PENDAHULUAN
![]() |
| Sumber Gambar: malesbanget.com |
Meletusnya perang Dunia II
menimbulkan kebutuhan para tentara Amerika untuk dapat berkomunikasi dengan
sekutu dan musuh-musuh mereka.
Karenanya, para ahli bahasa, metodologis serta psikolog bekerjasama
untuk merumuskan metode serta teknik pengajaran bahasa asing yang paling
efektif, khususnya bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Berdasarkan hipotesa
analisis kontrastif yang menyatakan bahwa materi pengajaran bahasa asing yang
paling efektif adalah yang berdasarkan studi kontrastif, maka bidang ini
dianggap sebagai bagian yang penting dan terintegrasi dari suatu pengajaran
bahasa asing. Analisis kontrastif
dianggap sebagai solusi terbaik untuk semua masalah pengajaran bahasa. Studi ini ditujukan untuk memprediksi dan
mengatasi kesalahan serta kesulitan yang dihadapi oleh pembelajar.
Terkait analisis kontrastif terdapat pula latar belakang sejarah Hipotesis Analisis Kontrastif dari sisi psikologi dan linguistik. Demikian pula pembahasan mengenai berbagai versi dari analisis kontrastif termasuk mengenai tingkatan analisis linguistik dan prosedur untuk membandingkan bahasa-bahasa. Kemudian terdapat pula teori tingkat kesulitan dan teori markedness serta mengenai kelebihan dan kekurangan dari analisis kontrastif.
Terkait analisis kontrastif terdapat pula latar belakang sejarah Hipotesis Analisis Kontrastif dari sisi psikologi dan linguistik. Demikian pula pembahasan mengenai berbagai versi dari analisis kontrastif termasuk mengenai tingkatan analisis linguistik dan prosedur untuk membandingkan bahasa-bahasa. Kemudian terdapat pula teori tingkat kesulitan dan teori markedness serta mengenai kelebihan dan kekurangan dari analisis kontrastif.
PENGERTIAN ANALISIS KONTRASTIF
Sejarah linguistik komparatif
dimulai pada abad ke-18 saat pembelajar mulai membandingkan berbagai bahasa
yang berbeda secara rinci dan sistematis untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara bahasa-bahasa tersebut.
Beberapa ahli bahasa juga tertarik untuk membandingkan berbagai tahapan perkembangan suatu bahasa, seperti membandingkan bahasa Persia kuno dan menengah dengan modern Farsi, yang dilakukan oleh sebagian ahli bahasa Iran. Ahli bahasa juga membandingkan bahasa-bahasa untuk mengklasifikasikan bahasa tersebut ke dalam suatu kelompok tertentu berdasarkan kesamaan yang ada dalam bahasa-bahasa tersebut. Dengan kata lain ahli bahasa mempelajari persamaan struktural dalam bahasa-bahasa tersebut terlepas dari sejarahmya, sebagai bagian dari usaha untuk membuat klasifikasi yang baik atau tipe-tipe bahasa. Hal ini dikenal sebagai comparative typological lingustics.
Jenis studi perbandingan lain adalah linguistik kontrastif atau analisis kontrastif. Analisis kontrastif adalah sebuah studi sistematis dari dua bahasa untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan struktural, biasanya digunakan untuk tujuan penerjemahan atau pengajaran. Linguistik kontrastif modern menunjukkan bagaimana dua bahasa itu berbeda, guna mendapatkan penyelesaian untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Caranya adalah membandingkan dua bahasa tersebut dengan tujuan untuk membantu pembelajar bahasa asing (B2) dengan cara mengidentifikasi kemungkinan kesulitan-kesulitan yang akan ditemui dalam pembelajaran bahasa asing tersebut. Analisis kontrastif juga digunakan sebagai alat dalam teori penerjemahan untuk mengatasi masalah ‘equivalence’ (adanya kesamaan arti dalam dalam bahasa ibu dan bahasa asing). Dan analisis kontrastif juga hanya dipakai untuk bahasa-bahasa yang ada sekarang ini.
Ada dua jenis studi kontrastif yaitu teori dan terapan. Menurut Fisiask (1985. p.2 ) dalam studi kontrastif teori, adanya perbedaan ataupun persamaan dalam dua atau lebih bahasa, bisa dijadikan model perbandingan dan dapat menentukan bagaimana serta elemen mana saja yang dapat diperbandingkan sehingga akan menghasilkan istilah seperti konkruen (kesamaan semantik), ekuivalen dan koresponden (kemiripan antar kata-kata dalam dua bahasa).
Di sisi lain, analisis kontrastif terapan merupakan bagian dari linguistik terapan. Sejak diperkenalkan oleh Robert Lado pada tahun 1950an, analisis kontrastif sering dipakai untuk mengatasi masalah-masalah seperti (a) menghindari kesalahan dalam pembelajaran bahasa asing, (b) untuk membantu transfer antar dua bahasa dalam proses penerjemahan teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain seperti yang ditunjukkanoleh Hatim (1996), serta (c) untuk mencari kesamaan leksikal dalam proses penyusunan kamus dua bahasa, seperti yang diilustrasikan oleh Heltai (1988) dan Hartmann (2007).
Tugas utama studi kontrastif terapan adalah menjelaskan alasan beberapa bahasa asing lebih sulit dipelajari dibandingkan yang lainnya.
Beberapa ahli bahasa juga tertarik untuk membandingkan berbagai tahapan perkembangan suatu bahasa, seperti membandingkan bahasa Persia kuno dan menengah dengan modern Farsi, yang dilakukan oleh sebagian ahli bahasa Iran. Ahli bahasa juga membandingkan bahasa-bahasa untuk mengklasifikasikan bahasa tersebut ke dalam suatu kelompok tertentu berdasarkan kesamaan yang ada dalam bahasa-bahasa tersebut. Dengan kata lain ahli bahasa mempelajari persamaan struktural dalam bahasa-bahasa tersebut terlepas dari sejarahmya, sebagai bagian dari usaha untuk membuat klasifikasi yang baik atau tipe-tipe bahasa. Hal ini dikenal sebagai comparative typological lingustics.
Jenis studi perbandingan lain adalah linguistik kontrastif atau analisis kontrastif. Analisis kontrastif adalah sebuah studi sistematis dari dua bahasa untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan struktural, biasanya digunakan untuk tujuan penerjemahan atau pengajaran. Linguistik kontrastif modern menunjukkan bagaimana dua bahasa itu berbeda, guna mendapatkan penyelesaian untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Caranya adalah membandingkan dua bahasa tersebut dengan tujuan untuk membantu pembelajar bahasa asing (B2) dengan cara mengidentifikasi kemungkinan kesulitan-kesulitan yang akan ditemui dalam pembelajaran bahasa asing tersebut. Analisis kontrastif juga digunakan sebagai alat dalam teori penerjemahan untuk mengatasi masalah ‘equivalence’ (adanya kesamaan arti dalam dalam bahasa ibu dan bahasa asing). Dan analisis kontrastif juga hanya dipakai untuk bahasa-bahasa yang ada sekarang ini.
Ada dua jenis studi kontrastif yaitu teori dan terapan. Menurut Fisiask (1985. p.2 ) dalam studi kontrastif teori, adanya perbedaan ataupun persamaan dalam dua atau lebih bahasa, bisa dijadikan model perbandingan dan dapat menentukan bagaimana serta elemen mana saja yang dapat diperbandingkan sehingga akan menghasilkan istilah seperti konkruen (kesamaan semantik), ekuivalen dan koresponden (kemiripan antar kata-kata dalam dua bahasa).
Di sisi lain, analisis kontrastif terapan merupakan bagian dari linguistik terapan. Sejak diperkenalkan oleh Robert Lado pada tahun 1950an, analisis kontrastif sering dipakai untuk mengatasi masalah-masalah seperti (a) menghindari kesalahan dalam pembelajaran bahasa asing, (b) untuk membantu transfer antar dua bahasa dalam proses penerjemahan teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain seperti yang ditunjukkanoleh Hatim (1996), serta (c) untuk mencari kesamaan leksikal dalam proses penyusunan kamus dua bahasa, seperti yang diilustrasikan oleh Heltai (1988) dan Hartmann (2007).
Tugas utama studi kontrastif terapan adalah menjelaskan alasan beberapa bahasa asing lebih sulit dipelajari dibandingkan yang lainnya.
Analisis Kontrastif Pedagogis serta
Landasan Psikologisnya
Dalam kurun waktu tahun 1950an
sampai akhir tahun 60an, analisis kontrastif
pedagogis banyak dipakai dalam pembelajaran bahasa kedua atau Second
Language Acquisition (SLA), sebagai suatu metode untuk menjelaskan mengapa
beberapa bagian dari bahasa target lebih sulit untuk dipelajari dibandingkan
yang lainnya.
Analisis kontrastif membantu mengidentifikasi kemungkinan kesulitan yang dihadapi pembelajar agar dapat mendesain pembelajaran bahasa yang lebih efisien. Analisis kontrastif bersama dengan psikologi tingkah laku serta linguistik struktural, memberikan pengaruh yang baik pada desain kurikulum pembelajaran bahasa kedua (SLA) dan pendidikan guru bahasa serta memberikan landasan teoretis bagi metode Audio-Lingual.
Analisis kontrastif pedagogis mengacu pada asumsi dari psikologi tingkah laku, yaitu memandang proses pemerolehan bahasa pertama sebagai pembentukan kebiasaan baru melalui pengulangan dan diperkuat oleh penguatan respon yang benar. Ini mirip dengan binatang yang dilatih untuk melakukan tugas tertentu. Menurut teori ini, pemerolehan bahasa tidak dianggap sebagai proses mental aktif melainkan sebagai proses mekanisme pasif.
Menurut Lado dalam bukunya yang terkenal, Linguistics Across Culture (1957. p.2), individu cenderung untuk mentrasfer bentuk dan makna, serta distribusi bentuk dan makna bahasa dan budaya asli mereka ke bahasa dan budaya asing baik ketika berbicara ataupun memahami bahasa tersebut. Berdasarkan asumsi ini, ahli bahasa struktural mengidentifikasi kesulitan yang dialami pembelajar bahasa kedua dan membuat materi pengajaran yang sesuai untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Hal ini dilakukan dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa asli pembelajar dengan bahasa kedua yang akan dipelajari. Teknik ini disebut sebagai Analisis Kontrastif. Menurut Lado, kunci untuk menurunkan kesulitan dalam pembelajaran bahasa asing terletak pada perbandingan antara bahasa asli/bahasa ibu dengan bahasa asing (Lado, 1957. p 1).
Analisis kontrastif menjadi dasar bagi pengajaran bahasa asing dan merupakan kriteria utama bagi persiapan bahan pengajaran. Materi pengajaran dibuat sedemikian rupa sehingga pembelajar bisa melakukannya tanpa kesalahan. Kesalahan dianggap sebagai pertanda buruk dari lemahnya pengajaran dan pembelajaran, dan segala hal dilakukan untuk menghindarkan hal tersebut. Pentabuan terhadap kesalahan didukung oleh Skinner (1957) yang berpendapat bahwa jika terjadi suatu kesalahan, kemungkinan berulangnya kesalahan tidak dapat dikurangi secara permanen dengan pemberian hukuman, dan guru harus memberikan penghargaan terhadap respon yang benar. Sikap negatif terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua direfleksikan dalam tuntunan metodologi audio-lingual di tahun 60an.
Analisis kontrastif membantu mengidentifikasi kemungkinan kesulitan yang dihadapi pembelajar agar dapat mendesain pembelajaran bahasa yang lebih efisien. Analisis kontrastif bersama dengan psikologi tingkah laku serta linguistik struktural, memberikan pengaruh yang baik pada desain kurikulum pembelajaran bahasa kedua (SLA) dan pendidikan guru bahasa serta memberikan landasan teoretis bagi metode Audio-Lingual.
Analisis kontrastif pedagogis mengacu pada asumsi dari psikologi tingkah laku, yaitu memandang proses pemerolehan bahasa pertama sebagai pembentukan kebiasaan baru melalui pengulangan dan diperkuat oleh penguatan respon yang benar. Ini mirip dengan binatang yang dilatih untuk melakukan tugas tertentu. Menurut teori ini, pemerolehan bahasa tidak dianggap sebagai proses mental aktif melainkan sebagai proses mekanisme pasif.
Menurut Lado dalam bukunya yang terkenal, Linguistics Across Culture (1957. p.2), individu cenderung untuk mentrasfer bentuk dan makna, serta distribusi bentuk dan makna bahasa dan budaya asli mereka ke bahasa dan budaya asing baik ketika berbicara ataupun memahami bahasa tersebut. Berdasarkan asumsi ini, ahli bahasa struktural mengidentifikasi kesulitan yang dialami pembelajar bahasa kedua dan membuat materi pengajaran yang sesuai untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Hal ini dilakukan dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa asli pembelajar dengan bahasa kedua yang akan dipelajari. Teknik ini disebut sebagai Analisis Kontrastif. Menurut Lado, kunci untuk menurunkan kesulitan dalam pembelajaran bahasa asing terletak pada perbandingan antara bahasa asli/bahasa ibu dengan bahasa asing (Lado, 1957. p 1).
Analisis kontrastif menjadi dasar bagi pengajaran bahasa asing dan merupakan kriteria utama bagi persiapan bahan pengajaran. Materi pengajaran dibuat sedemikian rupa sehingga pembelajar bisa melakukannya tanpa kesalahan. Kesalahan dianggap sebagai pertanda buruk dari lemahnya pengajaran dan pembelajaran, dan segala hal dilakukan untuk menghindarkan hal tersebut. Pentabuan terhadap kesalahan didukung oleh Skinner (1957) yang berpendapat bahwa jika terjadi suatu kesalahan, kemungkinan berulangnya kesalahan tidak dapat dikurangi secara permanen dengan pemberian hukuman, dan guru harus memberikan penghargaan terhadap respon yang benar. Sikap negatif terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua direfleksikan dalam tuntunan metodologi audio-lingual di tahun 60an.
Berbagai Versi Hipotesa Analisis
Kontrastif
- Strong Version (Kuat): memprediksi kesulitan dan kesalahan dari pembelajar bahasa kedua.
- Weak Version (Lemah): merupakan model dengan diagnosa dan penjelasan terhadap prediksi dari Strong Version.
- Moderate Version (Rata-rata): dianggap lebih jelas dibandingkan dua versi sebelumnya karena mencakup juga sisi pembelajaran manusianya, tidak hanya mengkontraskan dua bahasa.
Level Analisis Linguistik
Selama ini para ahli bahasa
memandang bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang kompleks yang harus di
analisa dengan sejumlah tingkatan, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,
leksis, dan pragmatik. Dengan kata lain,
bahasa dapat dibagi menjadi komponen-komponen yang terkait dengan berbagai
tingkatan analisis seperti fonologi, morfologi,
sintaktik, leksiko semantik serta pragmatik, dan deskripsi kontrastif dapat
dibuat pada setiap level dari struktur linguistik.
Studi kontrastif tradisional mengumpulkan kesamaan serta perbedaa-perbedaan antara komponen-komponen linguistik dari dua bahasa yang dibandingkan dan dikontraskan. Penekanan terhadap berbagai tingkatan linguistik tidaklah sama dalam teori linguistik yang berbeda. Contohnya adalah fokus penelitian dalam Grammar Generative-Transformasi adalah sintaksis, sementara Teori Comunicative lebih menekankan pada penggunaan pragmatik dari suatu bahasa.
Perlu digarisbawahi bahwa linguistik struktural dan Grammar tradisional bukanlah satu-satunya model yang digunakan untuk analisis kontrastif. Grammar Generative-Transformasi dan teori-teori linguistik lainnya juga digunakan sebagai dasar untuk membandingkan dan mengkontraskan bahasa.
Studi kontrastif tradisional mengumpulkan kesamaan serta perbedaa-perbedaan antara komponen-komponen linguistik dari dua bahasa yang dibandingkan dan dikontraskan. Penekanan terhadap berbagai tingkatan linguistik tidaklah sama dalam teori linguistik yang berbeda. Contohnya adalah fokus penelitian dalam Grammar Generative-Transformasi adalah sintaksis, sementara Teori Comunicative lebih menekankan pada penggunaan pragmatik dari suatu bahasa.
Perlu digarisbawahi bahwa linguistik struktural dan Grammar tradisional bukanlah satu-satunya model yang digunakan untuk analisis kontrastif. Grammar Generative-Transformasi dan teori-teori linguistik lainnya juga digunakan sebagai dasar untuk membandingkan dan mengkontraskan bahasa.
Prosedur untuk membandingkan Bahasa
Analisis Kontrastif didasarkan pada
asumsi bahwa bahasa dapat dibandingkan dan dikontraskan. Perbandingan tersebut dilakukan oleh para
ahli bahasa dengan memberikan deskripsi bahasa ibu dari pembelajar dengan
dengan bahasa target pada beberapa tingkatan linguistik yang telah disebutkan
sebelumnya. Karenanya, Analisis
Kontrastif dapat dianggap sebagai aktivitas linguistik yang ditujukan untuk
menghasilkan kontrastif tipologi two-valued.
Menurut James (1980), analisis kontrastif mencakup dua langkah yaitu deskripsi dan perbandingan (p. 63). Akan tetapi 5 langkah berbeda telah disebut dalam literatur untuk membandingnkan dan mengkontraskan dua bahasa, atau dua subsistem. Berikut adalah kelima langkah tersebut:
Menurut James (1980), analisis kontrastif mencakup dua langkah yaitu deskripsi dan perbandingan (p. 63). Akan tetapi 5 langkah berbeda telah disebut dalam literatur untuk membandingnkan dan mengkontraskan dua bahasa, atau dua subsistem. Berikut adalah kelima langkah tersebut:
- Seleksi: analis harus memilih fitur tertentu dari bahasa target yang berpotensi menimbulkan kesulitan bagi pembelajar, kemudian membandingkan dan mengkontraskan fitur-fitur tersebut dengan fitur yang sejajar dalam bahasa ibu pembelajar. Serleksi bisa berdasarkan pengalaman mengajar analis dan intuisi bilingual jika memiliki bahasa ibu yang sama dengan pembelajar.
- Deskripsi: ahli bahasa atau guru bahasa harus menggambarkan secara eksplisit dua bahasa tersebut. Dalam analisis kontrastif yang utama adalah deskripsi ilmiah dimana ditekankan adanya deskripsi paralel dari kedua bahasa tersebut. Deskripsi pararlel mengimplikasikan bahwa kedua bahasa harus digambarkan melalui kerangka atau model linguistik yang sama.
- Perbandingan: analis bertugas membandingkan dan mengkontraskan kedua sistem dengan mensejajarkan fitur dari kedua bahasa tersebut untuk mendapatkan kesamaan serta perbedaannya. Pada tahap ini analis harus memutuskan apa dibandingkan dengan apa. Yang dibandingkan adalah pada tiga tingkatan, yaitu bentuk, makna, dan distribusi bentuk.
- Prediksi : setelah menggambarkan dan membandingkan fitur tertentu antar bahasa, analis dapat membuat prediksi kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi pembelajar dalam mempelajari bahasa asing.
- Verifikasi : tahap terakhirdari analisis kontrastif adalah verifikasi dimana analis mencari tahu apakah prediksi mengenai kesalahan dan kesulitan benar terjadi atau tidak.
Hirarki Kesulitan
Hirarki kesulitan adalah kondisi dimana
ahli bahasa atau guru dapat membuat prediksi kesulitan relatif pada aspek
tertentu dari bahasa kedua tersebut.
Melalui analisis yang sangat hati-hati dan sistematis mengenai sifat
kedua bahasa yang mengacu pada hirarki kesulitan, ahli bahasa terapan mampu
menemukan kesulitan-kesulitan fonologis yang akan dihadapi pembelajar bahasa
kedua. Perlu digarisbawahi bahwa
kategori-kategori berikut ini memiliki implikasi langsung baik terhadap
pengajaran bahasa kedua maupun penerjemahan.
- Level 0 -Transfer : tidak ada perbedaan atau kontras atara kedua bahasa.
- Level 1 – Coalescence : dua atau lebih item dalam bahasa ibu bersatu menjadi satu item dalam bahasa target.
- Level 2 – Undifferentiation : item yang muncul dalam bahasa ibu tidak muncul dalam bahasa target.
- Level 3 – Reinterpretation : item yang muncul dalam bahasa ibu mendapatkan bentuk baru atau distribusi dalam bahasa target.
- Level 4 – Overdifferentiation : item baru dalam bahasa target, yang sedikit atau tidak memiliki kemiripan dengan bahasa ibu, harus dipelajari.
- Level 5 – Split : satu item dalam bahasa ibu menjadi dua atau lebih dalam bahasa target membuat pembelajar harus membuat perbedaan baru.
Teori Markedness
Teori Markedness menurut
Celce-Murcia dan Hawkins (1985), adalah teori yang membedakan anggota pasangan
bentuk atau struktur yang terkait dengan mengasumsikan bahwa anggota pasangan
yang ditandai memiliki sedikitnya satu
atau lebih fitur dibandingkan yang tidak
ditandai. Anggota yang tidak ditandai
(natural) adalah anggota dengan distribusi yang lebih luas dibandingkan anggota
yang ditandai.
Secara lebih spesifik, menurut teori Markedness, perbandingan bahasa ibu dengan bahasa target adalah penting untuk membuat prediksi atau untuk memahami kesalahan-kesalahan dalam pemerolehan bahasa kedua. Teori ini menyatakan bahwa jika struktur bahasa target lebih banyak ditandai dibandingkan yang terjadi dalam bahasa ibu, maka pembelajar bahasa target akan mengalami lebih banyak kesulitan dengan jenis struktur tersebut. Akan tetapi jika derajatnya sama atau lebih reendah, maka maka pembelajar bahasa target sedikit atau tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari strukturnya.
Secara lebih spesifik, menurut teori Markedness, perbandingan bahasa ibu dengan bahasa target adalah penting untuk membuat prediksi atau untuk memahami kesalahan-kesalahan dalam pemerolehan bahasa kedua. Teori ini menyatakan bahwa jika struktur bahasa target lebih banyak ditandai dibandingkan yang terjadi dalam bahasa ibu, maka pembelajar bahasa target akan mengalami lebih banyak kesulitan dengan jenis struktur tersebut. Akan tetapi jika derajatnya sama atau lebih reendah, maka maka pembelajar bahasa target sedikit atau tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari strukturnya.
Manfaat dan Kekurangan Analisis
Kontrastif
Sejak tahun 1970an pengaruh analisis
kontrastif mulai mengalami penurunan, sebagian akibat dari sedikitnya jumlah
ahli bahasa struktural. Selain itu ada
pula pertentangan dengan pandangan pemerolehan bahasa kedua dan dengan teori interlanguage. Akan tetapi minat terhadap analisis
kontrastif tidak hilang sepenuhnya.
Seperti yang telah dibahas sebeluimnya, analisis kontrastif didasarkan
pada dua asumsi utama yaitu (a) bahasa ibu dari pembelajar tercampur dengan
bahasa target sehingga mengakibatkan terjadinya kesalahan, (b) semakin besar
perbedaan antara struktur bahasa ibu dengan bahasa target, maka makin sulit
untuk mempelajari bahasa asing.
Kritik ditujukan pada analisis kontrastif karena tercampurnya bahasa ibu ke dalam bahasa target diangggap hanya satu dari sumber kesalahan sehingga dianggap membuang waktu dalam memprediksi kesulitan yang mungkin ditimbulkan akibat tercampurnya bahasa ibu dan bahasa target tersebut. Selain itu, banyak kesulitan-kesulitan yang diprediksi dalam kenyataannya tidak muncul. Di sisi lain, kesalahan-kesalahan yang timbul justru tidak diprediksi oleh analisis kontrastif. Karena itu analisis kontrastif mendapat kritikan karena dianggap tidak mengindahkan faktor-faktor seperti strategi pembelajaran dan komunikasi, over generalisasi, transfer training, sehingga dapat mempengaruhi kinerja pembelajar dalam bahasa target.
Selain itu, terkait dengan asumsi kedua dari hipotesa analisis kontrastif, korelasi sederhana tidak selalu dapat ditemukan antara kesulitan pembelajaran dan perbedaan-perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa target. Apa yang diprediksi analisis kontrastif sebagai suatu kesulitan, ternyata pada kenyatannya tidak demikian.
Kritik ditujukan pada analisis kontrastif karena tercampurnya bahasa ibu ke dalam bahasa target diangggap hanya satu dari sumber kesalahan sehingga dianggap membuang waktu dalam memprediksi kesulitan yang mungkin ditimbulkan akibat tercampurnya bahasa ibu dan bahasa target tersebut. Selain itu, banyak kesulitan-kesulitan yang diprediksi dalam kenyataannya tidak muncul. Di sisi lain, kesalahan-kesalahan yang timbul justru tidak diprediksi oleh analisis kontrastif. Karena itu analisis kontrastif mendapat kritikan karena dianggap tidak mengindahkan faktor-faktor seperti strategi pembelajaran dan komunikasi, over generalisasi, transfer training, sehingga dapat mempengaruhi kinerja pembelajar dalam bahasa target.
Selain itu, terkait dengan asumsi kedua dari hipotesa analisis kontrastif, korelasi sederhana tidak selalu dapat ditemukan antara kesulitan pembelajaran dan perbedaan-perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa target. Apa yang diprediksi analisis kontrastif sebagai suatu kesulitan, ternyata pada kenyatannya tidak demikian.
KESIMPULAN
Tidak
dapat dipungkiri lagi, belajar bahasa kedua atau bahasa-bahasa lainnya sangat
penting di era globalisasi sekarang ini. Selain menjadi masyarakat satu negara,
kita sekaligus sudah menjadi masyarakat dunia dimana kita telah dapat malakukan
interaksi sosial dengan siapa saja dan kapan saja di seluruh dunia.
Di sinilah peran analisis konstraktif kiranya lebih jelas. Kajian hasil analisis kontrastif, khususnya pada temuan adanya perbedaan antara B1 dengan B2 dapat digunakan untuk menentukan area isi pembelajaran B2. Hasil itu biasanya mendeskripsikan tentang tingkat kesukaran dan kemudahan yang akan dihadapi oleh pembelajar B2, sehingga itu mempermudah pakar pengajaran bahasa dalam merumuskan urutan area isi dan proses pembelajaran B2. Tujuan analisis kontrastif dapat membantu dalam perumusan area isi dan proses pembelajaran B2.
Dari situasi itu, maka penting kiranya kehadiran analisis konstruktif untuk mempermudah semua orang dalam mempelajari bahasa asing, yang kiranya mampu menambah nilai hidup karena mampu berinteraksi dengan lebih banyak orang. (Reni&Tom)
Di sinilah peran analisis konstraktif kiranya lebih jelas. Kajian hasil analisis kontrastif, khususnya pada temuan adanya perbedaan antara B1 dengan B2 dapat digunakan untuk menentukan area isi pembelajaran B2. Hasil itu biasanya mendeskripsikan tentang tingkat kesukaran dan kemudahan yang akan dihadapi oleh pembelajar B2, sehingga itu mempermudah pakar pengajaran bahasa dalam merumuskan urutan area isi dan proses pembelajaran B2. Tujuan analisis kontrastif dapat membantu dalam perumusan area isi dan proses pembelajaran B2.
Dari situasi itu, maka penting kiranya kehadiran analisis konstruktif untuk mempermudah semua orang dalam mempelajari bahasa asing, yang kiranya mampu menambah nilai hidup karena mampu berinteraksi dengan lebih banyak orang. (Reni&Tom)

Komentar
Posting Komentar