Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal
dari kata Yunani filosofia yang
berasal dari kata kerja filosofein
yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata
Yunani philosophis yang berasal dari
kata kerja philein yang berarti
mencintai, atau philia yang berarti
cinta dan Sophia yang berarti
kearifan. Dalam bahasa Inggris kata
filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’
dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’ yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.
Istilah ‘philosophia’ memiliki akar
kata philein yang berarti mencintai
akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian itu dapat dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sumber dari filsafat adalah
manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras
dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Proses mencari
kebenaran dapat melalui tiga tahap. Tahap pertama manusia berspekulasi dengan
pemikirannya tentang semua hal. Tahap kedua, dari berbagai spekulasi disaring
menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan. Tahap ketiga, buah pikiran
tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang
didasari kebenaran), kemudian berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti
matematika, fisika, hukum, politik, dan lain-lain.
Ruang
Lingkup
Menurut Muzayyin
Arifin, ruang lingkup kajian filsafat meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
1.
Kosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam
permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan
hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan, serta proses kejadian dan perkembangan
hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
2.
Ontologi, yaitu suatu pemikiran tentang
asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya.
3.
Philosophy
of mind, yaitu pemikiran filosofis tentang jiwa dan bagaimana
hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang kebiasaan berkehendak
manusia, dan sebagainya.
4.
Epistemologi, yaitu pemikiran tentang
apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh, apakah dari akal
pikiran (aliran rasionalisme), dari pengalaman panca indera (aliran empirisme),
dari ide-ide (aliran idealism), atau dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk
juga pemikiran tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai di mana
kebenaran pengetahuan kita.
5.
Aksiologi, yaitu suatu pemikiran tentang
masalah-masalah nilai, termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya, nilai
moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini mengandung
pengertian lebih luas daripada etika atau higher
values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).
Sejarah
Perkembangan
Seiring dengan
berjalannya waktu Ilmu Filsafat berkembang dan mengalami
penyesuaian-penyesuaian sesuai zamannya. Filsafat berkembang secara dinamis dan
menunjukkan ciri-ciri yang khas pada setiap tahapannya mulai dari kemunculan
filsafat itu sendiri hingga saat ini, yakni:
1. Zaman
Pra Yunani Kuno (abad 15 SM – 7 SM)
Pada zaman pra yunani
kuno mulai lahir filsafat. Saat itu mulai
berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan. Sebelumnya
pemikiran berpusat pada mitos atau yang disebut dengan istilah mitosentris.
Mulai saat itu orang mencari jawaban rasional tentang problem alam semesta,
dengan demikian filsafat dilahirkan.
2.
Zaman Yunani Kuno (abad 7 SM – 2 SM)
Dalam masa
ini, terjadi
perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan
mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Hal tersebut tecermin dalam pemikiran
filsuf-filsuf pada saat itu. Filsuf pertama yaitu Thales (624-546 SM) yang
muncul dengan pemikirannya tentang asal-usul alam. Thales mengemukakan
pemikirannya tentang air.
3. Zaman Pertengahan (abad 2 SM - 14 SM)
Zaman pertengahan
ditandai dengan munculnya para theolog di bidang ilmu
pengetahuan. Kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran
agama. Semboyan yang muncul pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Filsafat
pada jaman pertengahan dikuasai oleh pemikiran keagamaan Kristiani. Puncak dari
filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan
Skolastik Patristik.
4. Zaman
Renaissance (Abad 14 M – 17 M)
Zaman Renaissance ditandai dengan munculnya pemikiran yang bebas
dari dogma-dogma agama. Renaissanse adalah
zaman peralihan atau zaman yang menjembatani antara zaman pertengahan
ke zaman modern.
5. Zaman Modern
(Abad 17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul.
Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idealisme, dan Empirisme.
6. Zaman Kontemporer
(Dimulai pada abad ke-20)
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Masa kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan yang terjadi
hingga saat ini. Dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, kritisnya umat manusia, dan adanya alat-alat
yang canggih merupakan ciri berkembangnya filsafat di zaman
kontemporer. Semua keberhasilan ini kiranya
semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi.
Aliran Filsafat
1.
Aliran-aliran dalam Persoalan Keberadaan
Persoalan dalam
keberadaan menimbulkan tiga segi pandangan, yaitu: Pertama, keberadaan
dipandang dari segi jumlah, banyak (kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan
yang paling dalam itu. Segi masalah kuantitas ini melahirkan beberapa aliran
filsafat sebagai jawabannya:
1. Monisme,
aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental.
2. Dualisme
(serba dua), aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing
berdiri sendiri.
3. Pluralisme
(serba banyak), aliran yang tidak mengakui adanya satu substansi atau dua
substansi melainkan banyak substansi..
Kedua, keberadaan
dipandang dari segi sifat (kualitas) menimbulkan beberapa aliran sebagai
berikut:
1. Spiritualisme
2. Materialisme
Ketiga, keberadaan
dipandang dari segi proses, kejadian atau perubahan. Aliran yang berusaha
menjawab persoalan ini di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Mekanisme
(serba-menis) menyatakan bahwa semua
gejala (peristiwa) dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin).
2. Teleologi
(serba-tujuan) berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah
kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semua memang ada sesuatu kemauan atau
kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
3. Vitalisme
memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara
fisika-kimiawi, karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup
4. Organisisme,
aliran ini biasanya dilawankan dengan mekanisme dan vitalisme. Menurut
oganisisme, hidup adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang
memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya
sistem yang teratur. Semua bagian bekerja di bawah kebulatannya.
2.
Aliran-aliran dalam Persoalan
Pengetahuan
Persoalan
pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan, dijawab oleh
aliran-aliran berikut;
1. Rasionalisme,
berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal.
2. Empirisme
berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indra.
3. Realisme
adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek yang diketahui adalah nyata
dalam dirinya sendiri.
4. Kritisisme
adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan dengan tokohnya
Immanuel Kant.
Persoalan
pengetahuan yang menekankan pada hakikat pengetahuan, dijawab oleh aliran-aliran
berikut ini.
1. Idealisme
berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau pun
proses-proses psikologis yang sifatnya subjektif.
2. Empirisme
berpendirian bahwa hakikat pengetahuan adalah berupa pengalaman.
3. Positivisme
berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis harus digantikan
dengan pengetahuan faktawi. Apa pun yang berada di luar dunia pengalaman tidak
perlu diperhatikan.
4. Pragmatisme
tidak mempersoalkan apa hakikat pengetahuan melainkan melainkan menanyakan apa
guna pengetahuan tersebut.
3.
Aliran-aliran dalam Persoalan
Nilai-nilai (Etika)
1. Idealisme
Etis
2. Deontologisme
Etis
3. Etika
Teleologis Hedonisme
4. Utilitarisme
Pengetahuan dan Ilmu
Banyak orang mengartikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan
itu sama, hal tersebut memang tidak salah seluruhnya namun perlu ditinjau
berdasarkan kaidah keilmuan agar dapat memahami sesungguhnya. Ilmu pengetahuan
adalah tahapan atau bagian dari pengetahuan. Sehingga dapat dipahami bahwa
pengetahuan berbeda dengan ilmu. Lebih tepatnya ilmu adalah bagian dari
pengetahuan. Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara
etimologis berasal dari kata latin “scinre”, artinya “to know”. Namun,
pengertian science ini sering salah diartikan dan direduksi berkaitan dengan
ilmu alam semata. Ilmu merupakan pengembangan dari pengetahuan yang memiliki
aturan tertentu dan dapat diuji kebenarannya karena berkaitan dengan penafsiran
suatu hal yang pada umumnya berlaku secara umum.
Batasan Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk
menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari manusia, serta digunakan untuk
menawarkan kemudahan pada kehidupan manusia. Ilmu berbatas pada sesuatu yang
dialami manusia, karena pengetahuan yang belum dialami manusia berupaya
dijelaskan oleh pengetahuan lain, seperti agama contohnya.
Sumber
Pengetahuan
Pada
dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan
yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman.
Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan
rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman
mengembangkan paham yang disebut dengan empirisme.
Di
samping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan
pengetahuan lain. sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara
rasional maupun empiris, kedua-duanya merupakan induk produk dari sebuah
rangkaian penalaran. Fakta adalah
(keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan dan benar-benar terjadi. Data
adalah fakta hasil penelitian yang sudah dibingkai oleh suatu teori dari suatu
disiplin ilmu tertentu. Variabel adalah faktor atau unsur yang ikut menentukan
perubahan. Variabel adalah suatu konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi
nilai dalam bentuk bilangan, variabel sebenarnya dalah konsep tingkat rendah
yang acuan-acuannya secara relative mudah diidentifikasi dan observasi serta
mudah diklasifikasi diurut atau diukur. Jadi variabel adalah bagian empiris
dari sebuah konsep atau konstruk. Variabel berfungsi sebagai penghubung antara
dunia teoritis dengan dunia empiris. Variabel merupakan fenomena peristiwa yang
dapat diukir.
Logika
Jujun S. Suriasumantri
mengatakan bahwa logika merupakan cara penarikan kesimpulan sesuai dengan
pendapat William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian dalam Realism of Philosophy yang mengatakan
bahwa logika dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara
sahih”. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu
pengetahuan sebagai persiapan untuk berpikir dengan cara ilmiah.
Proposisi
Secara
tradisional, proposisi merupakan kontruksi yang menggabungkan dua konsep atau
term. Di dalam berbagai bahasa hubungan ini ditandai dengan kopula, yaitu verba
yang menghubungkan subjek dengan komplemen seperti to be, sein, etre dalam bahasa inggris, jerman, dan perancis. (Di
dalam bahasa Indonesia biasanya dinyatakan dengan “adalah” atau “ialah”, namun,
sesuai dengan struktur kalimat bahasa Indonesia, kopula sering tidak
digunakan). Jadi, suatu proposisi
terdiri atas subjek (S), predikat (P) dan kopula (K). dalam proposisi “Lumba-lumba adalah hewan yang hidup di
laut”, lumba-lumba merupakan S, mamalia yang hidup di laut adalah P, dan adalah
merupakan K. Subjek/S merupakan topic proposisi dan predikat/P menyatakan
sesuatu tentang subjek.
Karena
term menurut logika tradisional merupakan kata benda atau yang bermakna benda
dan suatu proposisi selalu mengubungkan dua term, maka baik subjek maupun
predikat dalam proposisi standar menurut logika tradisional harus merupakan
kata/frasa, benda/nomina.
Penalaran
Penalaran dapat disimpulkan
sebagai proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan berupa pengetahuan
berdasarkan logika, dan bersifat analitik.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk
yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak.
Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir.
Penalaran menghasilkan pengetahuan
yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan,
meskipun seperti dikatakan Pascal,
hatipun mempunyai logika tersendiri.
Kesalahan Penalaran
Kesalahan adalah kesesatan yang
terjadi dalam aktifitas berfikir dikarenakan penyalahgunaan bahasa dan/ atau
penyalahan relevansi. Kesesatan merupakan bagian dari logika, dikenal juga
sebagai fallacia/falaccy, di mana
beberapa jenis kesesatan penalaran dipelajari sebagai lawan dari argumentasi
logis. Kesesatan terjadi karena beberapa hal:
1. Ketidak tepatan bahasa, pemilihan
terminologi yang salah.
2. Ketidak tepatan relevansi,
3. Pemilihan premis yang tidak tepat;
yaitu membuat premis dari proposisi yang salah
4. Proses kesimpulan premis yang
caranya tidak tepat
5. Premisnya tidak berhubungan dengan
kesimpulan yang akan dicari.
Kebenaran
Kebenaran adalah
keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, kata “kebenaran” dapat
digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak . Jika subjek
hendak menuturkan kebenaran artinya adalah preposisi atau makna yang di kandung dalam suatu pernyataan (stastement) yang benar apabila subjek menyatakan kebenaran
artinya bahwa yang diuji pasti memiliki
kualitas, siifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian itu
karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat hubungan
dan nilai itu sendiri.
Persesuaian antara
pengetahuan dan objeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu
harus dengan aspek objek yang diketahui . jadi pengetahuan benar adalah
pengetahuan yang objektif.
Ontologi
Ontologi adalah ilmu
tentang yang ada, berakar dari bahasa Yunani ‘on’ berarti ada dan ontos berarti
keberadaan, logos berarti pemikiran. Ontologi membahas apa yang ingin kita
ketahui seberapa jauh ingin kita tahu. Maka ia merupakan kajian mengenai teori
yang ada, dengan kata lain ontologi menjelaskan “apa” sasaran yang dikaji oleh
ilmu.
Pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu
yang ada. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan
dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga
mawar yang berbau harum.
Metafisika
Pembahasan
ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Berdasarkan asal
katanya Metafisika dapat diartikan (Bahasa Yunani: μετά (meta) = “setelah atau di balik”, φύσικα (phúsika) = “hal-hal di alam”) adalah cabang filsafat
yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia.
Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan
atau eksistensi. Menurut pendapat Archie J. Bham mengatakan bahwa metafisika
merupakan suatu penyelidikan pada masalah keberadaan
Aristoteles
dalam bukunya yang berjudul Metaphysica
mengemukakan beberapa gagasannya tentang metafisika antara lain: Metafisika
sebagai kebijaksanaan (sophia), ilmu pengetahuan yang mencari pronsip-prinsip
fundamental dan penyebab-penyebab pertama.
Asumsi
Setiap
ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan
suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang
kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan
merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat
diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu
yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian.
Terdapat beberapa jenis
asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan yang disetujui umum tanpa
memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri disebut
Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau
suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya Premise, pangkal
pendapat dalam suatu entimen.
Pertanyaan penting yang
terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Gejala
alam tunduk pada tiga karakteristik yaitu; Deterministik, Pilihan Bebas, Probabilistik.
Paham determinisme
dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes
(1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang
dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Manusia memiliki kebebasan dalam
menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan
alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai
misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal
memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik
dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan
untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas.
Asumsi
harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin ilmu. Asumsi ini
harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis Asumsi ini harus
disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang
seharusnya”. Jadi asumsi harus bersifat das
sein bukan das sollen. Asumsi
harus bercirikan positif, bukan normatif. Lebih lanjut mengenai asumsi dan
ontologi, ontologi adalah esensi dari fenomena, apakah fenomena merupakan hal
yang bersifat objektif dan terlepas dari persepsi individu atau fenomena itu
dipandang sebagai hasil dari persepsi individu.
Asumsi
Dalam Ilmu
Waktu kecil segalanya kelihatan
besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti raksasa.
Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak
sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu
saja.
Asumsi dan skala observasi
Mengapa terdapat perbedaan yang nyata
terhadap obyek yang begitu kongret seperti sebuah bidang? Mengapa amuba dan
kita seakan-akan hidup dalam dunia yang sangat berbeda? Sebabnya, simpul ahli
fisika Swiss Charles-Eugene Guye, gejala itu diciptakan oleh skala observasi.
Bagi anak kecil, pohon kopi itu begitu besar, sedangkan bagi skala observasi
amuba, bidang datar ini merupakan daerah pemukiman yang berbukit-bukit.
Asumsi
dalam Matematika dan Ilmu Alam
Dalam analisis secara mekanistik
maka terdapat empat komponen analisis utama yakni zat, gerak, ruang, dan waktu.
Newton dalam bukunya Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini
bersifat absolut. Zat bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara
substantif dengan energi. Einstein, berlainan dengan Newton, dalam The Special Theory of Relativity (1905)
berasumsi bahwa keempat komponen itu bersifat relatif. Tidak mungkin kita
mengukur gerak secara absolut, kata Einstein.
Asumsi Ilmu-Ilmu Sosial
Siapa sebenarnya manusia?
Jawabnya tergantung kepada situasinya: dalam kegiatan ekonomis maka dia makhluk
ekonomi, dalam politik maka dia political
animal, dalam pendidikan dia homo
educandum. Dan kotak-kotak manusia makin lama makin banyak dan makin
sempit.
Batas-Batas
Penjelajahan Ilmu
Jujun menjelaskan bahwa
batas lingkup penjelajahan ilmu itu berada pada pengalaman manusia. Suatu ilmu
dimulai melalui penjelajahan pada pengalaman manusia dan berhenti di batas
pengalaman manusia. Artinya, suatu ilmu yang telah diperoleh akan terhenti
perkembangannya pada batas pengalaman manusia tersebut. Termasuk menyerahkan
pengkajian selanjutnya kepada pengetahuan lain. Hal ini dapat terjadi karena
letak fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia. Ilmu membatasi lingkup
penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang
dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
Dengan batasan ilmu
ini, di samping menunjukan kematangan keilmuan dan profesional kita, juga
dimaksudkan agar kita mengenal ilmu-ilmu lain. Makin sempit penjelajahan suatu
bidang keilmuan maka sering sekali diperlukan “pandangan” dari
disiplin-disiplin lain.
Cabang-cabang
Ilmu
Ilmu berkembang dengan
sangat pesat begitu pun dengan jumlah cabang-cabangnya. Pada dasarnya
cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakin filsafat
alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the ntural science) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke
dalam cabang ilmu-ilmu sosial (the social
science). Ilmu alam itu sendiri terbagi ke dalam dua kelompok yaitu ilmu
alam (the physical science) dan ilmu
hayat (the biological science). Ilmu
alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta sedangkan alam
kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia (mempelajari
substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit) dan ilmu bumi (atau the earth science yang mempelajari bumi
kita ini).
Pengertian
Sejarah
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang
artinya pohon. Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon
yang terus berkembang dari tingkat sederhana ke tingkat yang lebih kompleks
atau ke tingkat yang lebih maju. Sejarah diumpamakan menyerupai perkembangan
sebuah pohon yang terus berkembang dari akar sampai ranting yang paling kecil
yang kemudian bisa diartikan silsilah. Dalam bahasa Inggris, kata
sejarah (history) berarti masa lampau umat manusia. Sedangkan dalam bahasa
Jerman, kata
sejarah (geschichte) berarti sesuatu yang telah terjadi, sedangkan dalam
bahasa Latin dan Yunani, kata
sejarah (histor atau istor) berarti orang pandai.
Jarum
Sejarah Pengetahuan
Kemunculan
ilmu pengetahuan di eropa di mulai pada zaman yunani kuno. Periode ini sangat
penting dalam pradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola
fikir manusia, dari pola pikir mitosentoris yang sangat mengandalkan mitos
dalam penjelasan fenomena alam dalam pola pikir logosentris yang sangat
memperhatikan penggunaan kualitas dalam memahami penomena alam. Kemunculan
sains di eropa bermula dari filsuf-filsuf yunani yang mendiami pantai dan
pulau-pulau mediterrianian timur di akhir abad ke 6 sampai ke 5 SM. Karya
mereka hanya dikenal dengan cuplikan-cuplikan, rujukan-rujukan, dan kutipan-kutipan
yang dibuat oleh para pengarang setelah mereka.
Pada waktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi
konsep dasar. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan
mengambang. Tidak terdapat jarak
antara objek yang satu dengan objek yang lain, antara ujud yang satu dengan ujud yang lain.
Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad
Penalaran pada pertengahan abad ke 17. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan
paling tidak berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahuinya dan
untuk apa pengetahuan itu dipergunakan.
Pengertian
Metode Ilmiah
Metode
berasal dari kata methodos yang terdiri dari kata metha yaitu
melewati, menempuh atau melalui dan kata hodos yang berarti cara atau
jalan. Secara harafiah, metode adalah cara atau jalan yang akan dilalui atau
ditempuh. Menurut istilah, metode ialah cara atau jalan yang harus ditempuh
untuk mencapai sebuah tujuan. Senn dalam Jujun mendefinisikan bahwa metode
adalah suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Adapun metode merupakan suatu
pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Suharsimi
menambahkan bahwa metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data penelitiannya.
Pengertian
“Ilmiah” secara istilah dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang bersifat
keilmuan atau sains (pemahaman tentang sesuatu yang dapat diterima secara
logika/ akal/ pikiran/ penalaran). Ilmu yang ilmiah (ilmu pengetahuan) adalah
ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah atau memikirkan realita
yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan menerapkan
metode ilmiah. Jusuf Soewandi mendefinisikan bahwa metode ilmiah adalah suatu
usaha atau proses untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan atau masalah
dengan cara yang sabar, hati-hati, terencana, sistematis atau dengan cara
ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan fakta-fakta atau prinsip, mengembangkan dan menguji kebenaran
ilmiah suatu pengetahuan. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan
baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada.
Langkah-langkah
Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah,
untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan
akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Secara
sederhana teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu harus konsisten
dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris. Prosedur
berpikir ilmiah modern masih menggunakan kaidah keilmuan Barat yang mendasarkan
pikirannya pada penalaran rasional dan empiris. Dengan kata lain, metode ilmiah
merupakan penggabungan antara cara berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris) dalam membangun tubuh pengetahuan.
Syarat utama sebuah teori ilmiah
adalah:
1.
Harus
konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadi
kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
2.
Harus
sesuai dengan fakta-fakta empiris.
Berdasarkan
syarat yang telah disebutkan di atas, maka untuk membuktikannya muncul sebuah
jawaban sementara yang disebut dengan hipotesis. Hipotesis, yaitu
dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi. Penyusunan hipotesis pada dasarknya disusun secara
deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan
ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.
Seorang
peneliti tidak akan puas dengan hasil hipotesis yang didapatkan dari
pengumpulan berbagai premis. Hipotesis dalam penelitian hanya sebatas jawaban
sementara yang belum terbukti kebenarannya. Oleh karena itu, hipotesis harus
dibuktikan dengan cara diuji. Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengkonfrontasikan
dengan dunia fisik yang nyata.
Menurut AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang
pertama kali dilakukan adalah menemukan kebenaran dari masalah, melakukan
pengamatan baik secara teori dan ekperimen untuk menemukan kebenaran,
falsification atau operasionalism (experimental
opetarion, operation research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan
kebenaran, Metode hipotetico – deduktif, Induksi dan presupposisi/teori untuk
menemukan kebenaran fakta. Kerangka
berpikir yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi
ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Perumusan
masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di
dalamnya,
b.
Penyusunan
kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka
berpikir ini disusun secara rasional berdasrakan premis-premis ilmiah yang
telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang
relevan dengan permasalahan.
c.
Perumusan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
d.
Pengujian
hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak.
e.
Penarikan
kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu
di tolak atau diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat
fakta-fakta yang cukup dan mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan
sebaliknya jika tidak didukung fakta yang cukup maka hipotesis tersebut
ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian dari pengetahuan
ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka
penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah
teruji kebenarannya. Pengertian
kebenaran di sini harus sitafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat
ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Ilmu dan
Kelemahan Ilmu
Ilmu
bersifat konsisten karena penemuan yang satu didasarkan pada penemuan-penemuan
sebelumnya. Sebenarnya hal ini tidak seluruhnya benar karena belum ada satu pun
dari seluruh disiplin keilmuan yang telah berhasil menyusun satu teori yang
konsisten dan menyeluruh. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai
penggunaan metode pembelajaran terhadap siswa, bahwa tidak sepenuhnya ilmu
dapat konsisten dari masa ke masa. Hal ini menyebabkan ilmu memiliki sifat pragmatis.
Sifat
pragmatis yang ada dalam sebuah ilmu,
sebenarnya mengungkapkan bahwa ilmu juga memiliki kekurangan, disamping
kelebihannya untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Dalam perspektif inilah
penelitian tidak ditentukan oleh kesahihan teorinya sepanjang zaman melainkan
terletak pada kemampuannya menjawab permasalahan pada suatu masa. Ilmu juga
membatasi dirinya hanya pada hal-hal yang bersifat empiris atau pengalaman
manusia semata. Demikian juga ilmu yang terspesialisasikan menyebabkan bidang
pengkajian suatu disiplin keilmuan menjadi semakin sempit. Jadi pada hakikatnya
penglihatan ilmu bersifat sempit dan sektoral yang mendorong manusia untuk
melakukan pendekatan multi-disipliner terhadap sebuah permasalahan.
Komentar
Posting Komentar