Langsung ke konten utama

Nugraha Sinaga (ANALISIS KONTRASTIF PREFIKSASI VERBA AKTIF DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA SUNDA)

ANALISIS KONTRASTIF PREFIKSASI VERBA AKTIF
DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA SUNDA

Nugraha Sinaga
Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka No.1 Jakarta Timur

ABSTRACT
This research aims to describe the contrastive analysis of prefixes forming in active verbs Indonesian (BI) and Sundanese (BS). This research is a contrastive analysis research. The method used in this study is a qualitative descriptive method, using direct elemental analysis techniques and techniques of matrix (lattice). Thus, active verbs as objects of study prefixes can be analyzed later described the process of formation clearly, also can be seen the distribution of the initial phoneme to be imbued basic verb prefixes. The results showed that the BI has little prefixes forming in active verbs rather than BS. In BI there are two prefixes, while the BS there is four prefixes. In addition, both the BI and BS are morphophonemic process that shows the process of changing the sound of a prefixes. In BI, morphophonemic processes contained in meN- and ber-, whereas in BS, morphophonemic processes contained in the barang- and N-.
Keywords: morphology, morphophonemic, active verbs, prefixes


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis kontrastif prefiksasi verba aktif bahasa Indonesia (BI) dengan bahasa Sunda (BS). Penelitian ini merupakan penelitian analisis kontrastif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan teknik analisis unsur langsung dan teknik matriks (kisi-kisi). Langkah penelitian ini adalah menganalisis verba aktif berprefiks kemudian mendeskripsikan proses pembentukan dan pengkaidahannya sehingga dapat dibuat distribusi fonem awal verba dasar yang akan diimbuhi prefiks. Hasilnya menunjukkan bahwa BI memiliki sedikit prefiksasi pembentuk verba aktif daripada BS. Dalam BI terdapat dua prefiks, sedangkan BS terdapat empat prefiks. Di samping itu, baik dalam BI maupun BS terdapat proses morfofonemik yang menunjukkan proses perubahan bunyi dari prefiks-prefiks pengimbuhnya. Dalam BI, proses morfofonemik terdapat pada meN- dan ber-, sedangkan dalam BS, proses morfofonemik terdapat pada barang- dan N-.
Kata Kunci: morfologi, morfofonemik, verba aktif, prefiks


PENDAHULUAN


Bahasa merupakan sistem lambang berbentuk lisan dan tulisan yang memiliki makna dan digunakan untuk berinteraksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Sebagai alat berkomunikasi, bahasa berguna dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan bahasa manusia mampu mengungkapkan keinginan, menyampaikan gagasan, perasaan, melakukan kerja sama, bahkan  memengaruhi orang lain untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
Hal ini ditegaskan oleh Kridalaksana (1994:12) yang menyatakan bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh sekelompok manusia. Ciri bahasa yang bersistem itu memungkinkan peneliti untuk melakukan kajian dan membandingkan unsur pembentuk satu bahasa dengan bahasa lainnya. 
Menurut Kridalaksana (2002:30) kajian terhadap struktur bahasa Indonesia (BI) dan bahasa-bahasa daerah telah banyak dilakukan, baik yang berkaitan dengan subsistem fonologis, subsistem gramatikal (morfologi dan sintaksis), maupun subsistem semantis. Ketiga subsistem itu perlu diketahui oleh penutur bahasa agar mampu menggunakan bahasa dengan benar.
Kelas kata dalam gramatika memegang peranan penting dalam tataran struktural bahasa. Penelitian ini akan mendeskripsikan salah satu kelas kata, yaitu verba dalam bahasa Indonesia yang dikontraskan dengan bahasa Sunda.
Kridalaksana (1994: 226) mengungkapkan bahwa verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis perbuatan, keadaan dan proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak  dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya.
Verba dilihat dari hubungannya dengan nomina, maka dapat dibedakan menjadi: verba aktif, verba pasif, verba anti-aktif (ergatif), dan verba anti-aktif. Verba yang akan dianalisis di dalam penelitian ini adalah verba aktif.
            Menurut Arifin dan Junaiyah (2009:10) sebuah verba dapat mengalami proses morfologis, salah satunya adalah proses afiksasi (pengimbuhan). Afiksasi adalah proses morfologis yang mengubah sebuah leksem menjadi kata setelah mendapat afiks, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda cukup banyak jumlahnya. Misalnya, kata membaca berasal dari leksem baca yang mengalami proses morfologis afiksasi dengan memperoleh afiks meN-.
            Terdapat empat jenis dalam afiksasi, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks) awalan dan akhiran (konfiks). Tetapi dalam sumber lain disebutkan bahwa imbuhan (afiks) itu terbagi menjadi sembilan, yaitu prefiks, infiks, sufiks, konfiks, kombinasi afiks, simulfiks, superfiks, interfiks dan transfiks. Pada penelitian ini, verba aktif di fokuskan dalam mendeskripsikan proses perubahannya ke dalam verba aktif berprefiks.
Penelitian mengenai analisis kontrastif verba telah banyak dilakukan di antaranya: “Analisis Kontrastif Verba Transitif Bahasa Perancis dengan Bahasa Indonesia” (Sembiring, 2005), “Afiksasi Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda: Suatu Analisis Kontrastif” (Muwafiqi, 2005), “Analisis Kontrastif Bentuk Dasar Adjektiva, Nomina, dan Verba Bahasa Jawa (Ngoko) dengan Bahasa Indonesia (Proses Afiksasi)” (Sukamto, 2007).
Maka dari itu peneliti membandingkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Sunda. Penelitian ini difokuskan pada analisis kontrastif prefiksasi verba aktif bahasa Indonesia (BI) dengan bahasa Sunda (BS).

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analisis kontrastif. Menurut Tarigan (2009:5) analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, yaitu aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah.
Menurut Djajasudarma (1993:10) metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau data lisan di masyarakat bahasa. Penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus yang difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya.
Fonemena dalam penelitian ini bersumber kepada pengamatan kualitatif atau naturalistik, yakni data bahasa tulis yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Pengolahan data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode kajian distribusional. Upaya penentu yang digunakan dalam kerangka kerja ini berupa unsur bahasa itu sendiri.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis unsur langsung (immediate constituent) dan teknik matriks.
·           Teknik analisis unsur langsung digunakan peneliti untuk menentukan proses prefiksasi verba aktif. Misalnya, dalam kalimat berikut terdapat proses perubahan verba tulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
·                Adi     sedang menulis   surat. (1)
S pel   P aktif                     O sas  
·                Adi nuju nulis surat. (2)
S pel        P aktif       O sas
Kalimat (1) menunjukan perubahan bentuk infleksional verba baca mengalami proses afiksasi sebagai berikut: meN- + tulis (v)  menulis. Kalimat (2) menunjukkan bahwa verba tulis mengalami perubahan sebagai berikut: N-tulis (v)  nulis.
·           Teknik matriks atau kisi-kisi digunakan peneliti untuk memperlihatkan afiksasi verba aktif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal yang berkaitan dengan telaah kontrastif prefiksasi verba aktif bahasa Indonesia dengan bahasa Sunda.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mendeskripsikan dua hal , yakni: (1) proses prefiksasi verba aktif Bahasa Indonesia (BI) dan (2) proses prefiksasi verba aktif Bahasa Sunda (BS). Ditinjau dari proses pembentukan verba aktifnya, kaidah morfofonemiknya, serta distribusi fonem awal kata dasar pembentuk verba berprefiksnya.
·           Proses Prefiksasi Verba Aktif BI
Terdapat dua prefiks pembentuk kata kerja dalam bahasa Indonesia, yaitu prefiks ber- dan MeN-. Proses pembentukannya mengalami proses morfofonemik. Proses morfofonemik merupakan proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan. proses morfofonemik pada prefiksasi verba ber- dideskripsikan sebagai berikut.
·         Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/. Prosesnya sebagai berikut.
·         ber- + kerja v        : bekerja
Bandingkan dengan
·         ber- + kurban v     : berkurban
Ber- pada dua contoh di atas tidak berubah karena suku pertama kedua kata ini tidak berakhir dengan er, tetapi ar dan ur.
·         Prefiks ber- akan berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu. Prosesnya sebagai berikut.
·         ber- + ajar v          : belajar
·         ber- + unjur v        : belunjur
·         Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /r/. Dalam proses afiksasi ber- terjadi penghilangan fonem /r/ pada prefiks ber-. Dengan demikian, hanya ada satu r saja, sebagai contoh: berenang, beragam dan berendam.
·         Prefiks ber- tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan dasar di luar kaidah 1-3 di atas. Prosesnya sebagai berikut.
·         ber- + bicara v      : berbicara
·         ber- + main v         : bermain

Proses morfofonemik pada prefiksasi verba meN-  dideskripsikan sebagai berikut.
·         Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/, /Æž/, /ň/, /r/, /y/, atau /w/, bentuk meN- akan menjadi me- Prosesnya sebagai berikut.
·         meN- + (l)ucu v     : melucu
·         meN- + (m)inum  : meminum
·         Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /d/, /j/ /ÅŸ/, /z/ atau /t/, bentuk meN- akan menjadi men-. Prosesnya sebagai berikut.
·         meN- + (c)uri v : mencuri
·         meN- + (d)aki       : mendaki
·         meN- + (t)aruh v   : menaruh (terjadi peluluhan)
·         Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /g/, /k/, /kr/, /kh/, /h/, dan /x/ bentuk meN- akan berubah menjadi meng-. Prosesnya sebagai berikut.
·         meN- + (a)nalisis v :menganalisis
·         meN- + (k)irim v   : mengirim (terjadi peluluhan), bedakan dengan: meN- + (kr)itik v tidak mengritik, tetapi mengkritik
meN- + (kh)usus vi + -kan  tidak mengususkan, tetapi mengkhususkan. Hal ini karena prefiks meN- bertemu konsonan rangkap kr dan kh.
·         Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, /v/ atau /f/, bentuk meN- akan menjadi mem-. Prosesnya sebagai berikut.
·         meN- + (b)antu v : membantu
·         meN- + (p)ijat v     :memijat (terjadi peluluhan)
Perlu diperhatikan bahwa fonem /p/ dari pijat menjadi luluh. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal per- dan pe- tertentu. Misalnya: mempelajari, memperbincangkan
·         Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /s/  bentuk meN- akan menjadi meny-. Prosesnya sebagai berikut.
·         meN- + (s)sisir v    : menyisir (terjadi peluluhan)
Tampaknya untuk menghindari kesulitan dalam menulis dan membacanya, fonem /meny/ seperti yang terdapat pada kata-kata menysyukuri, menycuci, menyjahit dilambangkan dengan huruf men-. Dengan demikian, secara morfologis kata-kata itu sesungguhnya berasal dari meN- + {syukuri, cuci, jahit}  menysyukuri, menycuci, menyjahit. Akan tetapi, dari segi tulisan (ortografis), kata-kata tersebut ditulisakan menjadi mensyukuri, mencuci, dan menjahit sehingga dapat dengan mudah dituliskan dan mudah juga dibaca.
·         Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu mempertahankan unsur morfofonemik di depan dasar yang direduplikasi. Sufiks (jika ada) tidak ikut, misalnya menulis-nulis, menari-nari, mengelap-ngelap, mengetik-ngetik.
·         Jika prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang bersuku satu bentuk meN- akan menjadi menge-. Prosesnya sebagai berikut.
·         meN- + bom v       : mengebom
·         meN- + cat v         : mengecat
Dari pembahasan di atas dapat dibentuk tabel prefiksasi meN-  berikut ini :


       Alomorf
meng-
(morf)
mem-
men-
meny-
me-
menge-
/a/
V





/b/

V




/c/





/d/


V



/e/
V





/f/

V




/g/
V





/h/
V





/i/
V





/j/





/k/
V





/kh/
V





/kr/
V





/l/




V

/m/




V

/n/




V

/Æž/




V

/ň/




V

/o/
V





/p/

V




/q/
V





/r/




V

/s/



V


/ÅŸ/





/t/


V



/u/
V





/v/

V




/w/




V

/x/
V





/y/




V

/z/


V



Ekasuku





V
per- dan pe- (tertentu)
V




V
Tabel 1 Proses Morfofonemik meN-



Dari tabel di atas, terlihat bahwa bentuk meng- paling produktif. Karena prefiks meN- adalah perubahan-perubahan morfofonemik dari prefiks meng-. Dengan demikian, bisa kita sebut prefiks meng- sebagai morf dari alomorf me-, men-, meny-, menge-, mem-, dan meng- itu sendiri.
·         Proses Prefiksasi Verba Aktif BS
Dalam bahasa Sunda prefiks pembentuk verba aktif adalah ba-, barang-, di-, dan N-(nasal). Jika dilihat dari jumlah prefiks pembentuk verba aktifnya, BS lebih produktif dibandingkan dengan BI yang hanya memiliki dua prefiks pembentuk verba aktif. Deskripsi mengenai prefiksasi verba aktif BS sebagai berikut.
Prefiks ba- dalam BS berfungsi membentuk verba (fungsi verbal) yang memiliki ‘perbuatan intransitif’. Prosesnya ditunjukkan dengan data berikut ini.
·         ba- + darat menjadi badarat
·         berlayar – balayar
·         badarat – tidak terdapat berdarat dalam BI
Beberapa verba berprefiks ba- seperti balayar dalam bahasa Indonesia ditunjukkan dengan prefiks ber- seperti berlayar. Pada contoh (1) ber- serupa dengan ba-, tetapi dalam contoh (2) menunjukkan bahwa tidak semua ber- berubah menjadi ba-, sedangkan contoh (3) menunjukkan bahwa tidak semua ba- berubah jadi ber- atau tidak ada padanannya.
Prefiks barang- dalam BS berfungsi untuk membentuk verba yang memiliki arti ‘perbuatan yang tidak tentu tujuan atau objeknya’. Prosesnya seperti dideskripsikan dengan data berikut ini.
·           barang- + beuli    : barangbeuli
·           barang- + tanya    : barangtanya
Konsep prefiks barang- dalam BI tidak terkognisi melalui prefiks, tetapi menjadi reduplikasi.
·          Lamun barangbeuli teh ulah nu teu perlu.
·          Kalau beli-beli jangan yang tidak perlu.
Prefiks di- berfungsi untuk membentuk verba yang memiliki arti ‘perbuatan aktif’. Prosesnya sebagai berikut.
·           di- + baju  : dibaju
·           di- + gawe : digawe
Nampaknya proses prefiksasi di- pada kata digawe dan diajar itu selaras dengan prefiksasi ber-  be- pada kata bekerja dan belajar.
Konsep prefiks di- dalam bahasa Indonesia hanya dikenal sebagai pembentuk kata kerja pasif. Namun, dalam bahasa Sunda prefiks di- digunakan selain dalam bentuk pasif digunakan pula dalam bentuk aktif. Contoh:
·          Dia sedang menggunakan baju.
·          Dia sedang dibajui oleh ibunya.
·          Manehna keur dibaju.
·          Manehna keur dibajuan ku indungna.
Prefiks N-(nasal) memiliki proses pembentukan verba aktif yang paling rumit. Sama halnya dengan prefiks meN- dalam bahasa Indonesia, prefiks N- ini mengalami proses morfofonemis ketika bertemu dengan fonem-fonem tertentu. Proses morfofonemis dideskripsikan melalui data berikut ini.
·         Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/ dan /s/ bentuk N- akan menjadi /ny/. Prosesnya sebagai berikut.
·           N- + (c)abak : nyabak
·           N- + (s)apu : nyapu
·         Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /É™/, /É›/ /o/ dan /k/ bentuk N- akan menjadi /ng/. Prosesnya sebagai berikut.
·           N- + (a)la : ngala
·           N- + (i)bing : ngibing
·           N- + (u)rus : ngurus
·           N- + (e)ndeuk + R            ngeundeuk-ngeundeuk
·           N- + (É›)ngklak : ngéngklak
·         Jika prefiks N- bertemu dengan ekasuku bentuk N- akan menjadi /nge/. Prosesnya sebagai berikut.
·           N- + (l)ap : ngelap
·           N- + (c)et : ngecét
·         Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, dan /f/ bentuk N- akan menjadi /m/. Prosesnya sebagai berikut.
·           N- + (b)aca :  maca
·           N- + (p)asak: masak
·         Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /t/ bentuk N- akan menjadi /n/. Prosesnya sebagai berikut.
·           N- + (t)ulis : nulis
·           N- + (t)onjok : nonjok
·         Jika prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /d/, /g/, /h/, /j/, /l/ /m/, /n/, /ň/, /r/, /v/, /w/, dan /y/ bentuk N- akan menjadi /nga/. Prosesnya sebagai berikut.
·           N- + (b)eulah : ngabeulah
·           N- + (d)ahar : ngadahar
·           N- + (g)usur : ngagusur
·           N- + (ň)eri + R                 nganyenyeri
·           N- + (r)uksak : ngaruksak
·           N- + (w)ayang : ngawayang
·           N- + (y)uga : ngayuga
Terdapat kemiripan proses nasalisasi. Kemiripan proses nasalisasi itu sebagai berikut: men-  n-, meny-  ny-, menge-  nge-, mem-  m-, meng-  n. Dari pembahasan di atas dapat dibentuk tabel proses morfofonemik prefiksasi N- dalam BS sebagai berikut


Alomorf 
/m/
/n/
/ny/
/ng/
/nga/
/nge/
/a/



V


/b/
V



V

/c/


V



/d/




V

/e/



V


/f/
V





/g/




V

/h/




V

/i/



V


/j/




V

/k/



V


/l/




V

/m/




V

/n/




V

/ň/




V

/o/



V


/p/
V





/r/




V

/s/


V



/t/

V




/u/



V


/v/




V

/w/




V

/y/




V

Ekasuku





V

Tabel 2 Proses Morfofonemik N-



Dari tabel di atas, terlihat bahwa bentuk nga- paling produktif. Ini mengindikasikan bahwa N- sebetulnya adalah perubahan-perubahan morfofonemik dari prefiks nga-. Dengan demikian, bisa kita sebut prefiks nga- sebagai morf dari alomorf m-, n-, ny-, ng-, nge-, dan nga- itu sendiri.

SIMPULAN
Bahasa Indonesia (BI) dan Bahasa Sunda (BS) dalam proses pembentukan kata terdapat afiksasi. Proses tersebut salah satunya prefiksasi (pembubuhan awalan). Prefiksasi verba dalam BI ditandai dengan prefiks meN- dan ber-, keduanya mengalami proses morfofonemik. Dalam BS terdapat lebih banyak prefiksasi verba, yakni: ba-, barang-, di-, dan N-(nasal). Pada prefiksasi barang- dan N-(nasal) terdapat proses morfofonemik.
Dalam BI prefiks meN- disinyalir berasal dari prefiks meng-. Hal itu didasarkan pada produktivitas bentukan kata turunan dari prefiks meng- lebih banyak dibanding yang lainnya. Prefiks meng- dianggap sebagai morf dari alomorf me-, men-, mem-, meny-, menge-, dan meng- itu sendiri.
Dalam BS prefiks N- disinyalir berasal dari prefiks nga-. Hal itu didasarkan pada produktivitas bentukan kata turunan dari prefiks N- lebih banyak dibanding yang lainnya. Prefiks nga- dianggap sebagai morf dari alomorf n-, ng-, ny-, nge-, m-, dan nga- itu sendiri.
Terdapat kemiripan proses nasalisasi. Kemiripan proses nasalisasi itu sebagai berikut: men-  n-, meny-  ny-, menge-  nge-, mem-  m-, meng-  ng-
Prefiks ber- serupa dengan ba-, tetapi tidak semua ber- berubah menjadi ba-, juga tidak semua ba- berubah jadi ber- atau bahkan tidak ada padanannya dalam BI. Konsep prefiks barang- dalam BI tidak terkognisi melalui prefiks, tetapi menjadi reduplikasi.
Konsep prefiks di- dalam bahasa Indonesia hanya dikenal sebagai pembentuk kata kerja pasif. Namun, dalam bahasa Sunda prefiks di- digunakan selain dalam bentuk pasif digunakan pula dalam bentuk aktif.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: Grasindo.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: PT Eresco.
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Unika Atmajaya.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi: Bentuk Derivasional dan Infleksional. Bandung: PT Refika Aditama
Sukmadinata, Nana Saodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surayin. 1995. Kamus Umum: Sunda - Indonesia dan Indonesia - Sunda. Bandung: PT Citra Pindo.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dasar-Dasar Psikologis Dalam Analisis Kontrastif

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang James menyatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat dengan Anakon bersifat hybrid atau berkembang. Anakon adalah suatu upaya linguistik yang bertujuan untuk menghasilkan dua tipologi yang bernilai terbalik dan berlandaskan asumsi bahwa bahasa-bahasa dapat dibandingkan. [1] Hakikat dan posisi anakon dalam ranah linguistik yaitu: pertama, anakon berada di antara dua kutub generalis dan partikularis. Kedua, anakon menaruh perhatian dan tertarik kepada keistimewaan bahasa dan perbandingannya. Ketiga, anakon bukan merupakan suatu klasifikasi rumpun bahasa dan faktor kesejarahan bahasa-bahasa lainnya serta anakon tidak mempelajari gejala-gejala bahasa statis yang menjadi bahasan linguistik sinkronis. Ellis membagi anakon menjadi dua aspek yaitu: aspek linguistik dan aspek psikologis. [2] Dalam ranah linguistik terdapat suatu cabang yang disebut telaah antarbahasa. Cabang lingistik ini tertarik kepada kemunculan bahasa...

Cakupan Linguistik Dengan Pendekatan Struktural dan Fungsional

BAB I PENDAHULUAN A.        Dasar Pemikiran Kalau kita mendengar kata linguistik, biasanya yang terlintas di benak kita adalah kata bahasa, dan memang benar linguistik seperti yang dikatakan oleh Martinet (1987:19) [1] , telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Bahasa adalah objek utama yang dibahas  pada kajian linguistik. Bahasa sebagai objek kajian linguistik bisa kita bandingkan dengan peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika; atau dengan berbagai penyakit dan cara pengobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran; atau dengan gejala-gejala sosial dalam masyarakat yang menjadai objek kajian sosiologi. Perbandingan ini akan dibahas juga pada pembahasan selanjutnya. Meskipun dalam dunia keilmuan ternyata yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya bukan hanya linguistik, tetapi linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Kata linguistik (yang...

Ontologi, Metafisika, Asumsi, Peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.                   Latar Belakang Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu. Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Setiap manusia yang baru dilahirkan ...