Implikasi
Pedagogis Analisis Kontrastif
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Aceng Rahmat, M.Pd.
Dr. Herlina, M.Pd.
Disusun Oleh :
Delia Paramita 7316167149
Regina Nifmaskossu 7316167561
Deden Fahmi 7316167158
Program Studi Pendidikan Bahasa
Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
2017
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Kebiasaan
berbahasa ibu sebagai bahasa pertama dapat mempengaruhi proses belajar mengajar
bahasa asing sebagai bahasa kedua. Pengetahuan bahasa pertama yang telah
dimiliki oleh seseorang yang sedang mempelajari bahasa asing akan ditransfer
kepada bahasa yang sedang dipelajarinya. Semua gejala bahasa yang mirip, baik
dalam bentuk, arti maupun distribusinya diduga akan mempercepat proses belajar,
sedangkan gejala bahasa yang berbeda diduga akan dapat menghambat proses
belajar bahasa asing. Lado mengemukakan bahwa pola-pola yang mirip diasumsikan
mudah untuk dipelajari dari pada pola-pola yang berbeda.
Untuk
menemukan dan menggambarkan problem yang dihadapi oleh para pembelajar bahasa
asing dapat diadakan perbandingan di antara kedua bahasa itu, sehingga akhirnya
dapat membuat suatu diagnosis (ramalan) terhadap kemungkinan kesukaran para
pembelajar secara tepat kemudian dapat menerka dan menggambarkan pola-pola yang
akan menyebabkan kesukaran. Adapun perbandingan di antara kedua bahasa tersebut
dinamakan Analisis Kontrastif.
Dalam
pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua, terutama dalam membaca maupun
membuat sebuah kalimat, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan. Hal
itu terjadi akibat siswa menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam bahasa
pertama. Dalam hal ini, siswa menggunakan sejumlah unsur dan tata bahasa dalam
bahasa pertama untuk kegiatan dalam bahasa kedua.Akibat unsur-unsur kebahasaan
itu tidak terdapat dalam bahasa pertama sedangkan siswa pada saat menggunakan
bahasa kedua dituntut untuk menggunakan unsur itu, maka mengakibatkan kesalahan
dan kesulitan dalam berbahasa. Hal semacam ini sangat perlu diselesaikan dengan
sebuah solusi.Salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan siswa
akibat pengaruh unsur-unsur kebahasaan itu adalah dengan melakukan sebuah
analisis kontrastif. Pada pembahasan kali ini, kami akan memaparkan mengenai
implikasi anakon pada pembelajaran.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif?
2. Bagaimana
langkah-langkah anakon sebagai pemridiksi kesalahan?
3. Bagiamana
metodologi Analisis Kontrastif dalam Pedogogis?
1.3
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui implikasi pedagogis analisis kontrastif.
2. Untuk
mengetahui langkah-langkah anakon sebagai pemrediksi kesalahan.
3. Untuk
mengetahui metodologi analisis kontrastif dalam pedagogis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif
Apabila
kita mengikuti sejarah perkembangan anakon maka
di dapati kita menemukan , beberapa hal yang menarik. Kelahiran anakon
disebabkan oleh tuntutan keadaan pengajran B2 yang belum memuaskan. Pada saat ini anakon di sambut dengan penuh harapan sebagai obat mujarab yang dapat
mengatasi berbagai masalah pengajaran B2.
Anakon memberikan sumbangan berarti bagi pengajran B2? Wldemar Marton
(1985) menjawab dengan tugas dari tanda
bahwa tidak benar tidak ada sumbangan anakon bagi
pangajaran B2. Pernyataan para penentang
anakon itu tidak benar , karena berdasar pada beberapa
kesalahpahaman saja. Kesalahpahaman itu terlihat antara lain pada empat segi yaitu :
1. Materi
pengajaran
2. Produk
anakon
3. Fungsi
faktor nonstructural
4. Hubungan anakon dan anakes( Fisiak 1985 :
160-2 )
Anakon menyarankan agar penyusunan bahan pengajaran B2 yang di pelajrari siswa. Pengikut anakes
menaksirkan hal ini sebagai pengajaran b2
yang bersifat fragmentaris belaka. Penafsiran tersebut benar-benar tidak kena
karena keseluruhan system b2 tetap di ajarkan, sekalipun penekanannya diletakan
pada system kedua bahasa yang berbeda.
Produk kerja anakon di anggap terlalu
kompleks dan renik sehingga hanya dapat
dipahami oleh para pakar linguisti saja. Hasil itu juga tidak siap pakai. Pendukung anakon
menangkis anggapan ini. Memang perlu dibedakan antara tata bahasa ilmuah memang harus terperinci dan mungkin tidak siap pakai. Tata bahasa pedagogis harus sederhana , mudah di pahami dan digunakan oleh para siswa dan guru bahasa sayangnya , tata bahasa pedagogis
baru dapat disusun apabila tata bahasa
ilmiahnya sudah tersusn oleh tenaga
yang kompeten, yang memerlukan waktu relative lama. Selagi persyaratan
ini belum terenuhi maka tata
bahasa pedagogis belum dapat di
susun.
Kesalahpahaman lainya berkenaan dengan
pandangan penting kedudukan faktor nonstruktur dalam pengajaran bahasa. Para
pendukung anakes sangat menekankan pada
faktor nonstruktur , sedangkan para
pendukung anakon sangat menekankan pada faktor struktur , sedangkan para pendukung anakon sangat
menenkankan pada faktor struktur sekalipun faktor nonstruktur yang penting juga pada pengajaran bahasa. Faktor struktur
bahasalah yang menyebabkan kesulitan
belajar bahasa,
Ada berbagai kritik , pandangan dan
dukungan tyang diarahkan kepada anakon, membuat para pendukung anakon lebih
mawas diri. Mereka tetap yakin
bahwa anakon dapat bermanfaat abgi
pengajaran B2. Mereka juga
menyadari bahwa ada beberapa kelemahan dan konsepe anakon.
Dala situasi yang seperti itu muncullah
Marton (1974) dengan tulisanya yang berjudul ‘ some remarks on the pedagogical
uses of contrastive studies’ dengan
hipotesisnya yang kira-kira berbunyi ‘ anakon mempunyai nilai pedagogis
yang tinggi bagi pengajaran bahasa di kelas, sebagai teknik penyajian materi
bahasa dan sebagai cirri utama pengajaran bahasa’, hipotesisi ini di buktiknya
melalui tiga cara , yakni :
a. Memperlihatkan bahawa hipotesis ini tidak bertentanagn dengan psikologi
belajar dan psikolinguistik
b. Hipotesis
ini di tunjang oleh berbagai penemuan dalam psikologi belajar dan
psikolinguistik
c. Menunjukan
bahwa poernyataan yang menentang hipotesis itu tidak abash di
pandang dari sudut – pandang ilmu modern.
Masalah
utama yang sedang mendatangkan kebingungun
dalam pengajaran bahasa ialah menegani metode pengajaran. Sebenarnya hal
itu tidak akan terjadi apabila di ketahui bahwa
dalam pengajaran b2, yang memilki
cirri khas, di jumpai pula prinp umum yang berlaku pembentukan , pemerolehan keterampilan, pemerolehan
kebiasaan dan mekanisme, ingatan .
pendapat ini berpengaruh kuat dalam PB2
ini tidak dapat dihilangkan dari proses
belajar mengajar B2. Suasana belajar B2 , menurut pandangan psikologi , dapat berlangsung dalam
suasana, yaitu;
1. Suasana
kelas biasa
2. Suasana
seperti negeri asal bahasa tessebut
Pengajaran bahasa seperti ini di negeri asala memberikan kesempatan untuk
mengamati dan menguji hipotesis n seseorang . dalam situasi seperti ini pun di sangsikan
kebiasaan berbahasa terbentuk secara oto;matis. Pada kelas biasa ,
persoalan utama adalah adalah penegnalan berbagai cirri bahasa yang sedang di
pelajari. Pengunaan bahasa inter kelas
dan antar kelas itu menyebabkan masalah hambatan-hambatan retroaktif semakin bertambah.
Ada dua sikap yang dapat di tempuh dalam menghadapi
masalah transfer kebiasan itu. pertama, dengan cara melawan , menghilangkan
atau mengabaikan transfer kebiasan itu. kedua, dengan cara kerja
sama dan memanfaatkan transfer kebiasaan itu. cara kedua itulah
yang di tempuh anakon. Ganguan dan kekuatan interferensi
bahasa sudah di buktikan oleh sejumalah fakta dan pengajaran B2 stimulus yang berasal dari tugas
utama selama pengajaran berlangsung
dari aktivitas memang hampir sama , namun menuntut
response yang berbeda , response yang berkaitan dengan tugas
utama berupa alih kode dalam B1
siswa, sekali lagi di buktikan bahwa
masalah utama dalam kelas
PB2. Adalah pengekspresian makna
dalam B1 dan B2 , jadi kelas menuntut alih kode
yang berbeda . hal ini jelas
mendatangkan kebingungan ,
sejalan dengan ‘pernyataan
yang berbunyi ‘ kebingungan
terjadi bila siswa di tuntut bertingkah laku yang berbeda
dalam situasi yang sama ‘ (Borger dan
Scaborne 1966 : 56).
Berdasarkan kaitan pengunaan bahasa pengantar dalam
pengajaran B2, kita mengenal dua istilah
, pertama, ‘ penataan terpadu ‘ dimana bahasa ibu siswa digunakan sebagai bahasa pengantar
pembantu disamping B2. Penataan terpadu ini , walaupun di tolak oleh para penentang anakon , digunakan oleh anakon. Alasan
penggunaanya ialah karena banyak bukti
menunjukan keberhasilanya. Tercatat percobaan yang dilakukan oleh Limbert ,
Gardener , Barik, dan Tunstall menunjukan
hasil demikian. ‘ dalam kursus
bahasa intesif dengan metode langsung , pemisahan fungsi B1 dan B2 sepanjang kursus hasilnya tidak sebaik hasil belajar yang mengunakan perangkat semantik B2. Yakni interaksi
B1 dan B2 ‘ (Lambert 1967 ). Kedua
penataan koordinatif , dimana B1
tidak dipakai sama sekali dalam pengjaran B2 . pengajaran B2 langsung
dengan bahasa pengantar.
Dari uraian diatas dapatlah kita simpulkam bahwa anakon
dapat berperan banyak dalam pengajaran B2. Hal-hal yang perlu dilakukan anakon.
Yang jelas atau landasan yang di gunakan oleh
sebagai berikut.
1. Peyusunan
materi pengajaran yang di dasarkan
kepada butir-butir berbeda
antara B1 siswa dan B2 yang sedang di
pelajari
2. Penyusunan
tata bahasa pedagogis yang di dasarkan kepada teori
linguisti yangbdi gunakan
3. Penataan
kelas secara terpadu dimana B1 di gunakan
sebagai pembbantu dalam
pengajaran B2
4. Penyajian
materi pengajaran secara langsung
a. Menunjukan
persamaan dan perbedaan B1 dan B2
b. Menunjukn
butir-butir B1 yang mungkin mendatangkan kesalahan
dalam B2
c. Menganjurkan
cara-cara mengatasi interferensi
d. Memberikan
latihan intensif pada butir-butir yang berbeda.
2.2 Anakon Sebagai Pemrediksi Kesalahan
Situasi
pengajaran B2 pada saat ini sangat jahu
berbeda dari situasi pada awal kelahiran anakon dulu. Bila situasi saat
kelahiran anakon kita namai’ situasi tradisional ‘ maka situasi pengajaran B2
dewasa in dapat disebut sevagai situasi modern’. Perbedaan antara kedua situasi terlihat dalam beberapa segi.
Misalnya bahasa inggris dirumuskan sebagai bahasa ibu siswa, sedangkan B2 adalah
salah satu bahasa eropa lainya. Juga
bahasa ibu para pengajar pada
situasi tradisional tersebut adalah
bahasa inggris. Oleh karena itu ,
tidaklah mengherankan apabila hasil studi anakon kebanyakan merupakan
perbandingan bahasa inggris dengan bahasa eropa lainya(seperti jerman, spanyol,
italia, perancis).
Anakon lahir dalam situasi pengajaran B2 kurang mengembirakan.
Kelahiran anakon di sambut hanya oleh para pendukungnya anakon di harapkan
dapat mengatasi pelbagai maslaah pengajaran B2, misalnya dalam penyusunan bahan
pengajaran , perencanaan pengajaran bahasa , peyusunan tata bahasa pedagogis ,
metedologi pengajaran , dan penataan
kelas B2 . harapan itu tidaklah berkelebihan dan masih relevan dengan langkah-langkah anakon seperti
:
1. membandingkan
B1 siawa dengan B2 yang di pelajarinya
2. memprediksi
butir- butir bahasa penyebab kesulitan dan kesalahan siswa
3. memberi
perhatian khusus dalam pengajaran bahasa
4. menyampaikan
bahan pengajaran dengan teknik yang tepat intensif (misalnya pengulangan ,
latihan runtuh, dan pendekatan ).
Dalam perkembanganya , ternyata anakon
tidak dapat memenuhi harapan tersebut,
jahu panggang dari api’ akibatnya para
pendukung anakon meras kecewa dan pesimis. Kaum penentang anakon semakin
gencar melancarkan kritiknya. Kritik itu
berpasal dari linguistik yang
digunakan serta aplikasi
pedagogis anakon. Salah satu kesimpulan yang mengejutkan yang di buat oleh para penentang ialah bahwa anakon tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi
pengajaran B2 atau pengajaran
bahasa asing. Tentu saja pernyataan yang
yang sangat ekstrem ini tidak dapat
di terima oleh pendukung anakon.
Howard Jakson (1985) mencoba membuktikan
pernyataan di atas dengan mengetengahkan
kasus pengajaran bahasa inggris sebagai
bahasa kedua di Punjabi – india .
menurut beliau paling sedikit ada empat system
bahasa Punjabi yang menginterfernsikan pemakain bahasa
inggris para siswa, yaitu:
1. system
posesif : dalam bahasa inggris, kontruksi posesif dilakukan
dengan dua cara
yaitu dengan membubuhkan ‘S’ di akhir
kata benda. Dan dengan
menambahkan of di depan kata benda.
Dalam bahasa Punjabi, kontrusksi posesif ahnya
satu, yaitu di depan kata benda,
jadi mirip dengan pengunaan of dalam
bahasa inggris. Oleh karena itu, para siswa Punjabi sering berbuat kesalahan seperti :
v there
is a shoe of a pair
v his
band of the fingers
yang seharusnya there
is a apir of shoes
v there
is a pair of shoes
v the
fingers of his hand
2. bentuk
Tanya : kalimat Tanya bahasa inggris
dapat di bentuk dengan da
cara . cara pertama
ialah dengan jalan memindahkan kata
benda verba mendahului subjek (bila
tidak mempunyai kata bantu, disisipkan
kata bantu’ do’ cara kedua ialah dengan ‘wh-question’. Bahasa Punjabi tidak
mengenal kedua cara tersebut. kalimat
Tanya bahasa Punjabi di adakan
tanpa inverse dan perubahan susunan kata. Oleh karena itu , para siswa Punjabi
sering berbuat kesalahan inggris seperti :
v you
can run?
v You
know him ?
v What
this is ?
v How
do this ?
Yang
seharusnya
v Can
you run ?
v Do
you know him ?
v What
is this ?
v How
do I do this ?
Perbedaan system kontruksi kalimat tanya ini pun di ramalkan sebagai daerah yang
potensial mendatangkan interfernsi B1
terhadap pengunaan bahasa inggris para siswa.
3. Bentuk
kala (tenses ) : bahasa inggris sama
dengan simple
present tense dalam bahasa Punjabi, bentuk present tense bagai orang yang ketiga juga berbeda dalam kedua bahasa itu. para siswa Punjabi yang belajar bahasa inggris sering membuat kesalahan seperti :
v He
is eat
the dinner
v He
clean his face
Yang seharusnya
v He
is eating the dinner
v He
cleans his face
4. Kata
ganti : Bahasa
Punjabi tidak mengenal kata ganti orang
ketiga
tunggal seperti he , she, it, dalam bahasa inggris . siswa Punjabi , dalam
berbahasa inggris sering berbuat kesalahn seperti :
v It’s
not black
v He’s
got the same noses
Yang
seharusnya
v They’re
not black
v They
‘re got the same noses
Perbedaan
system kala dan kata ganti di
prediksi sebagai dua daerah potensial
menjadi sumber interferensi bahasa
Punjabi terhadap bahasa inggris
Melalaui keempat contoh diatas dapatlah di tarik kesimpulan bahwa anakon dapat memprediksi daerah atau
butir tertentu dari suatu bahasa yang
potensial mendatangkan interferensi
bagai B2 yang sedang si pelajari.
Hal yang sama barangkali dapat terjadi dalam
pengajaran bahasa inggris sebagai B2 di
indonesia . sebagai contoh , marilah
kita perhatikan butir-butir berikut.
1. Fonem
g dan x di akhir kata : Umumnya siswa indonesia sukar menyembunyikan
bunyi (g) dan (ks) di
akhir kata , sedangkan dalam bahasa inggris
keduan bunyi itu sangat produktif
di akhir kata . oleh karena itu , tidaklah mengherankan apabila siswa
indonesia yang belajar bahasa inggris membuat kesalahan speeti:
v (bik
)
v (taeek)
Yang seharusnya
v (Big)
‘ big’ (besar )
v (taeeks) ‘ tax “
(pajak )
2. Susunan
kata : umumnya susunan kata dalam bahasa
indonesia mengkikuti
hokum DM. sedangkan
bahasa inggris MD. Oleh karena itu, tidak , tidak jarang kita mempunyai siswa indonesia yang belajar bahasa inggris membuat kesalahan
seperti :
v House
big
v Friend
girld
v Hair
long
v Water
water
Yang
seharusnya
v Big
house
v Girl
friend
v Long
hair
v Hot
water
3. Predikat
kalimat :predikat kalimat bahasa
indonesia dapat berupa nomina,
verba, adjektiva,
sedangkan predikat kalimata bahasa inggirs selalu berupa verba bila
bukan verba maka harus di
tambahakan kata kerja bantu’ to be’
akibata perbedaan ini , para siswa indonesia
yang belajar bahasa inggris serinmg membuat keslaahn sperti :
v He
rich
v You
wrong
v She
beautiful
Yang
seharusnya
v He is rich
v You
are wrong
v She
is beautiful
Kata kerja yang berfungsi sebagai redikat dalam
bahasa inggris untuk orang ketiga tunggal selalu di bubuhi ‘s’,sedangkan dalam bahasa indonesia kata kerja tersebut sama saja untuk
setiap kata ganti (pertama, kedua,
ketiga, tungal dan jamak). Akibata perbedaan ini maka siswa
indonesia sering membuat keslaahn
seperti :
v He
read kompas every morning
v The
sun rise in the east and set in the west
Yang
seharusya
v He
reads kompas every morning
v The
sun rises in the east
and sets in the west.
4. Kata
atau tenses :
bahasa indonesia tidak mengenal tenses seperti yang
terdapat dalam bahasa
inggris . perbedaan ini sering menyulitkan
para siswa indonesia yang belajar
bahasa inggris. Keslaahan yang sering mereka perbuat antara lain seperti :
v He
is on the chair
v Amin
go to bbali last week
Yang
seharusnya
v He
is sitting on the chair
v Amin
went to bali last week
5. Kalimat
Tanya : kalimat Tanya bahasa
indonesia berbeda dengan kalimat Tanya
bahasa inggris ,
kadang-kadang perbedaan itu sangat
besar.
Perbedaan ini jelas
menyebankan kesulitan belajar bagi para siswa indonesia yang belajar bahasa
inggris. Beberapa kesalalhn yang sering di buat oleh siswa indonesia, adalah
v I
may go with you?
v He
lazy ?
Yang
seharusnya
v May
I go with you ?
v Is
he lazy ?
2.3 Metedologi Analisis Kontrastif
Anakon memiliki dua aspek , yakni aspek linguistik
dan aspek psikologi. Aspek linguistik berkaitan dengan masalah perbandingan dua bahasa. Dalam hal ini tersirat dua penting : apa yang akan di perbandingkan, dan bagaimana cara
memperbandingkan. Aspek psikologis
anakon menyangkut kesukaran
belajar , cara menyusun bahan pengajaran, dan cara menyampaikan bahan
pelajaran.
Apabila kita ingin mengetahui perbedaan
antara dua bahasa , maka satu syarat
harus dipenuhi terlebih dahulu ,
tersedianya deskripsi atau pemberian kedua bahasa tersebut. deskripsi itu diperoleh melalui perbandingan yang akurat
dan eksplisit.
Tataran linguistik yang di garap oleh pengikut anakon belum
merata. Bidang fonologi paling banyak di perbandingkan, dengan alasan bahwa
peranan aksen bahasa ibu sangat besar terhadap B2. Setelah bidang fonolgi
menyusul bidang sintaksis. Bidang kosakat kurang mendapat perhatian . semestara
itu Robert Lado menganjurkan telaah mengenai
perbandingan kebudayaan , karena hal itu menunjang pengajaran B2 .
Melalui perbandingan antara dua bahasa
banyak hal yang dapat di ungkapkan . beberapa di antara kemungkinan itu adalah.
1. Tiada
perbedaan : struktur atau system aspek tertentu dalam kedua bahasa tidak
ada sama seklai ( konsonan/I, M, N/ di ucapkan sama dalam
bahasa indonesia dan bahasa
inggris
2. Fenomena
konvergen ; dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2 (indonesia padi, beras, nasi menjadi inggris rice)..
3. Butir
atau system tertentu dalam B1 tidak terdapat , tidak ada dalam B2 . misalnya ,
system penjamakan dengan penanda –s/-es dalam bahasa inggris tidak ada dalam bahasa indonesia , sebaliknya
system penjamakan dengan
pengulangan kata dalam bahasa indonesia (rumah-rumah,
daun-daun, ikan-ikan) tidak ada dalam bahasa inggris
4. Beda
distribusi : butir tertentu dalam B1 berbeda distribusi dengan butir yang sama dalam B2 . misalnya fonem /ß/ dalam bahasa
indonesia menduduki posisi awal , tengah , dan akhir kata,
sedangkan dalam bahasa inggris hanya
menduduki posisi tengah dan akhir kata.
5. Tiada
persamaan : butir tertentu dalam B1 tidak memilki persamaan dalam B2 . misalnya
predikat kata sifat dalam bahasa indonesia tidak terdapat dalam bahasa inggris misalnya dia kaya
(indonesia) menjadi : he is rich
.(inggris).
6. Fenomena
divergen : satu butir tertentu dalam
B1 menjadi dua butir dalam B2 . misalnya , kata we (inggris) dapat menjadi kita atau kami dalam bahasa indonesia.
Perbedaan B1 siswa dengan B2 yang sedang atau akan di pelajarinya dapat diindentifikasi melalui perbandingan .
perbedaan ini menimbulkan kesulitan
belajar. Indentifikasi berkaitan dengan linguistik , sedangkan kesulitan belajar menyangkut pertimbangan psikologis.
Seandainya hasil perbandingan diatas urutkan menurtu jenjang kesulitan
belajar yang di timbulkan oleh perbedaan itu, maka tergambarlah bagaiman hubungan antara linguistik dan aspek
psikologi analisis kontrastif atau
anakon.
Dalam segi anakon ada segi yang dapat
membedakanya antara lain: yaitu 1. Kesamaan struktur, 2. Kesamaan terjemahan,
kesamaan struktur dan kesamaan
terjemahan (
Dalam bidang kesastraan , kesamaan
terjemahan banyak di gunakan walaupun
dalam ukuran yang tidak ketat. Menurut Hariss ( 1969) suatu kalimat tertentu
dalam bahasa A mempunyai hanya satu terjemahan yang unik dalam bahasa A mempunyai
satu terjemahan yang unik dalam bahasa B.
dia menganjurkan penyusunan tata
bahasa transfer berdasarkan perbedaan tata bahasa
yang bersifat minimal . ada pakar yang berbeda pendapat dengan Harris . Levenson (1965)
menyatakan bahwa ada berbagai kemungkinan
kesamaan terjemahan , oleh karena itu sangat terasa perlunya
menyusun paradigma terjemahan . misalnya pencacahan berbagai konfigurasi
struktur sehingga setiap butir dapat di terjemahkan dengan spesifikasi
pembatasan konteks yang mengatur setiap kesamaan
Bila dibandingkan dengan spek linguistik
dalam anakon maka dapat dikatakan bahwa aspek psikologis kurang mendapat perhatian . aspek psikologis
I I kurang dikembangkan . hal ini pulalah yang menjadi salah satu kelemahan
anakon. Akibatnya pembicaraan mengenai
metedologi anakon dari sudut pandang aspek psikologi juga tidak begitu mendalam. Perbedaan B1
dengan B2 yang akan dipelajari siswa
menimbulkan kesulitan belajar . kesulitan belajar ini di susun secara urut menurut jenjang kesulitanya. Kemudian di
susunlah bahan pengajaran bahasa berdasarkan kesulitan bagian tersebut. bahan
inilah yang di ajarkan para siswa . pengenalan bahan pengajaran lebih memungkinkan saang guru memilih cara penyampain yang paling tepat. Untuk
menumbuhkan kebiasaan ber-B2 digunakan
dengan cara peniruan, latihan dan penguatan . peniruan biasanya di lakukan dalam pelafalan fonem, kata atau kalimat . latihan runtun
atau drill biasanya di laksanakan dalam pola-pola kalimat, sedangkan penguatan
dapat dalam bentuk hadiah (pujian) atau hukuman ( teguran) . hal ini dapat kita
simpulkan sebagai pendekatan stimulus respon.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkam bahwa anakon
dapat berperan banyak dalam pengajaran B2. Hal-hal yang perlu
dilakukan anakon. Yang jelas
atau landasan yang di
gunakan oleh sebagai berikut:
1. Peyusunan
materi pengajaran yang di dasarkan
kepada butir-butir berbeda
antara B1 siswa dan B2 yang sedang di
pelajari
2. Penyusunan
tata bahasa pedagogis yang di
dasarkan kepada teori linguisti yangbdi gunakan
3. Penataan
kelas secara terpadu dimana B1 di gunakan
sebagai pembbantu dalam
pengajaran B2
4. Penyajian
materi pengajaran secara langsung.
Selain penjelasan di atas implikasi anakon dalam
pembelajaran adalah sebagai pemrediksi kesallaha. Dengan memahami analisi
kontrastif maka guru dapat memprediksi kesalahan pada siswa. Oleh karena itu,
guru dapat menyusun bahan ajar dari yang termudah yaitu dimulai dari materi
yang memilki kesamaan dengan B1 kemudian baru beralih ke materi yang lebih
sulit.
3.2 Saran
Sebagai seorang pendidik, terutama sebagai pengajar
B2 atau bahasa asing sudah seharusnya mulai memahami analisis kontrastif antara
B1 dengan B2 untuk memudahkan guru menyusun bahan ajar.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kami mohon kritik dan
saran yang membangun agar penyusunan makalah berikutnya lebih baik lagi.
Daftar
Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa.
Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago
Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis
Berbahasa.
Bandung:
Angkasa.
Untuk melihat video presentasinya, bisa klik di sini!
Komentar
Posting Komentar