Langsung ke konten utama

Lia Fatra Nurlaela (Analisis Kontrastif Kata Bilangan Antara Bahasa Arab Dengan Bahasa Indonesia)

Analisis Kontrastif  Kata Bilangan Antara Bahasa Arab Dengan Bahasa Indonesia

Lia Fatra Nurlaela
Program Studi Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Jakarta

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan kata bilangan dari dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Pengertian kata bilangan dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia  pada hakikatnya memiliki pengertian yang hampir sama yaitu sebagai kata yang menyatakan jumlah benda dan urutan suatu benda.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kontrastif antara kedua bahasa tersebut berdasarkan studi kepustakaan dengan menggunakan buku dan referensi lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Adapun hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa kata bilangan dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia pada dasarnya sama-sama dibagi dua yaitu: kata bilangan pokok yang fungsinya untuk menyatakan jumlah dan kata bilangan tingkat yang fungsinya untuk menyatakan urutan. Perbedaan kata bilangan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia adalah banyak terletak di dalam bentuk-bentuk katanya dan cara pemakaian kata bilangannya. Banyak hal dan ketentuan yang terdapat dalam kata bilangan bahasa Arab yang tidak terdapat dalam kata bilangan bahasa Indonesia, meskipun ada beberapa hal yang terdapat dalam kata bilangan bahasa Indonesia yang tidak terdapat dalam bilangan Arab.

Kata Kunci : Analisis kontrastif, Analisis Kontrastif Arab Indonesia, Kata Bilangan Arab, Kata bilangan Indonesia

Abstract
               This study aims to determine the similarities and differences of the word number from two languages, namely Arabic and Indonesian. The meaning of the word number in Arabic and Indonesian has essentially the same meaning as a word that states the number of objects and the order of an object.
               The method used in this study is the method of contrastive analysis between the two languages ​​is based on literature study using books and other references related to the problem under study.
               The results of the research obtained is that the word number in Arabic and Indonesian is basically equally divided into two, namely: the word number of the principal whose function is to declare the number and words of the number of levels whose function is to express the sequence. The difference in the word number between Arabic and Indonesian is much located in the word forms and the way of the word number. Many of the terms and conditions contained in the Arabic word number are not contained in the Indonesian number word, although there are some things that are contained in the Indonesian numeric word which are not contained in Arabic numerals.
Keywords: Contrastive Analysis, Contrastive Analysis Arabic and Indonesia, Arabic Numbers, Indonesian number
Pendahuluan
Bahasa adalah lambang bunyi antar anggota masyarakat, berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf 2001:1). Sebagai alat komunikasi, bahasa dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Secara umum bahasa merupakan sarana berfikir manusia yang diungkapkan dalam suatu ujaran.
Bahasa juga dapat mempengaruhi kebudayaan suatu bangsa. Kemampuan menyampaikan informasi melalui pemakaian bahasa membuat orang mampu menggunakan pengrtahuan nenek moyangnya dan menyerap pengetahuan orang lain serta kebudayaan yang lain. Misalnya, bahasa Arab yang terserap ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini merupakan bukti bahwa pada zaman dahulu banyak pedagang Arab yang berdagang di Indoensia, sehingga mempengaruhi terserapnya bahasa tersebut.
Setiap bahasa memiliki ciri khusus terutama pada struktur dan maknanya. Begitu pula dalam BI dan BA. Kedua bahasa itu memiliki persamaan dan perbedaan struktur menurut kaidah masing-masing. Untuk mengetahui struktur kedua bahasa dapat dibuktikan dengan cara membandingkan kedua bahasa tersebut. Untuk itu peneliti membandingkan BI dan BA. Dengan ini peneliti membatasi permasalahan pada analisis kontrastif kata bilangan pada bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
·         Hakikat Analisis Kontrastif
Linguistik kontrastif adalah ilmu bahasa yang meneliti perbedaan perbedaan, persamaan, dan keterkaitan yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Kridalaksana (2008:145) mengungkapkan bahwa linguistik kontrastif adalah metode sinkronis yang digunakan untuk menganalisis bahasa yang bertujuan untuk memperlihatkan perbedaan dan persamaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dapat diterapkan secara praktis, seperti pengajaran berbahasa dan penerjemahan. Bapak linguistik kontrastif yaitu Robert Lado menyatakan bahwa linguistik kontrastif adalah perbandingan bahasa-bahasa pada periode tertentu atau satu zaman. Pateda (1994:48) mengungkapkan bahwa kontrastif adalah suatu cara yang digunakan untuk menganilis bahasa yang dilihat dari satu kurun waktu. Linguistik kontrastif membatasi pada pembangunan bahasa pada periode-periode tertentu atau satu zaman.
Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan. Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi sekaligus untuk membandingkan dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Dalam buku Linguistic Across Cultures, Lado (1975) mengatakan bahwa:
    On the assumption that we can predict and describe the pattern that will cause difficulty in learning, and those that will not cause difficulty, by comparing systematically the language and culture to be learned with the native language and culture of the student.
Kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan cara membandingkan dua data kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan data bahasa kedua (B2). Kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis, hasilnya akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan kesamaan dari kedua bahasa itu. Pembahasan data itu harus juga mempertimbangkan faktor budaya, baik budaya bahasa maupun budaya siswa. Hasil dari pembahasan tersebut akan diperoleh gambaran kesulitan dan kemudahan siswa dalam belajar suatu bahasa. Menurut Brown (1980); Ellis (1986), dalam analisis kontrastif ada empat langkah yang harus dilakukan. Keempat langkah tersebut adalah:
1)  mendeskripsikan unsur-unsur bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2),
2)  menyeleksi unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) yang akan dibandingkan atau dianalisis,
3) mengontraskan unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) dengan cara memetakan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dianalisis,
4) memprediksikan unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) untuk keperluan pengajaran bahasa di sekolah.
Analisis kontrastif menurut Tarigan (1997), adalah suatu prosedur kerja yang memiliki empat langkah, yakni: (1) memperbandingkan B1 dengan B2, (2) memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa, (3) menyusun atau merumuskan bahan yang akan diajarkan, dan (4) memilih cara (teknik) untuk menyajikan pengajaran bahasa kedua. Dengan analisis kontrastif, diharapkan pengajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA) menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan untuk keperluan pengajaran bahasa kedua, terutama untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.
Analisis kontrastif (contrastive analysis) adalah sebuah metode yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan antara bahasa pertama (B1) dan Bahasa target (B2) yang sering membuat pembelajar bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi bahasa kedua yang dipelajarinya tersebut (Brown, 1973). Dengan adanya analisis kontrastif ini diharapkan pembelajar dapat memahami bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah perbandingan antar bahasa, antardialek, termasuk bahasa baku meliputi (1) sistem fonologis, (2) sistem morfologis, (3) sistem fraseologi, (4) sistem tata kalimat, dan (5) sistem tata makna leksikal. Analisis kontrastif disebut pula linguistik kontrastif (Hamied dalam Pranowo 1996: 42). Analisis kontrastif berkaitan dengan dua aspek penting, yakni aspek linguistik dan aspek psikolinguistik. Aspek linguistik berkaitan dengan masalah perbandingan dua bahasa. Dalam hal ini, tersirat dua hal penting, yaitu (1) apa yang akan diperbandingkan, dan (2) bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek psikolinguistik, analisis kontrastif menyangkut kesukaran belajar, cara menyusun bahan pengajaran, dan cara menyampaikan bahan pengajaran (Tarigan, 2009: 19).
Analisis kontrastif dikembangkan dan dipraktikkan pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagai suatu aplikasi linguisik struktural pada pengajaran bahasa, dan didasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini.
a. Kesukaran-kesukaran utama dalam mempelajari suatu bahasa yang baru disebabkan oleh inteferensi dari bahasa pertama.
b. Kesukaran-kesukaran tersebut dapat diprediksi atau diprakirakan oleh analisis kontrastif.
c.  Materi atau bahan pengajaran dapat memanfaatkan analisis kontrastif untuk mengurangi efek-efek interferensi. (Richard, et al dalam Tarigan, 2009: 5).
Tujuan analisis kontrastif dihubungkan dengan proses belajar mengajar bahasa kedua, antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Untuk penyusunan materi pengajaran bahasa kedua, yang dirumuskan berdasarkan butir-butir yang berbeda antara kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dan kaidah bahasa kedua (B2) yang akan dipelajari oleh siswa;
2.      Untuk penyusunan pengajaran bahasa kedua yang berlandastumpukan pada pandangan linguistik strukturalis dan psikologi behavioris;
3.      Untuk penyusunan kelas pembelajaran bahasa terpadu antara bahasa pertama (B1) siswa dengan bahasa kedua (B2) yang harus dipelajari oleh siswa;
4.      Untuk penyusunan prosedur pembelajaran atau penyajian bahan pengajaran bahasa kedua. Adapun langkah-langkahnya adalah: (1) menunjukkan persamaan dan perbedaan antara B1 siswa dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa; (2) menunjukkan butir-butir dalam B1 siswa yang berpeluang mengakibatkan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa B2 siswa; (3) mengajukan solusi (cara-cara) mengatasi intervensi terhadap B2 yang akan dipelajari oleh siswa; (4) menyajikan sejumlah latihan pada butir-butir yang memiliki perbedaan antara B1 dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa.
·         Kata bilangan dalam bahasa Arab
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam hakikat kata bilangan, bahwasanya kata bilangan dalam sistem morfologis bahasa Arab dibagi menjadi dua bagian yaitu: (1) Al’adadul ashli (العدد الاصلى) dan (2) Al-a’dadu ala waznil fa’il (العدد على وزن الفاعل). Masing-masing dari kedua bilangan itu ada yang mempunyai nama serta aturan yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut:
(1)   Al’adadul ashli (العدد الاصلى)  atau bilangan pokok terbagi ke dalam empat bagian seperti yang dikemukakan oleh Abbas Hasan dalam bukunya Nahwul Wafi sebagai berikut:
ü  Al-‘adadul Mufrad (العدد المفرد)
Al’adadul mufrad meliputi bilangan satu sampai dengan sepuluh. Di samping itu juga termasuk bilangan seratus, seribu dan kelipatan kedua bilangan tersebut. Contoh: 3 = ثلاث/ثلاثة   , 900 = تسعمائة
Setiap ada kata bilangan (عدد) tentu ada pula kata benda yang dibilang (معدود). ‘adad dan a’dud itu keduanya harus berupa kata benda. Pemakaian ‘adad-ma’dud untuk bilangan satu dan dua sama seperti pemakaian na’at dan man’at, karena itu harus sama mudzakkar atau muannatsnya serta I’rabnya. Contoh: Seorang anak laki-laki = ولد واحد
Pemakaian ma’dud dari bilangan tiga sampai dengan sepuluh harus selalu jamak dan majrur.’adad untuk ma’dud mudzakkar (laki-laki) adalah muannats (perempuan). Sebaliknya ‘adad untuk ma’dud muannats adalah mudzakkar. Jadi antara ‘adad dengan ma’dud harus selalu terbalik. Contoh: Tiga orang mahasiswa = ثلاثة طلاب, Tiga orang mahasiswi = ثلاث طالبات
Pemakaian ma’dud dari 100 sampai 9000 harus mufrad dan majrur, boleh mudzakkar atau muannats, dan khusus untuk ‘adad seratus dan dua ratus tidak membutuhkan adanya kata-kata yang menunjukkan satu seperti وحد atau واحدة  dan kata-kata yang menunjukkan dan sepertiاثنان   atau  اثنتانyang berarti dua. Contoh: Seratus pulpen = مائة قلم  , Lima ratus rumah= خمسمائة بيت
ü  Al-‘adadul Murakkab (العدد المركب)
Al –‘adadul murakkab adalah bilangan yang disusun secara terpadu, dibentuk bersama-sama menjadi suatu makna yang baru. Bilangan ini meliputi bilangan 11 sampai dengan 19. Pemakaian ‘adad dan ma’dud dari bilangan 11 sampai 12 bila ma’dudnya muannats mudzakkar maka ‘adad satuan dan puluhan dari 11 dan 12 ini sama-sama mudzakkar. Dan begitu pula sebaliknya, bila ma’dudnya muannats maka ‘adad satuan dan puluhan dari 11 dan 12 ini sama-sama muannats. Contoh : sebelas guru laki-laki احد عشر استاذا
Adapun untuk pemakaian ‘adad dari bilangan 13 sampai 19, bila ma’dudnya mudzakkar maka ‘adad satuannya muannats dan ‘adad puluhannya mudzakkar, dan begitu pula sebaliknya bila ma’dudnya muannats maka ‘adad satuannya mudzakkar dan ‘adad puluhannya muannats. Contoh: Sembilan belas papan tulis تسع عشرة سبورة
Pemakaian ma’dud mulai dari 11 sampai dengan 19 harus selalu berbentuk tunggal dan mabni (tetap) atau fathah begitu juga halnya dengaan pemakaian ‘adad dari 11 sampai dengan 19, baik ‘adad satuannya maupun puluhannya juga harus tetap dalam keadaan mabni atas fathah, kecuali ‘adad satuan dari bilangan 12 makan satuannya dengan lain mutsanna beserta I’rabnya contoh : mereka 12 guru laki-laki هم اثنتاعشر مدرسا
ü  Al-‘adadul ‘Iqdi (العدد العقد)
Bilangan-bilangan yang termasuk dalam ‘iqdi yaitu: 20-30-40-50-60-70-80-90. ‘Adad ‘iqdi berbentuk jamak mudzakkar salim. Cara pemakaiian ‘adad pada ‘adad ‘iqdi harus disesuaikan dengan i’robnya, apakah marfu’, manshub atau majrur. Adapun cara pemakaiannya ma’dud pada ‘ada ‘iqdi harus selalu mufrad dan manstub tetapi jenisnya boleh mudzakkar atau muannats. Contoh: Dua puluh pisau عشرون سكينا
ü  Al-‘adadul Ma’tuf (العدد المعطوف)
Al-adadul ma’tuf adalah bilangan yang terdiri dari antara dua ‘adad ‘iqid yang telah ditentukan antara dua puluh dengan tiga puluh, antara tiga puluh dengan Sembilan puluh dan lainnya. Di dalam ‘adad ma’tuf harus terdapat tiga puluh unsure yaitu yang di ‘’atofkan (معطوف), yang di ‘atofkan (معطف عليه) kepadanya dan alat a’tof (اداة العطف)

(2)   Al-a’dadu ala waznil fa’il (العدد على وزن الفاعل).
Sesuai dengan namanya, al’adad ‘ala waznil fa’il ini dibentuk dengan wazan (pola) fa’il (فاعل). ‘adad ashli yang dibentuk dengan wazan fa’il hanya mencakup bilangan-bilangan dari satu sampai dengan sepuluh, adapun untuk bilangan seterusnya sama dengan bilangan-bilangan tersebut. Sepert halnya dengan ‘adad ashli, bahwa setiap ada ‘adad pasti ada ma’dud, maka dalam ‘adad ‘ala wznil ini adadnya berfungsi sebaagai na’at dan ma’dudnya tersebut berfungsi sebagai man’ut. Jadi harus sesuai dengan tadzkir dan ta’nitsn. Dalam tankif dan ta’rifnya serta dalam I’robnya. Seperti penjelasan dibawah ini .
Pemakaian ‘adad na’at dari satu sampai dengan sepuluh sepenuhnya mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada dalam na’at man’ut contoh: Anak laki-laki yang ke 1 = الولد الاؤل
Pemakaian ‘adad na’at dari ‘adad murakkab tanpa disertai perubahan pada ‘adad puluhannya, jadi yang berubah hanya ‘adad satuannya saja. Baik ‘adad satuan maupun ‘adad puluhan dari ‘adad na’at ini. Bila man’utmya mudzakkar maka kedua ‘adad tersebut juga mudzakar, dan bila man’utnya muannats maka kedua ‘adad tersebut juga muannats. Mengenai i’rob dari kedua ‘adad tersebut adalah mabni atau fathah. Contoh : Pelajaran yang ke 11 ((الدرس الحادى عشر
Pemakaian ‘adad na’at dari ‘adad ‘iqdi, adadnya itu persis sama dengan yang ada pada ‘adad ‘iqdi, berbentuklah jamak mudzakkar salim, begitu juga dengan man’utnya boleh mudzakkar atau muannats. Adapun yang berubah I’rabnya saja contoh; ini buku yang ke 20 (هذا الكتاب العشرون)
Pemakaian ‘adad na’at dari ‘adad na’tuf ketentuannya adalah sebagai berikut:
a.       Dalam hal tadzkir dan ta’nits, na’tuf ‘alaih saja yang berubah mengikuti man’utnya, sedangkan ma’tuf tidak berubah tetapi dalam bentuk jamak mudzakkar salis.
b.      Dalam hal I’rab, baik ma’tuf dan ma’tuf ‘alaih keduanya berubah mengikuti man’utnya.
c.       Untuk bilangan seratus ke atas, ketentuan aturannya sama dengan ketentuan dalam ‘adad sebelumnya. Contoh : buku yang ke 21 = الكتاب الحادى و العشرون
·         Kata bilangan dalam bahasa Indonesia
Kata bilangan dalam sistem morfologis bahasa Indonesia menurut Abdul Chaer terbagi atas dua bagian yaitu kata bilangan utama dan kata bilangan tingkat dengan penjelasan sebagai berikut:
(1)      Kata bilangan utama mempunyai dua fungsi yaitu:
ü  Untuk menyatakan jumlah diucapkan penuh menurut besarnya angka yang disebutkan dan dapat diletakkan di depan atau di belakang kata benda contoh: 4 ekor ayam = empat ekor ayam
ü  Untuk menyatakan nomor diletakkan sesudah kata benda. Dalam hal ini ada tiga macam ketentuan penulisannya yaitu:
·         Disebutkan secara penuh menurut harga bilangan itu untuk bilangan satu sampai dengan dua puluh satu. Contoh : Dia adalah pemain nomor dua
·         Disebutkan secara penuh atau satu persatu untuk bilangan dua puluh satu keatas. Contoh: Bis kota nomor 506 bisa dibaca: lima ratus enam ataau lima nol enam
·         Disebutkan dengan dikelompokkan dahulu dua-dua angka atau tiga-tiga angka untuk memudahkan dalam mengingat bila terdiri dari banyak angka. Contoh: 085695 ( nol-delapan-lima-enam-sembilan-lima/ 085-695 (nol delapan lima-enam Sembilan lima)
(2)      Kata bilangan tingkat mempunyai tiga fungsi yaitu:
ü  Kata bilangan tingkat yang berfungsi untuk menyatakan urutan tempat beradanya sesuatu diletakkan dibelakang kata benda. Contoh: Adikku pemennag pertama lomba baca puisi. Dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dewasa ini, kiranya kata kesatu tersaingi oleh kata pertama, sehingga lebih umum digunakan kata pertama dari pada kata kedua.
ü  Kata bilangan tingkat yang berfungsi untuk menyatakan urutan kepentingan atau kualitas dan kualitas digunakan kata bilangan serapan yakni, primer, sekunder, tersier dan kuarter yang diletakkan dibelakang kata yang dimaksud. Contoh:  Beras merupakan kebutuhan primer bangsa Indonesia.
ü  Kata bilangan tingkat yang berfungsi untuk menyatakan himpunan diletakkan didepan kata benda. Contoh: kedua murid itu datang terlambat.
Menurut Dr. Gorya Keraf  kata bilangan dibagi atas empat bagian yaitu:
ü  Kata bilangan utama (numeralis cardinalis): satu, dua, tiga, empat, seratus dan sebagainya
ü  Kata bilangan tingkat (numeralis ordinalis) : pertama, kedua, ketiga, kelima dan sebagainya
ü  Kata bilangan tak tentu : beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya
ü  Kata bilangan kumpulan: kedua,kesepuluh, berdua, bertujuh dan sebagainya
Selain menurut kedua tokoh di atas, terdapat macam kata bilangan yang penulis temukan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Dalam buku ini disebutkan bahwa pada dasarnya dalam bahasa Indonesia ada dua macam kata bilangan ditambah dengan bilangan pecahan yaitu: 1. Numeralis pokok yang member jawab atas pertanyaan “beberapa” dan 2. Numeralis tingkat yang member jawab atas pertanyaan ‘yang berupa’ kemudian dari bilangan pokok yang dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil itu terbentuklah apa yang dinamakan dengan numeralis pecahan. Cara pemakaiian numeralis pecahan adalah dengan memakaian kata ‘per’ diantara bilangan pembagi dan penyebut. Contoh: 1/2 = seperdua, setengah, separuh, sebelah. 2 ½ = dua setengah
Numeralis pokok dibagi menjadi enam bagian yaitu: (1) Numeralis pokok tentu seperti (0=nol, 1=satu); (2) Numeralis pokok tentu klitikan (1=Eka, 2=Dwi) dan sebagainya; (3) Numeralis pokok kolektif  ( Kedua pemain itu sama hebatnya); (4) Numeralis distributif yaitu dengan cara mengulang kata bilangan (masing-masing: satu-satu = masing-masing satu); (5) Gabungan numeralis dengan lusin, kodi, liter, gram dan rupiah (dua lusin gelas); (6) Numeralis pokok tak tentu yaitu banyak, beberapa, berbagai semua, seluruh dan lainnya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis kontrastif, yakni upaya utuk memberikan gambaran tentang obyek penelitian dengan cara mengumpulkan objek data tersebut, lalu hasil pengumpulannya dianalisis untuk kemudian dikontraskan sehingga dapat dilihat segi persamaan dan perbedaanya. Variabel dalam penelitian ini adalah kata bilangan dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia dengan berbagai macam, bentuk dan maknanya. Dan penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan bukunya tentang bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mendiskripsikan macam, bentuk dan makna yang terkandung dalam kata bilangan bahasa Arab dan bahasa Indonesia, mengkontraskan hasil deskripsi kata bilangan dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia dan mengelompokkan persamaan dan perbedaan kata bilangan dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
A.    Bentuk –bentuk kata bilangan dalam bahasa Arab
Bahwasanya kata bilangan dalam sistem morfologis bahasa Arab dibagi menjadi dua bagian yaitu:  Al’adadul ashli (العدد الاصلى) dan Al-a’dadu ala waznil fa’il (العدد على وزن الفاعل). Al-adad dalam sistem morfologis bahasa arab penulis menemukan lima macam bentuk ‘adad ashli yaitu sebagai berikut:
·         Al-‘adadul Mufrad (العدد المفرد), Al’adadul mufrad meliputi bilangan satu sampai dengan sepuluh. Di samping itu juga termasuk bilangan seratus, seribu dan kelipatan kedua bilangan tersebut. Contoh: 3 = ثلاث/ثلاثة   , 900 = تسعمائة
·         Al-‘adadul Murakkab (العدد المركب), Al –‘adadul murakkab adalah bilangan yang disusun secara terpadu, dibentuk bersama-sama menjadi suatu makna yang baru. Bilangan ini meliputi bilangan 11 sampai dengan 19. Pemakaian ‘adad dan ma’dud dari bilangan 11 sampai 12 bila ma’dudnya muannats mudzakkar maka ‘adad satuan dan puluhan dari 11 dan 12 ini sama-sama mudzakkar. Dan begitu pula sebaliknya, bila ma’dudnya muannats maka ‘adad satuan dan puluhan dari 11 dan 12 ini sama-sama muannats. Contoh : sebelas guru laki-laki احد عشر استاذا
·         Al-‘adadul ‘Iqdi (العدد العقد), Bilangan-bilangan yang termasuk dalam ‘iqdi yaitu: 20-30-40-50-60-70-80-90. ‘Adad ‘iqdi berbentuk jamak mudzakkar salim. Cara pemakaiian ‘adad pada ‘adad ‘iqdi harus disesuaikan dengan i’robnya, apakah marfu’, manshub atau majrur. Adapun cara pemakaiannya ma’dud pada ‘ada ‘iqdi harus selalu mufrad dan manstub tetapi jenisnya boleh mudzakkar atau muannats. Contoh: Dua puluh pisau عشرون سكينا
·         Al-‘adadul Ma’tuf (العدد المعطوف), Al-adadul ma’tuf adalah bilangan yang terdiri dari antara dua ‘adad ‘iqid yang telah ditentukan antara dua puluh dengan tiga puluh, antara tiga puluh dengan Sembilan puluh dan lainnya. Di dalam ‘adad ma’tuf harus terdapat tiga puluh unsure yaitu yang di ‘’atofkan (معطوف), yang di ‘atofkan (معطف عليه) kepadanya dan alat a’tof (اداة العطف)
B.     Bentuk-bentuk kata bilangan dalam bahasa Indonesia
·         Bentuk-bentuk kata bilangan pokok
Dalam sistem morfologi bahasa Indonesia terdapat sepuluh bentuk kata bilangan pokok yang akan penulis uraikan satu persatuز
1.      Bentuk bilangan asli, mulai dari nol sampai dengan Sembilan, contoh  2 = dua
2.      Bentuk bilangan asli + gugus berkomponen belas. Mulai dari dua belas sampai dengan Sembilan belas, contoh 12 = Dua belas
3.      Bentuk bilangan asli + gugus berkomponen puluh, contoh 20 = dua puluh
4.      Bentuk bilangan asli +gugus berkomponen ratus, contoh 200= dua ratus
5.      Bentuk bilangan asli + gugus berkomponen ribu, contoh 2000= dua ribu
6.      Bentuk bilangan asli +gugus berkomponen juta, contoh 2.000.000 = dua juta
7.      Bentuk bilangan asli + gugu berkomponen miliyar dan triliyun, contoh 6.000.000.000 = Enam milyar dan 6.000.000.000.000 = Enam triliyun.
8.      Prefik ‘se’ dihubungkan dengan gugus yang berari satu contoh 10 = sepuluh ( piluhnya adalah satu)
9.      Bentuk bilangan yang terdiri dari beberapa gugus dan bilangan asli, contoh: 21 = dua puluh satu 
·         Bentuk-bentuk kata bilangan tingkat
Bentuk-bentuk kata bilangan tingkat mulai dari bilangan satu sampai seterusnya sama yang ada dalam bentuk kata bilangan pokok. Tetapi dalam bilangan tingkat isi harus ditambahkan prefix ‘ke’ pada setiap awalnya
Contoh            :
Bilangan pokok                                   Bilangan tingkat
Satu                                                     Kesatu
Empat                                                  Keempat
C.    Persamaan kata bilangan dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia
Ada lima persamaan dalam kata bilangan antara bahasa Arab dan Bahasa Indonesia yang penulis temukan berdasarkan analisis data yang telah diuraikan terlebih dahulu.
1.      Kata bilangan dalam sistem bahasa Arab dan bahasa Indoensia sama-sama dibagi menjadi dua yaitu: kata bilangan pokok ( العدد الاصلى) dan kata bilangan tingkat (العدد على وزن الفاعل)
2.      Bentuk ‘adad mufrad dalam bahasa Arab sama dengan bentuk bilangan asli dalam bahasa Indonesia, yaitu sama-sama merupakan bentuk kata tunggal
Contoh: 
‘adad mufrad                          Bilangan asli
واحد / واحدة                                Satu
اثنان / اثنتان                                 Dua
3.      Bentuk ‘adad murakkab dalam bahasa Arab sama dengan bentuk bilangan asli dan gugus yang berkomponen belas dalam bahasa Indonesia, yaitu sama-sama merupakan bilangan ganda atau rangkap. Dalam bahasa arab gugusnya عشر  atau عشرة , sedangkan dalam bahasa Indonesia gugusnya berkomponen ‘belas’ز
Contoh :
‘adad murakkab                      Bilangan asli + gugus
ثلاثة عشر                                   Tiga belas
اربع عشرة                                  Empat belas
4.      Bilangan pokok bahasa Arab dan bahasa Indonesia sama-sama diikuti oleh kata benda yang dibilang, kecuali untuk bilangan satu dan dua bahasa Arab
5.      Bilangan tingkat bahasa Arab dan bahasa Indonesia sama-sama dimulai dari bilangan satu
D.    Perbedaan kata bilangan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia
Perbedaan-perbedaan yang ditemui antara dua bahasa yang tidak sama jauh lebih banyak dari pada persamaan-persamaan yang ada. Berikut ini perbedaan yang ada dalam kata bilangan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia
1.      Dalam bahasa Arab bilangan pokok (العدد الاصلى) hanya mempunyai sebuah fungsi yaitu sebagai bilangan yang menyatakan jumlah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia bilangan pokok mmepunyai dua buah fungsi yaitu sebagai bilangan yang menyatakan jumlah dan sebagai bilangan yang menyatakan nomor
2.      Bilangan tingkat bahasa Arab mempunyai dua buah fungsi yaitu sebagai bilangan jam dan sebagai bilangan yang menyatakan urutan suatu benda. Sedangkan dalam bahasa Indonesia bilangan tingkat mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai bilangan yang menyatakan urutan suatu tempat. Sebagai penunjuk urutan kualitas dan terakhir sebagai bilangan himpunan.
3.      Bilangan pokok dalam bahasa Arab dimulai dari bilangan satu (1), sedangkan bilangan pokok dalam bahasa Indonesia dimulai dari bilangan nol
4.      Dalam bahasa Arab untuk menyatakan bilangan yang bermakna satu sudah ada namanya tersendiri, sedangkan dalam bahasa Indonesia di gunakan awalan ‘se’ untuk menyatakan bilangan-bilangan tersebut.
Contoh:
Sepuluh (puluhnya ada satu)   : عشر
Sebelas (belasnya ada satu)     : احد عشر
Seratus (ratusnya ada satu)     : مائة
5.      Dalam bahasa Arab bilangan-bilangan 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 berbentuk kata tunggal yaitu dengan memakai bentuk jamak mudzakkar salim. Sedangkan dalam bahasa Indonesia bilangan-bilangan tersebut berbentuk rangkap yang terdiri dari bilangan asli + gugus yang berkomponen puluh
Contoh            :
20        : Dua puluh                 عشرون
30        : Tiga puluh                 ثلاثون
70        : Tujuh puluh               سبعون
6.      Dalam bahasa Arab untuk bilangan yang terdiri lebih dari satu bentuk (kecuali ada murakkab) di pergunakan kata penghubung (حرف العطف) ‘wa’ sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.
Contoh:
35        : Tiga puluh lima                     : خمسة و ثلاثون
123      :  Seratus dua puluh tiga         : مائة و ثلاثة و عشرون
7.      Bilangan pokok bahasa Arab ada yang mempunyai satu jenis saja (mudzakkar saja) dan ada yang mempunyai dau jenis (mudzakkar dan muannats). Sedangkan semua bilangan pokok dalam bahasa Indonesia hanya mempunyai satu jenis
Contoh                        :
1          : Satu               : واحد / واحدة  
13        : Tiga belas      :  ثلاث عشرة / ثلاثة عشر
20        : Dua puluh     : عشرون
100      : Seratus          : مائة
8.      Dalam bahasa Arab pemakaian untuk bilangan pokok ada yang harus disesuaikan dengan jenis bendanya (laki-laki atau wanita) dan ada juga yang tidak, dan untuk bilangan tingkat semuanya harus disesuaikan dengan jenis bendanya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, baik bilangan pokok atau bilangan tingkat semua pemakaiannya dalam kalimat tidak disesuaikan dengan jelas bendanya.
9.      Dalam bahasa Araab kata benda yang dibilang (معدود) mulai dari tiga sampai dengan sepuluh keadaan bendanya harus berubah ke dalam bentuk jamak. Sedangkan dalam bahasa Indonesia keadan bendanya tetap saja dalam bentuk tunggal.
Contoh:
Sebuah buku               : كتاب واحد
Tiga buah buku           : ثلاثة كتب
Sebuah tas                   : حقيبة واحدة
Lima buah tas              :  خمس حقائب
10.  Dalam bahasa Arab kata bilangan pokok tidak ada yang diberi awalan atau akhiran. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata bilangan pokok yang menyatakan jumlah ada yang diberi awalan atau akhiran dan ada pula yang diulang dengan menambahkan ‘ke’ dan akhiran ‘nya’
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penulisan secara deskriftif yaitu mengumpulkan data dari studi kepustakaan dan analisis kontrastif antara kedua bahasa (bahasa Arab dan bahasa Indoensia) serta referensi lainnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Isim ‘adad dalam bahasa Arab dan kata bilangan dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan
2.      Perbedaan yang ada lebih banyak dari pada persamaanya
3.      Kata bilangan dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu Al-‘adadul ashli dan Al-‘adadu ‘ala wazni faa’il
4.      Kata bilangan dalam bahasa Indonesia terbagi menjadi dua yaitu kata bilangan pokok dan kata bilangan tingkat
5.      Bentuk al’adadul ashli terbagi menjadi lima yang apabila dihubungkan dengan kata benda yang dibilang (ma’dud) mempunyai beberapa ketentuan sebagai berikut:
·         Adakalanya antara’adad dengan ma;dud harus diserasikan dengan jenisnya
·         Adakalanya antara ‘adad dengan ma’dud berlawanan jenisnya
·         Adakalanya antara ‘adad dengan ma’dud keduanya sama-sama dari bentuk tunggal (mufrad)
·         Adakalanya antara ‘adad dengan ma’dud keduanya sama-sama dari mutsanna (bentuk kedua)
·         Adakalanya ‘adad berbentuk mufrad dan ma’dudnya jamak atau sebaliknya
6.      Bentuk kata bilangan pokok terbagi menjadi sepuluh yang semuanya bila duhubungkan dengan benda yang dibilang tidak ada ketentuan-ketentuan seperti dalam al-‘adadul ashli
7.      Bentuk al’’adadu ‘ala waznil faa’il terbagi dua dan dalam pemakaiannya dalam kalimat ada yang harus disesuaikan dengan jenis kelamin bendanya dan ada yang tidak
8.      Bentuk kata bilangan tingkat hanya ada satu yaitu dengan menambahkan awalan ‘ke’ pada setiap bilangan pokok (kecuali nol) dan pemakaiannya dalam kalimat tidak harus disesuaikan dengan jenis kelamin bendanya.
Daftar Pustaka
Brown, Douglas H. 1980. Principles of Language Learning and Language Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Brown, R. 1973. A First Language: The Early Stages. US: Harvard University Press.
James, Carl. 1980. Contrastive Analysis. Harlow Essex: Longman Group Ltd
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lado, Robert. 1957. Linguistics Across Cultures. Ann Arbor: The University of Michigan Press.
Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa...

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan ...

Cakupan Linguistik Dengan Pendekatan Struktural dan Fungsional

BAB I PENDAHULUAN A.        Dasar Pemikiran Kalau kita mendengar kata linguistik, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kata bahasa, dan memang benar linguistik seperti yang dikatakan oleh Martinet (1987:19) [1] , telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Bahasa adalah objek utama yang dibahas  pada kajian linguistik. Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang menjadai objek kajian sosiologi. Perbandingan ini akan dibahas juga pada pembahasan selanjutnya. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Kata linguistik (yang...