Langsung ke konten utama

Mulya Tiara Fauziah (ANALISIS KONTRASTIF DERIVATIF BAHASA INDONESIA, BAHASA SUNDA BANTEN DAN BAHASA SUNDA PRIANGAN)

ANALISIS KONTRASTIF DERIVATIF BAHASA INDONESIA, BAHASA SUNDA BANTEN DAN BAHASA SUNDA PRIANGAN
Mulya Tiara Fauziah
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Abstrak
Tujuan Penelitian ini adalah untuk membandingkan Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda Banten dan Bahasa Sunda Priangan dilihat dari segi morfologinya terutama dalam pembentukan kata yaitu derivatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka disertai observasi/penyimakan serta pengalaman peneliti sebagai pengguna Bahasa Sunda. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu menunjukkan bahwasanya dalam Bahasa Indonesia terdapat pembentukan kata yang juga terjadi pada Bahasa Sunda Banten maupun Bahasa Sunda Priangan.
Kata kunci: analisis kontrastif, morfologi, derivatif
Pendahuluan
            Mengkomunikasikan segala sesuatu hal tentu dengan menggunakan bahasa yang kita miliki. Meskipun pada realitanya bahasa yang tercipta sangatlah beragam, namun itu tidak menjadi hambatan untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Keragaman bahasa justru menjadi sesuatu yang sangatlah menarik untuk diketahui bahkan dipelajari atau kita kaji. Termasuk salah satunya adalah keragaman bahasa daerah yaitu sunda. Bahasa sunda yang banyak dikenal biasanya adalah sunda Jawa Barat atau yang dikenal dengan sunda priangan. Akan tetapi bahasa sunda pun tercipta juga di sebuah daerah yaitu Banten. Mayoritas penduduknya menggunakan bahasa sunda, termasuk saya sebagai penutur asli Banten. Latar belakang seseorang tentu akan mempengaruhi adanya sebuah kekhasan yang dimilikinya, termasuk hal-hal yang ditemuinya sampai saat ini. Meskipun bahasa sunda Banten merupakan bahasa pertama yang saya kenal, tetapi di sisi lain saya mengenal juga bahasa sunda lain yaitu priangan. Hal ini bukan tidak lain karena pemerolehan bahasa sunda priangan yang saya ketahui dan miliki dari ayah saya sendiri. Ibu yang berasal dari Banten dan Ayah saya yang berasal dari Jawa Barat Tasikmalaya.
            Analisis kontrastif adalah kegiatan yang mencoba membandingkan struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) dengan tujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. Sementara James (1980:3) menyebutkan bahwa analisis kontrastif itu merupakan suatu aktifitas linguistik yang bertujuan menghasilkan tipologi dua bahasa dan didasari pada  asumsi bahwa bahasa itu dapat dibandingkan, dengan membandingkan kedua bahasa tersebut yaitu antara B1 dan B2 sehingga kesulitan-kesulitan yang dijumpai di dalam mempelajari bahasa kedua (B2) dapat segera diatasi. Sementara itu analisis konstrastif dipergunakan untuk menunjukkan perbandingan yang sistematik tentang aspek-aspek tertentu antara dua bahasa. Jika dikaitkan dalam pembelajaran, analisis kontrastif berfungsi membuat pengajaran suatu bahasa efisien dan efektif bagi siswa yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda.
            Perkembangan linguistik kontrastif yang menghasilkan analisis kontrastif bermula dari pendapat bahwa perlu adanya perbandingan kebudayaan pemakai bahasa yang dipelajari. Selanjutnya, Broto (1980:53) menyebutkan perbandingan bahasa dilaksanakan karena bahasa merupakan kebudayaan (Pateda, 1989:19). Tataran yang dibandingkan berhubungan dengan fonologi, morfologi dan sintaksis. Adapun tataran fonologi berhubungan dengan fonem yang ada dan tidak ada dan pelafalannya. Tataran morfologi berhubungan dengan imbuhan, kata dan segala derivasinya. Sedangkan yang berhubungan dengan sintaksis, misalnya urutan kata, unsur yang perlu diperhatikan di dalam pembentukan satuan kalimat.
Dalam hal ini, analisis kontrastif yang akan coba dijelaskan ialah secara morfologi yaitu derivatif. Chaer (2007:175) menyebutkan bahwa pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. Contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba; dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina. Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelasnya sama, seperti kata makanan dan pemakan, yang sama-sama berkelas nomina tetapi makanya tidak sama. Begotu juga antara pelajar dengan pengajar yang sama-sama berkelas nomina tetapi bermakna tidak sama; atau antara belajar dengan mengajar yang kelasnya sama-sama verba tetapi mempunyai makna yang tidak sama.
Kata bahasa Indonesia beraturan terjadi dalam dua tahap. Mula-mula pada dasar atur diimbuhkan sufiks –an menjadi aturan; setelah itu dasar aturan itu diimbuhkan pula dengan prefiks –ber sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘mempunyai aturan’. Bagan pembenetukannya adalah sebagai berikut:


 

          ber        atur                    an
Metode
            Penelitian kecil ini dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dan observasi berdasarkan pengalaman yang dimiliki peneliti. Studi pustaka dilakukan dengan mengambil referensi dari buku-buku mengenai morfologi dan kajian yang berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh melalui beberapa teknik yaitu observasi dan penyimakan. Analisis dilakukan dengan pendeskripsian dan perbandingan antar ketiga bahasa. Seperti dalam Tarigan (1989:111) dikatakan bahwa anakon itu terdiri dari: (1) Deskripsi-deskripsi B1 dan B2 dan (2) Perbandingan antar keduanya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pembentukan kata secara derivatif dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda Banten dan Bahasa Sunda Priangan. 
Hasil dan Pembahasan
            Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal. Pembentukan kata mempunyai dua sifat, yang salah satu diantaranya adalah derivatif. Derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. melalui analisis kontrastif yang dilakukan antara bahasa Indonesia, bahasa Sunda Banten dan bahasa Sunda Priangan. Setelah dideskripsikan terdapat aspek kebahasaan antara ketiga bahasa tersebut. Aspek yang diketahui dari segi bahasa adalah bahwasannya ketiga bahasa tersebut memiliki pembentukannya sendiri-sendiri. Unsur dalam struktur bahasa pada tataran morfologi yaitu pembentukan kata atau derivatif menjelaskan bahwa setiap bahasa mempunyai fase-fase juga dalam pembentukan sebuah kata. Berikut merupakan pendeskripsian secara derivatif dari bahasa Indonesia, bahasa Sunda Banten dan bahasa Sunda Priangan.
No
Bahasa Indonesia
Bahasa Sunda Banten
Bahasa Sunda Priangan
1
Makan > makanan
Dahar > dahareun
Emam > emameun
2
Minum > minuman
Nginum > nginuman
Ngaleueut > ngaleueutan
3
Punya > kepunyaan
Boga > kabogaan
Gaduh > nugaduh
4
Takut > ketakutan
Sieun > kasieunan
Anjeun
5
Susah > kesusahan
Hese > hararese
Sesah > kasesahan
6
Lihat > melihat
Tempo > katempo
Ningali > katingali
7
Belakang > kebelakang
Buri > kaburi
Pengker > kapengkeur
8
Depan > kedepan
Hareup > kahareup
Payun > kapayun
9
Habis > kehabisan
Beak > kabeakan
Seep > kaseepan
10
Duduk > kedudukan
Diuk > kadiukan
Calik > kacalikan
11
Kecil > kekecilan
Leutik > kalutikan
Alit > kaalitan
12
Besar > kebesaran
Gede > kagedean
Ageung > kaageungan
13
Tidur > ketiduran
Sare > kasarean
Obo > kaoboan
14
Nakal > kenalan
Badung > kebadungan
Bengal > kabengalan
15
Ambil > ambilkan
Cokot > cokotkeun
Candak > candakeun
16
Pergi > pergian
Balik > balikan
Mulih > mulihan
17
Dekat > mendekat
Dekeut > ngedekeutan
Caket > ngacakeutan
18
Bangun > kebangun
Hudang > kahudangkeun
Ugah > kaugahkeun
19
Bocor > kebocoran 
Betus > dibetusan 
Bitu > kabituan
20
Main > mainan
Ulin > kaulinan
Ameng > amengan
21
Malam > kemalaman
Peuting > kapeutingan
Wengi > kawengian
22
Lupa > kelupaan
Poho > pohoan
Hilap > kahilapan
23
Dalam > kedalaman
Jero > kajeroan
Lebet > kalebetan

Pembentukan kata atau derivatif dalam bahasa Indonesia
            Kata bahasa Indonesia habis merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ke dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kehabisan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘tidak tersisa’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                       
                                                                                    Habis > kehabisan
          ke        habis                  an
            Kata bahasa Indonesia kecil merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ke dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kekecilan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘terlalu kecil’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                       
                                                            Kecil > kekecilan       
           Ke        kecil                   an
            Kata bahasa Indonesia malam merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ke dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kemalaman; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘terlalu malam’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                                Malam > kemalaman

           ka        malam                 an
Pembentukan kata atau derivatif dalam bahasa Sunda Banten
            Kata bahasa Sunda Banten beak merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ka dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kabeakan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘tidak tersisa’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                               
                                                                                    Beak > kabeakan
           ka         beak                   an  
            Kata bahasa Sunda Banten leutik merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ka dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kaleutikan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘terlalu kecil’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                                                                   
                                                                        Leutik > kalutikan
           ka       leutik                   an
            Kata bahasa Sunda Banten peuting merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ka dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kapeutingan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘terlalu malam’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                    Peuting > kapeutingan
                                                                                               
            ka       peuting                an
Pembentukan kata atau derivatif dalam bahasa Sunda Priangan
            Kata bahasa Sunda Priangan seep merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ka dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kaseepan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘tidak tersisa’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                               
                                                                                    Seep > kaseepan
           ka         seep                   an
            Kata bahasa Sunda Priangan alit merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ka dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kaalitan; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘terlalu kecil’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                                                                   
                                                                                    Alit > kaalitan
            ka        alit                     an
            Kata bahasa Sunda Priangan wengi merupakan kata dasar yang kemudian diimbuhkan prefiks –ka dan diimbuhkan sufiks –an menjadi kawengian; sehingga terbentuklah kata yang memiliki arti ‘terlalu malam’. Jika digambarkan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                    Wengi > kawengian

            ka         wengi                 an

Simpulan
            Melalui analisis kontrastif antara bahasa Indonesia, bahasa Sunda Banten dan bahasa Sunda Priangan dapat dideskripsikan perbedaan aspek kebahasaan antara ketiga bahasa tersebut. Melalui kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan mengenai pembentukan kata dari ketiga bahasa tersebut yang tentu dilatar belakangi oleh adanya aspek budaya. Aspek yang diketahui dari segi bahasa adalah bahwasannya ketiga bahasa tersebut memiliki pembentukannya sendiri-sendiri. Secara morfologi unsur dalam struktur bahasa pada tatarannya yaitu terdapat pembentukan kata atau derivatif yang menjelaskan bahwa setiap bahasa mempunyai fase-fase juga dalam pembentukan sebuah kata.
Daftar Pustaka
Chaer. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
James. 1980. Contrastive Analysis. London: Longman House.
Pateda, Mansoer.1989. Analisis Kesalahan. Flores : Nusa Indah.
Tarigan. 1989. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan         Kebudayaan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa...

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan ...

Cakupan Linguistik Dengan Pendekatan Struktural dan Fungsional

BAB I PENDAHULUAN A.        Dasar Pemikiran Kalau kita mendengar kata linguistik, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kata bahasa, dan memang benar linguistik seperti yang dikatakan oleh Martinet (1987:19) [1] , telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Bahasa adalah objek utama yang dibahas  pada kajian linguistik. Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang menjadai objek kajian sosiologi. Perbandingan ini akan dibahas juga pada pembahasan selanjutnya. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Kata linguistik (yang...