasa indonesia  tidak terdapat  dalam bahasa inggris misalnya dia kaya (indonesia) menjadi : he is rich .(inggris).
6.      Fenomena divergen : satu butir tertentu  dalam B1  menjadi dua butir  dalam B2 . misalnya , kata  we (inggris) dapat  menjadi kita atau kami dalam  bahasa indonesia.
Perbedaan B1 siswa dengan B2  yang sedang atau akan di pelajarinya  dapat diindentifikasi melalui perbandingan . perbedaan ini  menimbulkan kesulitan belajar. Indentifikasi berkaitan dengan linguistik  , sedangkan kesulitan belajar  menyangkut pertimbangan psikologis. Seandainya hasil perbandingan diatas urutkan menurtu jenjang kesulitan belajar  yang di timbulkan  oleh perbedaan itu, maka tergambarlah  bagaiman hubungan antara  linguistik  dan  aspek psikologi  analisis kontrastif atau anakon.
Dalam segi anakon ada segi yang dapat membedakanya antara lain: yaitu 1. Kesamaan struktur, 2. Kesamaan terjemahan, kesamaan struktur  dan kesamaan terjemahan (
Dalam bidang kesastraan , kesamaan terjemahan banyak di gunakan  walaupun dalam ukuran yang tidak ketat. Menurut Hariss ( 1969) suatu kalimat tertentu dalam bahasa A mempunyai  hanya satu  terjemahan yang unik dalam bahasa A mempunyai satu  terjemahan  yang unik dalam  bahasa B.  dia menganjurkan  penyusunan tata bahasa  transfer  berdasarkan perbedaan  tata bahasa  yang bersifat minimal . ada pakar yang berbeda  pendapat dengan Harris . Levenson (1965) menyatakan bahwa  ada berbagai  kemungkinan  kesamaan terjemahan , oleh karena itu sangat terasa  perlunya  menyusun paradigma terjemahan . misalnya pencacahan berbagai konfigurasi struktur sehingga  setiap butir  dapat di terjemahkan dengan spesifikasi pembatasan konteks  yang mengatur  setiap kesamaan
Bila dibandingkan dengan spek linguistik   dalam anakon  maka dapat dikatakan  bahwa aspek psikologis  kurang mendapat perhatian . aspek psikologis I I kurang dikembangkan . hal ini pulalah yang menjadi salah satu kelemahan anakon. Akibatnya pembicaraan  mengenai metedologi anakon  dari sudut pandang  aspek psikologi  juga tidak begitu mendalam. Perbedaan B1 dengan B2 yang akan dipelajari siswa  menimbulkan kesulitan belajar . kesulitan belajar ini di susun  secara urut menurut  jenjang kesulitanya. Kemudian di susunlah  bahan pengajaran bahasa  berdasarkan kesulitan bagian tersebut. bahan inilah yang di ajarkan para siswa . pengenalan bahan  pengajaran lebih memungkinkan  saang guru memilih  cara penyampain yang paling tepat. Untuk menumbuhkan kebiasaan  ber-B2 digunakan dengan cara peniruan, latihan dan penguatan . peniruan  biasanya di lakukan  dalam pelafalan   fonem, kata atau kalimat . latihan runtun atau drill biasanya  di laksanakan  dalam pola-pola kalimat, sedangkan penguatan dapat  dalam bentuk hadiah (pujian)  atau hukuman ( teguran) . hal ini dapat kita simpulkan sebagai pendekatan stimulus respon.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari uraian di atas dapatlah  kita simpulkam  bahwa anakon  dapat berperan  banyak dalam  pengajaran B2. Hal-hal yang perlu dilakukan  anakon.  Yang jelas  atau landasan  yang di gunakan  oleh  sebagai berikut:
1.      Peyusunan materi pengajaran yang di dasarkan  kepada butir-butir   berbeda antara  B1 siswa dan B2 yang sedang di pelajari
2.      Penyusunan tata bahasa pedagogis  yang di dasarkan  kepada teori  linguisti yangbdi gunakan
3.      Penataan kelas secara terpadu dimana B1 di gunakan  sebagai pembbantu  dalam pengajaran B2
4.      Penyajian materi pengajaran secara langsung.
Selain penjelasan di atas implikasi anakon dalam pembelajaran adalah sebagai pemrediksi kesallaha. Dengan memahami analisi kontrastif maka guru dapat memprediksi kesalahan pada siswa. Oleh karena itu, guru dapat menyusun bahan ajar dari yang termudah yaitu dimulai dari materi yang memilki kesamaan dengan B1 kemudian baru beralih ke materi yang lebih sulit.
3.2 Saran
Sebagai seorang pendidik, terutama sebagai pengajar B2 atau bahasa asing sudah seharusnya mulai memahami analisis kontrastif antara B1 dengan B2 untuk memudahkan guru menyusun bahan ajar.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar penyusunan makalah berikutnya lebih baik lagi.


Daftar Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: 
Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis Berbahasa
Bandung: Angkasa.

Untuk melihat video presentasinya, bisa klik di sini


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan tidak langsung besar dan pandai, sewaktu kita kecil tentunya akan beranggapan bahwa

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa-bahasa d