Langsung ke konten utama

Danang (ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFEMIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA)

ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFEMIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA
Danang
Universitas Negeri Jakarta, Program Pasca Sarjana S2
Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13220

ABSTRAK
Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui kedua bahasa tersebut dengan menganalisis menggunakan kontraktif. Analisis kontrastif adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba memperbandingkan bahasa untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan di antara dua nahasa atau lebih. Persamaan dan perbedaan yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon dapat digunakan sebagai kontras antara dua bahasa atau lebih yang diperbandingkan. Melalui pendekatan kontrastif ini akan diperoleh kekhasan bahasa masing-masing dan melalui studi kontrastif juga akan dapat mengungkapkan bahwa perbedaan budaya (antara budaya bahasa pertama dan bahasa kedua) berimplikasi pada perbedaan-perbedaan perwujudan bahasa. Ada beberapa tahap yang harus ditempuh untuk mengkontraskan komponen dari dua bahasa yang diperbandingkan, yaitu (1) mengumpulkan obyek data yang dimaksud, (2) menghadirkan bandingannya dalam satuan lingual, (3) mengidentifikasi varian-varian kontras yang ada, dan (4) merumuskan kontras-kontras dalam kaidah.
Kata kunci: Analisis kontrastif, proses morfemis, bahasa jawa dan Indonesia
Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui, banyak bahasa daerah digunakan sebagai bahasa komunikasi setiap harinya di masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat memahami penggunaan bahasa Indonesia yang baik. Selain itu masyarakat merasa canggung menggunakan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang telah bercampur oleh bahasa daerah, baik secara pengucapaan maupun arti bahasa tersebut. Kebiasaan penggunaan bahasa daerah ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara Indonesia.
Mereka yang berasal dari suku Sunda mampu berbahasa Sunda sekaligus juga mampu berbahasa Indonesia. Mereka yang berasal dari suku Jawa mampu berbahasa Jawa dan juga sekaligus mampu berbahasa Indonesia. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap pemakaian bahasa atau orang Indonesia dari suku bangsa tertentu menjadi seorang bilingualis atau memiliki kemampuan meng­gunakan dua bahasa atau lebih. Sehubungan dengan itu, di dalam menggunakan bahasa daerahnya sedikit banyak mereka terpengaruh oleh bahasa Indonesia, atau sebaliknya.
Bahasa sangatlah berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan era globalisasi yang makin maju maka tingkat bahasa juga sangat penting. Tapi kita lihat sekarang ini bahasa daerah dan bahasa Indonesia secara bersamaan dalam melakukan komunikasi satu sama lain. 
Kesamaan yang mencolok antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia tampak pada sifatnya, yaitu sama-sama sebagai bahasa yang bersifat aglutinatif. Untuk membentuk kata kompleks, misalnya pitulungan bahasa Jawa (BJ) dengan cara meletakkan afiks pi-…-an pada kata tulung ‘tolong’. Begitu pula pada kata pertolongan bahasa Indonesia (BI) juga dengan cara meletakkan unsur per- …-an pada bentuk dasar tolong. Kesamaan yang lain tampak pada kenyataan bahwa di dalam bahasa Jawa terdapat kata-kata yang bersifat monomorfemis, seperti lunga, dolan, dan klambi, sedangkan pada bahasa Indonesia juga banyak kata monomorfemis, seperti pergi, main, dan baju. Di samping itu, di dalam bahasa Jawa juga terdapat kata-kata polimorfemis seperti lelunga, dolanan, dan keklamben, sedangkan di dalam bahasa Indonesia juga banyak terdapat kata-kata yang bersifat polimorfemis, seperti bepergian, bermain-main, dan berbaju, itulah beberapa kesamaan kedua bahasa itu.
Adapun perbedaan tampak, misalnya pada kategori nomina bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Jawa terdapat afiks pa-, pi-, pi-…-an, ka-…-an, sedangkan di dalam bahasa Indonesia dijumpai afiks pe- , ke-…-an, ter-, per-…-an. Upaya membandingkan atau mencari persamaan dan perbedaan unsur-unsur yang terdapat di dalam dua bahasa dikenal dengan istilah analisis kontrastif. Penelitian dengan teknik analisis kontrastif yang khusus membicarakan sistem nomina bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia sepanjang pengetahuan peneliti, belum ada. Akan tetapi, sudah ada beberapa hasil penelitian yang menggunakan teknis analisis kontrastif ini, misalnya yang berjudul Analisis Kontrastif Afiks –i Bahasa Indonesia dan Afiks –i Bahasa Jawa oleh Agus Sri Danardana (1985), dan Perbandingan Sistem Morfologi Verba Bahasa Jawa dengan Sistem Morfologi Bahasa Indonesia oleh Suwadji dkk. (1991). 
Hasil pengamatan ini, penulis ingin membicarakan masalah perbandingan sistem morfemis nomina antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini, penelitian ini diberi judul “Analisis Kontrastif Proses Morfemis Bahasa Jawa dan Indonesia”. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Metode Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada teori analisis kontrastif yang berupa prosedur kerja untuk membandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan bahasa (Tarigan, 2002:5). .Adapun populasi dari penelitian ini yaitu morfem-morfem yang berafiks verba, sedangkan sampelnya diambil dari percakapan-percakapan dari pembicaraan keseharian penutur Jawa yang tinggal di Jakarta, dan sedangkan bahasa Indonesia yang diambil sebagai sampel adalah bahasa Indonesia ragam baku. Kedua bahasa tersebut biasa digunakan baik secara lisan maupun tulisan.
Metode penyediaan data merupakan upaya penulis menyediakan data secukupnya. Data yang dimaksud adalah bahan penelitian. Pada penyediaan data peneliti berusaha menyediakan data secukupnya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data yang dikumpulkan merupakan data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu morfem-morfem nomina yang terdapat dalam percakapan bahasa keseharian penutur Jawa dan Indonesia.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembicaraan mengenai perbandingan bentuk berafiks nomina bahasa Jawa dan nomina bahasa Indonesia dalam tulisan ini dibatasi pada kategori nomina polimorfemik yang dibentuk melalui proses afiksasi. Hal itu dapat kita lihat pada paparan berikut ini.
1.    Bentuk Nomina Berafiks pa(N)-
Berdasarkan bentuk dan maknanya, pembentuk nomina bahasa Jawa dengan afiks pa(N)- dapat diperbandingkan dengan pembentukan nomina bahasa Indonesia, seperti berikut.

Bahasa Jawa           Bahasa Indonesia
(1)  pa(N)-                   pen(N)-
penemu               pendapat
pamirsa                pendengar
pangarep             pemuka
penyukur                         pencukur
penguwasa         penguasa

(2)  pa(N)-                  an-
panantang          tantangan
panggresah        keluhan
pendakwa           dakwaan
pamrih                  tujuan
pangrumyum      rayuan

(3)  pa(N)-                   pe(N)-…-an
pangrungu          pendengaran
pandeleng           penglihatan
pametu                 penghasilan

(4)  pa(N)-                   per-…-an
panjaluk               permintaan
panggawe           perbuatan
petung                 perhitungan
pemut                   peringatan

(5)  pa(N)-                   ke-…-an
pangungun         kekecewaan
panguwasa         kekuasaan
pakewuh                         kesulitan, bahaya
panjangka           keinginan

Di dalam kenyataannya, terdapat bentuk nomina bahasa Jawa berafiks pa(N)- yang hanya dapat diterangkan dalam bahasa Jawa dalam bentuk frasa atau kata majemuk karena tidak mempunyai kesejajaran secara morfemis.

Contoh:
a.  pangendhang           ‘penabuh atau pemegang kendang’
pengegong                ‘penabuh atau pemegang gong’

b.  pangetan                   ‘yang berada di sebelah timur’
pangalor                    ‘yang berada di sebelah utara’
panengen                  ‘golongan kanan’
pandawa                    ‘bagian yang panjang’

c.   pambarep                  ‘anak sulung’
panggulu                   ‘anak kedua’
pandhada                  ‘anak ketiga’

d.  panewu                      ‘pejabat yang memimpin seribu kepala keluarga’
penegar                     ‘pelatih kuda’
pakethik                     ‘perawat kuda’

Contoh kata-kata 1—5 masih umum dipakai dalam percakapan seharihari, tetapi contoh b—d sudah jarang kita dengar dalam percakapan sehari-hari di dalam bahasa Jawa.

2.    Afiks pa(N)- Bahasa Jawa dan Afiks ke-…-an Bahasa Indonesia
Afiks pan(N)- bahasa Jawa yang Sejajar dengan afiks ke-…-an bahasa Indonesia dapat bergabung dengan bentuk dasar yang verba, prakategorial, dan adverba, seperti tampak di dalam contoh berikut.

Nomina Bahasa Jawa       Bentuk Dasar
pengungun               ←        ngungun (verba)
panjangka                 ←        jangka (praktegorial)
kewuh (ka—kewuh) ←       hitung (verba)
panguwasan                        ←        kuwasa (adverba)

3.    Bentuk Nomina Berafiks pi-
Nomina berafiks pi- mempunyai kesejajaran dengan bentuk nomina bahasa Indonesia, seperti yang berikut.

Nomina Bahasa Jawa                   Nomina Bahasa Indonesia
(1)  pi-                                                  pe-
pikukuh                                       pengokah
pituduh                                        petunjuk
pikuat                                           penguat
pitutur                                           petuah

(2)  pi-                                                  -an
pianggep                                                 anggapan
piwulang                                                 ajaran
piwales                                        balasan
pituku                                           tebusan
pisegah                                        suguhan

(3)  pi-                                                 ke-…-an
piguna                                         kegunaan
pituna                                           kerugian
pituwas                                        kemanfaatan
pikuwat                                        kekuatan

(4)  pi-                                                 pe(N)-…-an
piduwung                                    penyesalan
piwadul                                        pengaduan
piwales                                        pembalasan
pirembug                                                 pembicaraan

(5)  pi-                                                  per-…-an
pitakon                                         pertanyaan
pitulung                                       pertolongan
piwulang                                                 pelajaran

Terdapat pula beberapa nomina bahasa Jawa berafiks pi- yang tidak memiliki kesejajaran secara morfemis di dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang sejenis itu umumnya berpadanan dengan kata tunggal, kata majemuk, atau dengan frasa.
Contoh:
Bahasa Jawa                 Bahasa Indonesia  
(6)  pisalin                              pemberian beberapa pakaian
pisambut                          keluh kesah
pitobat                              tanda tobat
piutang                            piutang

4.    Bentuk Nomina Berafiks pi-…-an
Afiks pi-…-an dalam bahasa Jawa sejajaran dengan afiks tertentu di dalam bahasa Indonesia. Kesejajaran tersebut dapat berupa bentuk afiks dan kesejajaran makna afiks tersebut. Hal ini dapat dilihat dari deretan kata di bawah ini.

Bahasa Jawa                       Bahasa Indonesia
pirembugan                          pembicaraan
pirampungan                        penyelesaian
pitembungan                        perkataan
pitakonan                              pertanyaan
pitulungan                            pertolongan
pilulusan                               perizinan
pilampahan                           kelakuan
pikajengan                            keinginan
pilakon                                   kelakuan
pigajengan                            tertawaan

Berdasarkan data di atas, afiks pi-…-an dalam bahasa Indonesia memiliki kesejajaran dengan pe(N)-…-an, per-…-an, ke-…-an, dan –an. Kesejajaran pi- …-an dengan afiks pe(N)-…-an bahasa Indonesia, yaitu adanya bentuk yang mirip dan maknanya sama, misalnya kata pirembungan dengan kata pembicaraan, kata pirampungan dengan kata penyelesaian. Kesejajaran pi-…-an dengan per- …-an merupakan kesejajaran dalam hal makna, maksudnya makna yang sama di antara kedua afiks tersebut. Misalnya, pirembungan dengan kata perkataan, sedangkan bentuknya berbeda. Bentuk yang berbeda adalah bentuk pi-…-an dengan afiks –an bahasa Indonesia. Misalnya, kata pilapuran dengan laporan dan pigujengan dengan tertawaan.
Selain adanya kesamaan itu, melekatnya afiks –an pada bentuk dasar bahasa Indonesia. Misalnya, arahan, sekolahan, dan bantahan. Begitu juga dengan bentuk yang ada di dalam bahasa Indonesia, misalnya arahan, sekolahan, dan bantahan, ternyata tampak adanya perbedaan pada afiks –an yang melekat pada bentuk dasar yang berawal vokal.
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat kita jumpai adanya kekontrasan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang berikut.
Pertama, tampak pada melekatnya afiks –an pada bentuk dasar bahasa Jawa yang berakhir vokal [o] akan berbentuk bunyi [nan], sedangkan melekatnya afiks –an pada bentuk dasar bahasa Indonesia yang berakhir vokal [o] akan berbentuk bunyi [wan]. Sebagai contoh, bentuk kata soto jika dilekati afiks –an muncul bunyi [?] sehingga bunyinya menjadi [bawa?an]. Contoh lain, tampak pada bentuk kata wadan ‘celaan’ dalam bahasa Jawa yang diucapkan [wadan] dan ‘celaan’ dalam bahasa Indonesia yang diucapkan [cela?an].
Kedua, tampak pada melekatnya afiks –an pada bentuk dasar yang berakhir bunyi [u]. Di dalam bahasa Jawa pertemuan bunyi akhir bentuk dasar [u] dengan bunyi [a] pada afiks –an akan terjadi peluluhan sehingga terbentuk bunyi [j], sedangkan pertemuan bunyi bentuk dasar [u] bahasa Indonesia dengan bunyi [a] pada afiks –an akan terjadi penambahan bunyi [w] sehingga terbentuk bunyi [wan] sebagai bentuk kata minggu, baik dalam bahasa Jawa maupun dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jawa pertemuan bunyi [u] pada minggu dengan bunyi [j] pada minggon, sedangkan pertemuan bunyi [u] pada minggu dengan bunyi [a] pada –an akan terjadi penambahan bunyi [w] sehingga terbentuklah kata mingguan [mingguwan].

Contoh yang lain sebagai berikut.

Bahasa Jawa                       Bahasa Indonesia
suson [suson]                       susuan [susuwan]
pangkon [pangkon]                         pangkuan [pangkuwan]
buron [buron]                        buruan [buruwan]

Ketiga, tampak pada melekatnya afiks –an pada bentuk dasar yang berakhir bunyi [i]. Di dalam bahasa Jawa pertemuan bunyi terakhir bentuk dasar [j] dengan bunyi [a] pada afiks –an akan terjadi sehingga bunyinya menjadi [n]. Sebagai contoh bentuk kata graji dalam bahasa Jawa jika dilekati afiks –an akan terbentuk kata grajen [grajEn]. Contoh yang lain sebagai berikut.

-an + tali         →        talen [talEn]
-an + edhi      →        wedhen [wedhEn]
-an + pari       →        paren [parEn]
-an + kopi      →        kopen [kopEn]

Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa afiks bahasa Jawa mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan jika diban­dingkan dengan afiks bahasa Indonesia. Selain itu, bentuk dasar yang dilekati oleh bahasa Jawa dan bahasa Indonesia mempunyai bentuk yang sama. Hal yang sangat berbeda di dalam proses morfofonemik ialah adanya kekhasan sistem penggabungan bunyi vokal yang dalam bahasa Indonesia hal itu tidak akan terjadi secara morfemis. Selain itu, terjadi kekontrasan pula adanya proses penambahan bunyi, penghilangan bunyi. Misalnya, bahasa kebudayaan dan bahasa Indonesia kebudayaan, kapustakaan bahasa Jawa kepustakaan bahasa Indonesia.

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
James, Carel. 1980. Constrastive Analysis. Essex: Longman.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, Henry Guntur. 2002. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung Angkasa.   
Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa...

Cakupan Linguistik Dengan Pendekatan Struktural dan Fungsional

BAB I PENDAHULUAN A.        Dasar Pemikiran Kalau kita mendengar kata linguistik, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kata bahasa, dan memang benar linguistik seperti yang dikatakan oleh Martinet (1987:19) [1] , telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Bahasa adalah objek utama yang dibahas  pada kajian linguistik. Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang menjadai objek kajian sosiologi. Perbandingan ini akan dibahas juga pada pembahasan selanjutnya. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Kata linguistik (yang...

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan ...