ANALISIS KONTRASTIF POLA KALIMAT PASIF BAHASA ARAB DENGAN BAHASA
INDONESIA
Nur Adibatul Lutfiyyah
Pendidikan Bahasa Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta
adiba.lutfiyyah@gmail.com
ABSTRAK
Kesulitan seorang
guru mengajarkan bahasa kedua kepada para siswa dapat diatasi dengan analisis
kontrastif, di mana diasumsikan bahwa dalam mempelajari bahasa kedua
dipengaruhi oleh penguasaan bahasa pertama. Tujuan artikel ini adalah untuk
mendeskripsikan tingkat perbandingan kalimat pasif bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
yang dapat memberikan manfaat sebagai acuan dalam pengajaran bahasa Arab
sebagai bahasa kedua. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, dengan
acuan pustaka dari sumber Bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Kalimat pasif dalam
bahasa Indonesia dilihat dari strukturnya menggunakan “di-”, “ter-” ataupun
“ke-”. Sementara dalam bahasa Arab hanya mengenal dua
bentuk, pertama bentuk pasif pada fiil madhi (kata kerja lampau) menggunakan
rumus “ضم أوله
وكسر ما قبل اخر”
sedamgkan pada fiil mudhori (kata kerja sekarang atau akan datang) menggunakan
rumus “"ضم
أوله وفتح ما قبل اخر yang tergantung waktu kejadiannya). Konteks kalimat
harus diperhatikan sehingga makna terkandung di dalamnya benar-benar dapat
dimengerti. Setelah dianalisis dan dicari padanan dan perbandingannya dalam
kalimat pasif dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Arab, penulis telah menemukan
persamaan dan perbedaan yang ada. Baik persamaan maupun perbedaannya dapat
dilihat secara struktural maupun secara pragmatis.
Kata kunci: analisis kontrastif, perbandingan, kalimat pasif dan aktif
ABSTRACT
The difficulty of a teacher to teach a second
language to students can be addressed by contrastive analysis, where it is
assumed that learning a second language is influenced by the first language
acquisition. The purpose of this article is to describe the level of a
comparable degree of passive sentences in Indonesian and Arabic to provide
benefits as a reference in the teaching of Arabic as a second language. This
study was conducted with qualitative methods, the reference library of
resources Indonesian and Arabic. Passive Sentences in Indonesian views of the
structure using the "di", "ter" or "ke", in Arabic
we use "
ضم أوله وكسر
ما قبل اخر"
for fiil madhi and “"ضم أوله وفتح ما قبل اخر for fiil mudhari’ depends on the time it
happened. Context of the sentence must be considered so that the meaning
contained in them can be understood. Once analyzed and searched in the matching
and comparison of passive sentences in Indonesian and Arabic, the authors have
found similarities and differences which can be structurally or pragmatically.
Keywords: contrastive analysis, comparison, active
and passive sentence
PENDAHULUAN
Dalam keseharian bila
kita perhatikan dengan saksama,
sebagai seorang guru atau calon guru
yang mengajarkan bahasa Indonesia, kita akan menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para siswa.
Kesalahan-kesalahan itu ternyata dapat kita bedakan dalam dua kategori, yaitu kategori kesalahan dalam
bidang keterampilan dan kesalahan dalam
bidang linguistik. Kesalahan yang
berhubungan dengan keterampilan
terjadi pada saat siswa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Sedangkan kesalahan dalam bidang
linguistik meliputi tata bunyi, tata bentuk kata, dan tata kalimat.
Guru sering menghadapi
kesulitan dalam mengajarkan bahasa kedua kepada para siswanya. Untuk itu
guru harus mengenal analisis kontrastif. Analisis ini dapat membantu guru bahasa menolong dan sekaligus
memperbaiki kesalahan siswa. Dengan demikian, para siswa
dapat segera menguasai bahasa sasaran (B2) yang dipelajari. Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan
pengajaran bahasa mengasumsikan bahwa Bl memengaruhi
siswa ketika mempelajari B2.
Analisis kontrastif adalah aktivitas atau
kegiatan yang mencoba membandingkan struktur bahasa pertama (B1) dengan
struktur bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara
kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa, yang diperoleh dan
dihasilkan melalui Anakon, dapat
digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-
kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi oleh para
siswa di sekolah, terlebih dalam belajar B2.
Analisis kontrastif dapat menolong guru bahasa dan siswa yang sedang mempelajari
bahasa kedua agar segera menguasai bahasa sasaran tersebut
dengan baik. Analisis kontrastif terbatas
hanya menganalisis dua bahasa dengan jalan membandingkannya, yakni membandingkan bahasa kedua dengan
bahasa pertama atau antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu. Hasil
perbandingan unsur kebahasaan yang berbeda akan membantu guru bahasa
untuk meramalkan kesalahan yang
kemungkinan dilakukan siswa dan
sekaligus menolong siswa agar segera
menguasai bahasa sasaran (B2).
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini
adalah: (1) Bagaimana kalimat pasif dalam Bahasa Indonesia, (2) Bagaimana
kalimat pasif dalam Bahasa Arab, (3) Bagaimana perbandingan kalimat pasif dalam
Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan mencari
sumber teori mengenai kalimat dan jenis-jenis kalimat. Kemudian difokuskan pada
kalimat pasif baik bentuk tata bahasa dalam bahasa Arab maupun dalam Bahasa
Indonesia. Kedua bentuk dan makna kalimat pasif tersebut dibandingkan dan
dianalisis perbedaannya. Semua ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan
teknik analisis isi yang terdiri dari kalimat pasif bahasa Indonesia dan bahasa
Arab.
Tujuan penulisan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan tingkat perbandingan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia
dan Bahasa Arab. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
dapat dijadikan acuan bagi pengajaran Bahasa Arab pada umumnya dan khususnya
berkaitan dengan kalimat pasif.
Manfaat yang dimaksud adalah diharapkan
dapat dijadikan model penelitian guna meningkatkan keterampilan berbahasa,
khususnya yang berkaitan dengan kalimat pasif dalam bahasa Arab. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan oleh pengajar bahasa dalam
menentukan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengajaran di kelas,
khususnya kalimat pasif. Penelitian ini diharapkan pula dapat membuka wawasan
penulis dan mahasiswa lain pada pengetahuan Bahasa Arab khususnya tentang
kalimat pasif dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Arab. Manfaat teoritis dari
penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pendidikan bahasa terutama pada
aspek pengajaran grammar atau tata bahasa khususnya kalimat pasif dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Arab.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pengajaran Bahasa Arab tidak lepas dari
pengajaran tata bahasa atau disebut juga dengan qoidah (Ilmu Nahwu dan Sharf).
Dalam pengajaran Bahasa Arab memiliki empat keterampilan berbahasa yang harus
dipelajari yaitu menyimak (istima’), berbicara (kalam), membaca (qiro’ah), dan
menulis (kitabah) dan untuk pengajaran tata bahasa atau qoidah tidak secara
tersurat tercakup dalam kurikulum keempat keterampilan tersebut. Meskipun
demikian, pengajaran tata bahasa atau qoidah menjadi suatu kesatuan dalam
pengajaran keempat keterampilan di atas.
Oleh karena itu, menjadi suatu pertanyaan
bagi pengajar apakah masih perlu mengajar tata bahasa pada aspek pengajaran
bahasa Arab. Dengan kesan bahwa pengajaran tata bahasa ini tidak menarik, baik
bagi siswa maupun guru. Beberapa guru mencoba dengan berbagai teknik dan metode
dalam pengajaran tata bahasa, namun masih saja mengalami kesulitan dalam
memberikan pemahaman kepada siswa.
Salah satu materi tata bahasa atau qoidah
yang cukup sulit dipahami oleh siswa adalah kalimat pasif. Siswa diajarkan
kalimat pasif setelah mereka mengerti kalimat aktif. Dalam bahasa Arab kalimat
aktif disebut bina’ ma’lum sedangkan kalimat pasif disebut bina’ majhul. Secara
umum dalam bahasa Arab dapat kita bedakan dalam empat jenis kalimat, yaitu (1)
kalimat berita (khobar), (2) kalimat tanya (istifham), (3) kalimat perintah
(amr), dan (4) kalimat larangan (nahi). Di antara empat jenis kalimat universal
tersebut yang paling banyak dipakai dalam buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah
adalah kalimat berita (khobar) dalam berbagai bentuknya, seperti: kalimat
positif dan negatif, kalimat aktif dan pasif, kalimat langsung dan tidak
langsung, kalimat biasa dan pengandaian, kalimat sederhana, majemuk dan
kompleks. Semua kalimat itu hanya dapat dipahami dengan baik sesuai dengan
bentuk-bentuknya yang berkaitan dengan waktu, kapan tindakan yang terkandung
dalam kalimat itu terjadi.
Untuk menjelaskan kalimat pasif kepada
murid, guru harus memulainya dengan kalimat aktif terlebih dahulu. Kalimat
dalam bahasa Arab dipengaruhi oleh kapan sesuatu itu terjadi atau waktu,
sedangkan kalimat dalam bahasa Indonesia tidak mengenal itu. Oleh karena itu,
murid akan merasa kesulitan dalam memahami kalimat tersebut.
Analisis Kontrastif
Pada dasarnya analisis kontrastif dapat
dibedakan dalam beberapa bagian, secara gramatikal atau struktural, sintaksis
dan pragmatis. Analisis gramatikal yaitu analisis yang berdasarkan pada tata
bahasa dari masing-masing bahasa pertama dan kedua, analisis sintaksis adalah
analisis yang berdasarkan pada asal kata atau bagaimana memaknai satu bahasa.
Sedangkan analisis pragmatis adalah analisis yang berdasarkan pada penggunaan
bahasa tersebut baik secara formal maupun informal.
Lado (1937) dan Fries (1945) mengatakan
secara terpisah, yang intinya adalah bahwa agar para pengajar dapat meramalkan
kesalahan yang dibuat oleh seorang pelajar, mereka haruslah mengadakan suatu
analisis kontrastif antara bahasa yang dipelajari dan bahasa yang digunakan
pelajar sehari-hari, khususnya dalam komponen-komponen fonologi, morfologi,
kosakata dan sintaksis.
Lado (1937) mengatakan bahwa ”seorang
pelajar bahasa akan menemui unsur-unsur dalam bahasa kedua/asing mudah, dan
unsur-unsur yang lain sangat sukar. Pelajar itu cenderung untuk mengalihkan
bentuk-bentuk bahasa dan makna bentuk-bentuk tersebut serta distribusinya dan
makna- maknanya dari bahasa ibu/sumbernya serta budayanya kepada bahasa
kedua/asing dan budayanya – baik secara produktif apabila mencoba berbicara
bahasa asing itu dan berperilaku dalam budayanya, maupun secara reseptif
apabila mencoba memahami dan mengerti bahasa asing dan budayanya seperti
digunakan oleh para penutur aslinya.” Fries mempunyai gagasan yang sama dengan
Lado ketika ia mengatakan bahwa ”materi- materi instruktional yang paling
efisien adalah yang berdasarkan suatu deskripsi ilmiah dari bahasa yang
dipelajari, yang dibandingkan secara cermat dengan deskripsi paralel dari
bahasa ibu pelajar.”
Sedangkan James (1980) berpendapat bahwa
analisis kontrastif ialah suatu aktivitas linguistik yang bertujuan untuk
menghasilkan tipologi dua bahasa yang kontrastif, yang berdasarkan asumsi bahwa
bahasa-bahasa itu dapat dibandingkan.
Prinsip Dasar Analisis Kontrastif
Menurut Halliday (1970) terdapat dua
prinsip pada analisis kontrastif, yaitu memeriksa sebelum membandingkan dan
membandingkan pola-pola tertentu dan bukan bahasa secara keseluruhan. 1) Pada
prinsip pertama kita tidak dapat membandingkan cara kerja sejumlah bahasa
sebelum kita memeriksa cara kerja masing–masing bahasa itu. Jika kita ingin
menggunakan bahasa ibu sebagai bahan perbandingan dalam mempelajari bahasa
asing, kita tidak cukup hanya bisa berbahasa ibu tetapi kita juga harus
menguasai bahasa yang akan kita bandingkan itu. 2) Pada prinsip kedua, kita
tidak dapat membandingkan bahasa Indonesia dengan bahasa Arab secara
keseluruhan. Yang dapat diperbandingkan adalah salah satu atau beberapa unsur
atau pola yang terdapat pada masing-masing kalimat pasif dalam bahasa yang
dibandingkan. Dan kita tidak dapat menarik kesimpulan dari kedua perbandingan
ini karena setiap pola perbandingan dibahas secara terpisah. Hal ini sesuai
dengan penelitian ini, yang membandingkan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Arab.
Tahap-tahap Analisis Kontrastif
Dalam setiap perbandingan kita mengikuti
tiga tahapan Anakon berikut ini: 1) mendeskripsikan ciri-ciri yang akan
diperbandingkan dari masing-masing bahasa, yaitu memaparkan pokok bahasan
secara menyeluruh yang mencakup hal arti, fungsi dan atribut dari ciri-ciri
tersebut, 2) memastikan bahwa ciri-ciri tersebut dapat dibandingkan. Untuk itu,
sebelumnya harus dapat diperlihatkan padanan kontekstualnya yang memungkinkan
ciri itu dapat dibandingkan. Akan tetapi, bila padanan struktur itu tidak
muncul dalam terjemahan, ciri-ciri itu tidak perlu diperbandingkan, 3) setelah
ciri-ciri yang akan diperbandingkan dipaparkan atau dideskripsikan dan telah
jelas bahwa ciri itu dapat diperbandingkan maka langkah selanjutnya adalah
membandingkan ciri-ciri dari kedua bahasa itu dengan melihat persamaan dan
perbedaan di dalamnya.
Kalimat Pasif dalam Bahasa
Indonesia
Kalimat aktif adalah kalimat yang
subjeknya melakukan suatu tindakan. Sedangkan kalimat pasif adalah kalimat yang
subjeknya menderita (dikenai suatu tindakan) dari apa yang disebutkan dalam
predikatnya. Di dalam buku “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia” dikemukakan
pengertian aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut beberapa hal: (1) macam
verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, dan (3) bentuk verba yang
dipakai. Penafsiran dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: (1)
menggunakan verba berprefiks di- dan
(2) menggunakan verba tanpa prefiks di-
Tidak semua kalimat aktif dapat dijadikan
pasif. Yang dapat diubah menjadi kalimat pasif adalah kalimat aktif yang
mempunyai objek. Kalimat perintah dan kalimat seru juga tidak dapat dijadikan
pasif.
Mengubah kalimat aktif ke dalam kalimat
pasif dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara: (1) menggunakan verba
berprefiks di- dan (2) menggunakan
verba tanpa prefiks di-. Jika kita gunakan
simbol S untuk subjek, P untuk predikat, dan O untuk objek, maka kaidah umum
untuk pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam bahasa Indonesia
adalah sebagai berikut:
Cara pertama : pertukarkanlah S dengan O. Kemudian gantilah prefiks
meng- dengan di- pada P. Lalu, tambahkan kata oleh di muka unsur yang tadinya S. Contoh kalimat aktif:
(i)
Bapak
direktur mengangkat seorang pegawai baru.
(ii)
Ibu kepala
sekolah akan membuka pameran itu.
(iii)
Pak Amir
harus memperbaiki dengan segera sepeda tua itu.
(iv)
Kamu dan saya
harus menyelesaikan urusan ini.
(v)
Saya
sudah mencuci baju-baju itu.
Kalimat di atas dapat diubah menjadi
kalimat pasif, sebagai berikut: kalimat (1), Seorang pegawai baru diangkat oleh Bapak direktur. Kalimat
(1) ini dapat juga dibuat: Seorang asisten baru diangkat Pak Toha. Kalimat (2), Pameran itu akan dibuka oleh Ibu kepala
sekolah. Keberterimaan kalimat (1) dalam bentuk yang pertama dan kedua
menunjukkan bahwa kehadiran bentuk oleh pada
kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, jika verba predikat tidak diikuti
langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek kalimat aktif), maka
bentuk oleh wajib hadir. Atas dasar
itulah maka bentuk kalimat (3) Sepeda tua itu harus diperbaiki dengan segera
oleh Pak Amir. Sedangkan bentuk tanpa kata oleh
tidak bisa diterima sebagai bentuk kalimat pasif (Sepeda tua itu harus diperbaiki
segera Pak Amir). Pemasifan dengan cara pertama umumnya digunakan jika subjek
kalimat aktif berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh kalimat (1)-(5)
di atas, jika subjek kalimat pasif berupa pronominal persona, padanan pasifnya
umumnya dibentuk dengan cara kedua. Akan tetapi, jika subjek kalimat aktif itu
berupa gabungan pronominal dengan pronominal atau frasa lain, maka padanan
pasifnya dibentuk dengan cara pertama. Karena itulah bentuk kalimat pasif
kalimat (4) Urusan ini harus kamu dan saya selesaikan, yang dibentuk dengan
cara kedua, kita tolak sebagai bentuk pasif kalimat (4) di atas. Kehadiran kata
oleh pada kalimat (4) adalah wajib,
jadi kalimat pasif yang berterima dari kalimat (4) adalah urusan ini harus
diselesaikan oleh kamu dan saya.
Cara kedua: padanan pasif dari kalimat aktif transitif yang subjeknya
berupa pronominal dibentuk dengan cara kedua. Adapun kaidah pembentukan kalimat
pasif cara kedua itu adalah pertama
pindahkan O ke awal kalimat. Lalu, tanggalkan prefiks meng- pada P. Kemudian, pindahkan S ke tempat yang tepat sebelum
verba.
Cara kedua ini bila diterapkan pada contoh kalimat (5), bentuk
kalimat pasifnya adalah ‘Baju-baju itu sudah saya cuci’. Jika subjek kalimat
aktif transitif berupa pronominal persona ketiga atau nama diri yang relatif
pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara pertama atau kedua
sepeti tampak pada contoh berikut:
(i)
Aktif:
Mereka akan membersihkan kelas ini.
Pasif 1: Kelas ini akan dibersihkan
(oleh) mereka.
Pasif 2: Kelas ini akan mereka bersihkan.
(ii)
Aktif :
Dia sudah membaca surat itu.
Pasif 1: Surat itu sudah dibaca olehnya/
(oleh) dia.
Pasif 2: Surat itu sudah dibacanya/ dia
baca.
(iii)
Aktif :
Ayah belum mendengar berita bahagia itu.
Pasif 1: Berita bahagia itu belum
didengar (oleh) ayah.
Pasif 2: Berita bahagia itu belum ayah
dengar.
Apabila subjek kalimat aktif transitif
itu panjang, maka padanan kalimat pasifnya dibentuk dengan cara pertama. Jadi,
bentuk seperti Berita bahagia itu belum
didengar oleh Riyan tidak dapat diubah menjadi Berita bahagia itu belum Riyan dengar.
Pembentukan kalimat pasif dengan cara dua
dari kalimat aktif transitif yang subjeknya berupa pronominal persona ketiga
atau nama diri pada umumnya terbatas pada pemakaian sehari-hari. Pronomina aku, engkau,
dan dia (yang mengikuti predikat)
pada kalimat pasif cenderung dipendekkan menjadi ku-, kau-, dan –nya seperti pada contoh kalimat
berikut:
a.1.
Surat itu
baru aku terima kemarin
a.2.
Surat itu
baru kuterima kemarin.
b.1.
Buku ini
perlu engkau baca.
b.2.
Buku ini
perlu kaubaca.
c.1.
Pena saya
dipinjam oleh dia.
c.2.
Pena saya
dipinjam olehnya.
Perubahan kalimat aktif transitif yang
mengandung kata seperti ingin atau mau cenderung menimbulkan pergerseran
makna. Contoh: Andi ingin menolong
Tuti. Tuti ingin ditolong Andi. Pada
kalimat pertama adalah kalimat aktif, jelas bahwa yang ingin melakukan
perbuatan menolong adalah Andi, tetapi pada kalimat kedua, orang cenderung
menafsirkan bahwa yang menginginkan pertolongan itu adalah Tuti dan bukan Andi.
Tafsiran makna kalimat pasif yang berbeda dengan makna padanan kalimat aktif
itu timbul karena kodrat kata ingin yang
cenderung dikaitkan dengan unsur di sebelah
kiri yang mendahuluinya. Hal ini tampak lebih nyata pada keganjilan
pasangan kalimat ‘Randi ingin mencuci
mobilnya’ – ‘Mobilnya ingin dicuci Randi’.
Arti pasif dapat pula bergabung dengan
unsur lain seperti unsur ketaksengajaan. Jika kalimat aktif diubah menjadi
kalimat pasif dan dalam kalimat pasif itu terkandung pula pengertian bahwa
perbuatan yang dinyatakan oleh verba itu mengandung unsur yang tak sengaja,
maka bentuk prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di-, melainkan ter-.
Perhatikan perbedaan kalimat (1) dan kalimat (2) berikut:
(1)
a.
Penumpang taksi itu dilempar ke luar.
(1)
b.
Penumpang taksi itu terlempar ke
luar.
(2)
a. Dia dipukul kakaknya.
(2)
b. Dia terpukul kakaknya.
Kalimat (1a dan 2a) menunjukkan bahwa
seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat dan kesengajaan. Sebaliknya,
kalimat (1b dan 2b) mengacu ke suatu keadaan atau ke ketidaksengajaan si pelaku
perbuatan. Pada kalimat (1b) mungkin saja penumpang tadi terlempar oleh orang
lain, atau mungkin juga oleh guncangan taksi yang terlalu besar. Di samping
makna ketaksengajaan itu, verba pasif yang memakai ter- juga dapat menunjukkan kekodratan. Artinya, kita
tidak memasalahkan siapa yang melakukan perbuatan tersebut sehingga seolah-olah
sudah menjadi kodratlah bahwa sesuatu harus demikian keadaannya. Perhatikan
contoh kalimat berikut:
(A) Gunung Merapi terletak di Pulau Jawa.
(B) Soal ini terlepas dari rasa senang dan tidak senang.
Pada contoh (A) dan (B) tidak ada unsur sengaja atau tidak sengaja,
dan kita pun tidak memasalahkan siapa yang meletakkan gunung itu atau yang
melepaskan soal ini. Bentuk kalimat pasif lain yang bermakna adversatif tampak
pada contoh berikut:
1. Soal itu diketahui oleh orang tuanya.
2. Soal itu ketahuan oleh orang tuanya.
1. Partai kita dimasuki unsur kiri.
2. Partai kita kemasukkan unsur kiri.
Di sini perlu ditekankan bahwa makna kalimat yang predikatnya
memakai ke-an ini adalah pasif dengan tambahan makna adversatif, yakni makna
yang tidak menyenangkan.
Kalimat Pasif dalam Bahasa Arab
Pola kalimat aktif dalam bahasa Arab
mungkin dapat di sebut bina ma’lum yaitu kalimat yang subjeknya berperan
sebagai pelaku atau aktor.sedangkan dalam pola kalimat pasif adalah kalimat
yang subjeknya berperan sebagai penderita atau menadi sasaran yang disebut bina
majhul.
Contoh kalimat aktif :حسن يشرب العصير (Hasan sedang meminum jus)
Contoh kalimat pasif : يشرب
العصير (Jus sedang diminum (oleh
hasan))
Cara Pembentukan Fi’il Majhul Dari Fi’il Ma’lum.
1. Fi’il Madhi
Kaidah fi’il madhi majhul adalah huruf pertama dibaca dhommah,
sebelum akhir (‘ain fi’il) dibaca kasroh dan huruf akhir dibaca sesuai dengan
kemabniannya. Dan bila sebelum ‘ain fi’il ada huruf hidup maka dibaca dhommah.
Contoh:
ضَرَبَ –> ضُرِبَ (memukul-dipukul)
قَتَلَ –> قُتِلَ (membunuh-dibunuh)
تَعَلَّمَ –> تُعُلِّمَ (mengajar-diajar)
2. Fi’il Mudhori’
Difathah huruf sebelum terakhir dan di dhommah huruf pertamanya.
Contoh:
يَكْتُبُ –> يُكْتَبُ (menulis-ditulis)
يَفْتَحُ –> يُفْتَحُ (membuka-dibuka)
يَسْتَمِعُ –> يُسْتَمَعُ (mendengarkan-didengarkan)
Perlu diketahui, apabila pada fi’il madhi
terdapat huruf yang disukun, maka pada saat pembentukan fi’il majhul tidak
boleh dijadikan dhommah dan tetap harus disukun. Kata yang menjadi fa’il dalam
fi’il majhul adalah maful bih yang selanjutnya disebut “naibul fa’il”
(pengganti fa’il), hukumnya sama dengan fa’il yaitu : rafa’,dan diberi makna :
siapa/apa.
Contoh pola aktif pasif dalam Bahasa Arab
adalah sebagai berikut:
AKTIF
|
PASIF
|
||
fiil
كَتَبَ /kataba/
فَرَحَ /fariha/
كَبُرَ /kabura/
|
pola
فَعَلَ /fa’ala/
فَعِلَ /fa’ila/
فَعًلَ /fa’ula/
|
fiil
kutiba
furiha
kubiro
|
pola
fu’ila
fu’ila
fu’ila
|
Beberapa bentuk klausa atas dasar peran
dalam bahasa Arab:
- Klausa aktif (jumlah ma’lumiyah) adalah klausa yang S-nya
berperan sebagai pelaku. Contoh:شرح الله صدر زيد
- Klausa pasif (jumlah majhuliyah) adalah klausa yang S-nya
berperan sebagai penderita. Contoh:هزمت أكبر
دولتين
- Klausa netral (jumlah bayna ma’lumah wa majhulah) adalah
klausa yang P-nya non verba, S tidak berperan apa-apa, tidak sebagai
pelaku dan tidak sebagai penderita. Contoh:إن
التوحيد مصدر قوته
Hubungan sistematik bahasa Arab pun dapat
dinyatakan antara tipe pola dasar kalimat inti dan kalimat derivasi paif
sebagaimana berikut:
NO
|
AKTIF
|
PASIF
|
1.
|
V + N1+partN2
ركب أحمد السيارة
|
V+ partN2
ركب السيارة
|
2.
|
N1+V+ partN2+adv
حسن يشرب العصيردائما
|
partN2+V+Aux+PartAdv
الباب يفتح من الصباح
|
Analisis kontrastif pola pasif bahasa Arab dan Bahasa
Indonesia.
Setelah dilakukan analisis ditemukan persamaan dan perbedaan dari
keduanya, yaitu:
Persamaan : Pola pasif bahasa Arab dan pola pasif bahasa Indonesia memiliki
persamaan, yaitu: V+N2, N2+V, V, adapun pola aktif bahasa Arab dan pola aktif
bahasa Indonesia sama dalam pola N+V, yakni dalam jumlah ismiyyah dalam bahasa
Arab
Perbedaan : Didalam pola pasif bahasa Arab pola yang terdiri dari tiga tempat
yaitu pola N1+V+N2 pola variasi turunannya hampir sama. Sedangkan di dalam
pola pasif bahasa Indonesia pola N1+V+N2 dengan segala variasi turunannya
semuanya mempunyai banyak pola yang mencapai 10. Adapun diantaranya sebagai berikut:
No
|
Aktif
|
Pasif
|
Ket
|
||
Indonesia
|
Arab
|
Indonesia
|
Arab
|
||
1.
|
N1+ (me+VI)+N2
|
N1+ V+(partN2)
|
N2+(di+VT)+oleh+N1
N2+(ter+VP)+oleh+N1
|
partN2+V+Aux+PartAdv
|
beda
|
2.
|
N+V
|
N+V
|
V+N2, N2+V, V
|
V+N2, N2+V, V
|
sama
|
Beberapa persamaan dan perbedaan sintaksis kalimat dalam
bahasa Arab dan Indonesia secara umum diantaranya adalah:
Persamaan
1)
Dalam
bahasa Indonesia, kalimat sederhana meliputi Subjek, Predikat, Objek, dan
keterangan. Contoh: kita belajar bahasa Indonesia di sekolah.
2)
Begitu
juga kalimat sederhana dalam bahasa Arab meliputi Fi’il, Fa’il, dan maf’ul bih
serta dharaf. Contoh: ذهب علي إلى السوق
3)
Kalimat
setara dalam bahasa Indonesia yaitu kalimat yang terdiri atas dua struktur
kalimat yang unsur pembentuknya berkedudukan sama atau setara dan cirinya
disertai dengan tanda hubung (dan,lalu,serta,dsb). contoh: adik membaca
buku,sedangkan kakak menulis surat.
4)
Di dalam
bahasa Arab pun, kalimat setara adalah kalimat yang terdiri dari dua kalimat
sederhana disertai tanda hubung (huruf ‘athaf).Contoh: درس خا لد بجد و نجح في الامتحان
Perbedaan
1)
Adanya
aturan cara membaca/mengucapkan kata di akhirnya dan adanya perubahan bacaan
yang disebabkan amil. Misalnya: رايت عمرا ,جاء
عمر
2)
Perbedaan
struktur kalimat nominal dan verbal, perbedaan aturan itu akan mempengaruhi
pula dalam memahami bahasa Arab, contoh ذ هب احمد
الى السوق maka arti yang menurut susunan bahasa Indonesia adalah
Pergi Ahmad ke pasar. Dan ini janggal menurut bahasa Indonesia.
3)
Perbedaan
pola kalimat
·
Pola
penyusunan kata tunjuk, misalnya هذا القلم جميل berbeda
dengan هذا قلم جميل
·
Pola
pendahuluan obyek, misalnya السيارة سيركبها احمد (O-P-S)
pola ini asing dalam bahasa Indonesia
4)
Adanya
persesuaian antara kata dalam kalimat
- Kesesuaian
I’rab/ harokat/ bunyi kahir kata , contoh كتاب
جميل, كتابا جميلا
- Kesesuaian
jenis kata contoh kata كتاب جميل, مدرسة
جميلة
KESIMPULAN
Seperti dalam bahasa Indonesia, Bahasa Arab
pun terdapat kalimat pasif. Kalimat pasif ini digunakan untuk mengungkapkan
kejadian yang menimpa subyeknya. Setelah dianalisis dan dicari padanan dan
perbandingan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Arab, penulis
telah menemukan persamaan dan perbedaan yang ada. Baik persamaan maupun
perbedaannya dapat dilihat secara struktural maupun secara pragmatis. Secara
struktural terdapat perbedaan kalimat pasif dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia
yaitu subyeknya yang dikenai tindakan dan obyeknya sebagai pelaku yang ditandai
dengan kata oleh, dalam Bahasa Arab tidak
demikian, bahasa Indonesia tidak mengenal perbedaan waktu pengucapan sedangkan
bahasa Arab sangat memperhatikan itu. Sedangkan persamaannya adalah dalam
Bahasa Indonesia, kalimat sederhana meliputi Subjek, Predikat, Objek, dan
Keterangan, begitupun dalam bahasa Arab terdiri dari fi’il, fa’il dan maf’ul
bih serta dzaraf. Dalam bahasa Arab, kalimat pasif diucapkan berdasarkan rumus
masing-masing baik itu dilakukan sekarang (present),
masa depan (future), ataupun masa
lalu (past). Rumus pembentukan pola
kalimat pasif pada kata kerja yang digunakan dalam masing-masing waktu berbeda karena perbedaan waktu, sedangkan dalam bahasa Indonesia
tidak ada perbedaan penggunaan kata kerja. Secara pragmatis, makna yang
terkandung di dalam kalimat pasif bahasa Arab sama dengan makna yang terkandung
dalam bahasa Indonesia, yaitu sama-sama menyatakan obyek sebagai pelaku dan
subyek sebagai penerima tindakan (yang dikenai tindakan). Perbedaannya terletak
pada makna adversatif dan ketidaksengajaan. Dalam bahasa Arab tidak terdapat
kalimat pasif yang bermakna ketidaksengajaan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul (2010). Sosiolinguistik. Jakarta: PT.Rineka
Cipta.
Hakim, Taufiqul (2003). Amtsilati : Metode mendalami Al-Qur’an
dan membaca kitab kuning Jilid 4. Jepara : Al-Falah Offset.
James, C. (1980). Contrastive
Analysis. England: Longman.
Keraf , G. (1991). Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa
Indah.
Lado, R. (1964). Linguistic
Across Culture. Michigan: University of Michigan Press.
Malik, Ibnu. Alfiyah Ibnu Malik. Cairo, Mesir.
Tarigan, H. G. (1992). Pengajaran
Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
Komentar
Posting Komentar