Nugraha Sinaga (ANALISIS KONTRASTIF PREFIKSASI VERBA AKTIF DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA SUNDA)
ANALISIS KONTRASTIF PREFIKSASI VERBA AKTIF
DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA SUNDA
Nugraha Sinaga
Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas
Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka No.1 Jakarta Timur
ABSTRACT
This research
aims to describe the contrastive analysis of prefixes forming in active
verbs Indonesian (BI) and Sundanese (BS). This research is a
contrastive analysis research. The method used in this study is a qualitative
descriptive method, using direct elemental analysis techniques and techniques
of matrix (lattice). Thus,
active verbs as objects of study prefixes can be analyzed later described the
process of formation clearly, also can be seen the distribution of the initial
phoneme to be imbued basic verb prefixes. The results showed that the BI has little prefixes
forming in active verbs rather than BS. In BI there are two prefixes, while the
BS there is four prefixes. In addition, both the BI and BS are morphophonemic
process that shows the process of changing the sound of a prefixes. In BI,
morphophonemic processes contained in meN-
and ber-, whereas in BS,
morphophonemic processes contained in the barang- and N-.
Keywords:
morphology, morphophonemic, active verbs, prefixes
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis kontrastif prefiksasi verba
aktif bahasa Indonesia (BI) dengan bahasa Sunda (BS). Penelitian
ini merupakan penelitian analisis kontrastif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan teknik analisis unsur langsung
dan teknik matriks (kisi-kisi). Langkah penelitian ini
adalah menganalisis verba aktif berprefiks kemudian mendeskripsikan proses pembentukan dan pengkaidahannya sehingga dapat dibuat distribusi fonem awal verba dasar yang akan diimbuhi
prefiks. Hasilnya menunjukkan bahwa BI memiliki sedikit prefiksasi pembentuk
verba aktif daripada BS. Dalam BI terdapat dua prefiks, sedangkan BS terdapat
empat prefiks. Di samping itu, baik dalam BI maupun BS terdapat proses
morfofonemik yang menunjukkan proses perubahan bunyi dari prefiks-prefiks
pengimbuhnya. Dalam BI, proses morfofonemik terdapat pada meN- dan ber-,
sedangkan dalam BS, proses morfofonemik terdapat pada barang- dan N-.
Kata Kunci: morfologi, morfofonemik, verba aktif, prefiks
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sistem lambang
berbentuk lisan dan tulisan yang memiliki makna dan digunakan untuk
berinteraksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat. Sebagai alat
berkomunikasi, bahasa berguna dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan bahasa
manusia mampu mengungkapkan keinginan, menyampaikan gagasan, perasaan,
melakukan kerja sama, bahkan memengaruhi
orang lain untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
Hal ini ditegaskan oleh Kridalaksana
(1994:12) yang menyatakan bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan
untuk komunikasi oleh sekelompok manusia. Ciri bahasa yang bersistem itu
memungkinkan peneliti untuk melakukan kajian dan membandingkan unsur pembentuk
satu bahasa dengan bahasa lainnya.
Menurut Kridalaksana (2002:30) kajian terhadap struktur bahasa Indonesia (BI)
dan bahasa-bahasa daerah telah banyak dilakukan, baik yang berkaitan dengan
subsistem fonologis, subsistem gramatikal (morfologi dan sintaksis), maupun
subsistem semantis. Ketiga subsistem itu perlu diketahui oleh penutur bahasa
agar mampu menggunakan bahasa dengan benar.
Kelas kata dalam gramatika memegang peranan penting dalam tataran struktural
bahasa. Penelitian ini akan mendeskripsikan salah satu kelas kata, yaitu verba dalam bahasa Indonesia yang dikontraskan dengan
bahasa Sunda.
Kridalaksana (1994: 226) mengungkapkan bahwa
verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat dalam beberapa
bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona
atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis perbuatan, keadaan dan
proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk
diawali dengan kata tidak dan tidak
mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya.
Verba dilihat dari hubungannya dengan nomina, maka dapat dibedakan menjadi: verba aktif, verba pasif,
verba anti-aktif (ergatif), dan verba anti-aktif. Verba yang akan dianalisis di
dalam penelitian ini adalah verba aktif.
Menurut
Arifin dan Junaiyah (2009:10) sebuah verba dapat mengalami proses morfologis, salah
satunya adalah proses afiksasi (pengimbuhan). Afiksasi adalah proses morfologis
yang mengubah sebuah leksem menjadi kata setelah mendapat afiks, baik dalam
bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda cukup banyak jumlahnya. Misalnya, kata membaca
berasal dari leksem baca yang mengalami proses morfologis afiksasi
dengan memperoleh afiks meN-.
Terdapat empat jenis dalam afiksasi, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran
(sufiks) awalan dan akhiran (konfiks). Tetapi dalam sumber lain disebutkan
bahwa imbuhan (afiks) itu terbagi menjadi sembilan, yaitu prefiks, infiks,
sufiks, konfiks, kombinasi afiks, simulfiks, superfiks,
interfiks dan transfiks. Pada penelitian ini, verba aktif di
fokuskan dalam mendeskripsikan
proses perubahannya ke dalam verba aktif berprefiks.
Penelitian
mengenai
analisis kontrastif verba telah banyak dilakukan di antaranya: “Analisis
Kontrastif Verba Transitif Bahasa Perancis dengan Bahasa Indonesia” (Sembiring,
2005), “Afiksasi Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda: Suatu Analisis Kontrastif”
(Muwafiqi, 2005), “Analisis Kontrastif Bentuk Dasar Adjektiva, Nomina, dan
Verba Bahasa Jawa (Ngoko) dengan Bahasa Indonesia (Proses Afiksasi)” (Sukamto,
2007).
Maka dari itu peneliti membandingkan antara bahasa Indonesia
dengan bahasa Sunda. Penelitian ini difokuskan pada analisis kontrastif
prefiksasi verba aktif bahasa Indonesia (BI) dengan bahasa Sunda (BS).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analisis
kontrastif. Menurut Tarigan (2009:5) analisis kontrastif, berupa prosedur
kerja, yaitu aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1
dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara kedua
bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan
melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau
memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang
akan dihadapi para siswa di sekolah.
Menurut
Djajasudarma (1993:10) metodologi kualitatif merupakan prosedur yang
menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau data lisan di masyarakat
bahasa.
Penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus yang difokuskan
pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan
mengabaikan fenomena-fenomena lainnya.
Fonemena dalam
penelitian ini bersumber kepada pengamatan kualitatif atau naturalistik, yakni
data bahasa tulis yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Pengolahan data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode kajian
distribusional. Upaya penentu yang digunakan dalam kerangka kerja ini berupa
unsur bahasa itu sendiri.
Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik analisis
unsur langsung (immediate constituent) dan teknik matriks.
·
Teknik
analisis unsur langsung digunakan peneliti untuk menentukan proses prefiksasi
verba aktif. Misalnya, dalam kalimat berikut terdapat proses perubahan verba tulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
·
Adi sedang menulis surat. (1)
S pel P aktif O sas
·
Adi nuju nulis surat.
(2)
S pel P aktif O sas
Kalimat (1) menunjukan perubahan bentuk infleksional
verba baca mengalami proses afiksasi sebagai berikut: meN- +
tulis (v) menulis. Kalimat (2)
menunjukkan bahwa verba tulis mengalami perubahan sebagai berikut: N-tulis
(v) nulis.
·
Teknik
matriks atau kisi-kisi digunakan peneliti untuk memperlihatkan afiksasi verba
aktif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan hal yang berkaitan
dengan telaah kontrastif prefiksasi verba aktif bahasa Indonesia dengan bahasa
Sunda.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mendeskripsikan dua hal , yakni: (1) proses prefiksasi
verba aktif Bahasa Indonesia (BI) dan (2) proses prefiksasi verba aktif Bahasa
Sunda (BS). Ditinjau dari proses pembentukan verba aktifnya,
kaidah morfofonemiknya, serta distribusi fonem awal kata dasar pembentuk verba
berprefiksnya.
·
Proses
Prefiksasi Verba Aktif BI
Terdapat dua prefiks pembentuk kata kerja
dalam bahasa Indonesia, yaitu prefiks
ber- dan MeN-. Proses pembentukannya mengalami proses morfofonemik.
Proses morfofonemik merupakan proses berubahnya suatu
fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan. proses
morfofonemik pada prefiksasi verba ber- dideskripsikan sebagai berikut.
·
Prefiks
ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku
pertamanya berakhir dengan /er/. Prosesnya sebagai berikut.
·
ber-
+ kerja v : bekerja
Bandingkan dengan
·
ber-
+ kurban v : berkurban
Ber- pada
dua contoh di atas tidak berubah karena suku pertama kedua kata ini tidak
berakhir dengan er, tetapi ar dan ur.
·
Prefiks
ber- akan berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar
tertentu. Prosesnya sebagai berikut.
·
ber-
+ ajar v : belajar
·
ber-
+ unjur v : belunjur
·
Prefiks
ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai
dengan fonem /r/. Dalam proses afiksasi ber- terjadi penghilangan fonem
/r/ pada prefiks ber-. Dengan demikian, hanya ada satu r saja,
sebagai contoh: berenang, beragam dan berendam.
·
Prefiks
ber- tidak berubah bentuknya apabila digabungkan dengan dasar di luar
kaidah 1-3 di atas. Prosesnya sebagai berikut.
·
ber-
+ bicara v : berbicara
·
ber-
+ main v : bermain
Proses
morfofonemik pada prefiksasi verba meN-
dideskripsikan sebagai berikut.
·
Jika
prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/,
/n/, /ƞ/, /ň/, /r/, /y/, atau /w/, bentuk meN- akan menjadi me-
Prosesnya sebagai berikut.
·
meN-
+ (l)ucu v : melucu
·
meN-
+ (m)inum : meminum
·
Jika
prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /d/,
/j/ /ÅŸ/, /z/ atau /t/, bentuk meN- akan menjadi men-. Prosesnya sebagai
berikut.
·
meN-
+ (c)uri v : mencuri
·
meN-
+ (d)aki : mendaki
·
meN-
+ (t)aruh v : menaruh (terjadi
peluluhan)
·
Jika
prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/,
/u/, /e/, /o/, /g/, /k/, /kr/, /kh/, /h/, dan /x/ bentuk meN- akan berubah
menjadi meng-. Prosesnya sebagai berikut.
·
meN-
+ (a)nalisis v :menganalisis
·
meN-
+ (k)irim v
: mengirim (terjadi peluluhan), bedakan dengan:
meN- + (kr)itik v
tidak mengritik, tetapi mengkritik
meN- + (kh)usus vi + -kan tidak mengususkan, tetapi mengkhususkan.
Hal ini karena prefiks meN- bertemu konsonan rangkap kr dan kh.
·
Jika
prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/,
/v/ atau /f/, bentuk meN- akan menjadi mem-. Prosesnya sebagai berikut.
·
meN-
+ (b)antu v : membantu
·
meN-
+ (p)ijat v :memijat (terjadi peluluhan)
Perlu diperhatikan
bahwa fonem /p/ dari pijat menjadi luluh. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem
/p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal
per- dan pe- tertentu. Misalnya: mempelajari, memperbincangkan
·
Jika
prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /s/ bentuk meN- akan menjadi meny-.
Prosesnya sebagai berikut.
·
meN-
+ (s)sisir v : menyisir (terjadi
peluluhan)
Tampaknya untuk
menghindari kesulitan dalam menulis dan membacanya, fonem /meny/ seperti
yang terdapat pada kata-kata menysyukuri, menycuci, menyjahit dilambangkan
dengan huruf men-. Dengan demikian, secara morfologis kata-kata itu
sesungguhnya berasal dari meN- + {syukuri, cuci, jahit} menysyukuri, menycuci, menyjahit. Akan
tetapi, dari segi tulisan (ortografis), kata-kata tersebut ditulisakan menjadi mensyukuri,
mencuci, dan menjahit sehingga dapat dengan mudah dituliskan dan mudah juga
dibaca.
·
Jika
verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan
mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu
mempertahankan unsur morfofonemik di depan dasar yang direduplikasi.
Sufiks (jika ada) tidak ikut, misalnya menulis-nulis, menari-nari,
mengelap-ngelap, mengetik-ngetik.
·
Jika
prefiks meN- bertemu dengan bentuk dasar yang bersuku satu bentuk meN- akan
menjadi menge-. Prosesnya sebagai berikut.
·
meN-
+ bom v : mengebom
·
meN-
+ cat v : mengecat
Dari pembahasan
di atas dapat dibentuk tabel prefiksasi meN-
berikut ini :
|
Alomorf
|
meng-
(morf)
|
mem-
|
men-
|
meny-
|
me-
|
menge-
|
|
/a/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/b/
|
|
V
|
|
|
|
|
|
/c/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/d/
|
|
|
V
|
|
|
|
|
/e/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/f/
|
|
V
|
|
|
|
|
|
/g/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/h/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/i/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/j/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/k/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/kh/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/kr/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/l/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/m/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/n/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/Æž/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/ň/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/o/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/p/
|
|
V
|
|
|
|
|
|
/q/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/r/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/s/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/ÅŸ/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/t/
|
|
|
V
|
|
|
|
|
/u/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/v/
|
|
V
|
|
|
|
|
|
/w/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/x/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/y/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/z/
|
|
|
V
|
|
|
|
|
Ekasuku
|
|
|
|
|
|
V
|
|
per- dan pe- (tertentu)
|
V
|
|
|
|
|
V
|
Tabel 1 Proses Morfofonemik
meN-
Dari tabel di
atas, terlihat bahwa bentuk meng- paling produktif. Karena prefiks meN-
adalah perubahan-perubahan morfofonemik dari prefiks meng-. Dengan
demikian, bisa kita sebut prefiks meng- sebagai morf dari alomorf me-,
men-, meny-, menge-, mem-, dan meng- itu sendiri.
·
Proses
Prefiksasi Verba Aktif BS
Dalam bahasa
Sunda prefiks pembentuk verba aktif adalah ba-, barang-, di-, dan N-(nasal).
Jika dilihat dari jumlah prefiks pembentuk verba aktifnya, BS lebih
produktif dibandingkan dengan BI yang hanya memiliki dua prefiks pembentuk
verba aktif. Deskripsi mengenai prefiksasi verba aktif BS sebagai berikut.
Prefiks ba- dalam
BS berfungsi membentuk verba (fungsi verbal) yang memiliki ‘perbuatan
intransitif’. Prosesnya ditunjukkan dengan data berikut ini.
·
ba-
+ darat menjadi badarat
·
berlayar
– balayar
·
badarat
– tidak terdapat berdarat dalam BI
Beberapa verba
berprefiks ba- seperti balayar dalam bahasa Indonesia ditunjukkan
dengan prefiks ber- seperti berlayar. Pada contoh (1) ber-
serupa dengan ba-, tetapi dalam contoh (2) menunjukkan bahwa tidak semua
ber- berubah menjadi ba-, sedangkan contoh (3) menunjukkan bahwa
tidak semua ba- berubah jadi ber- atau tidak ada padanannya.
Prefiks barang-
dalam BS berfungsi untuk membentuk verba yang memiliki arti ‘perbuatan yang
tidak tentu tujuan atau objeknya’. Prosesnya seperti dideskripsikan
dengan data berikut ini.
·
barang-
+ beuli : barangbeuli
·
barang-
+ tanya : barangtanya
Konsep prefiks barang-
dalam BI tidak terkognisi melalui prefiks, tetapi menjadi reduplikasi.
·
Lamun barangbeuli teh ulah nu teu
perlu.
·
Kalau beli-beli jangan yang tidak
perlu.
Prefiks di-
berfungsi untuk membentuk verba yang memiliki arti ‘perbuatan aktif’. Prosesnya
sebagai berikut.
·
di-
+ baju : dibaju
·
di-
+ gawe : digawe
Nampaknya proses prefiksasi di- pada kata digawe dan
diajar itu selaras dengan prefiksasi ber- be- pada kata bekerja dan belajar.
Konsep prefiks di-
dalam bahasa Indonesia hanya dikenal sebagai pembentuk kata kerja pasif. Namun,
dalam bahasa Sunda prefiks di- digunakan selain dalam bentuk pasif
digunakan pula dalam bentuk aktif. Contoh:
·
Dia sedang menggunakan baju.
·
Dia sedang dibajui oleh ibunya.
·
Manehna keur dibaju.
·
Manehna keur dibajuan ku indungna.
Prefiks N-(nasal)
memiliki proses pembentukan verba aktif yang paling rumit. Sama halnya dengan
prefiks meN- dalam bahasa Indonesia, prefiks N- ini mengalami
proses morfofonemis ketika bertemu dengan fonem-fonem tertentu. Proses
morfofonemis dideskripsikan melalui data berikut ini.
·
Jika
prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/ dan
/s/ bentuk N- akan menjadi /ny/. Prosesnya sebagai berikut.
·
N-
+ (c)abak : nyabak
·
N-
+ (s)apu : nyapu
·
Jika
prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /a/,
/i/, /u/, /e/, /É™/, /É›/
/o/ dan /k/ bentuk N- akan menjadi /ng/. Prosesnya sebagai berikut.
·
N-
+ (a)la : ngala
·
N-
+ (i)bing : ngibing
·
N-
+ (u)rus : ngurus
·
N-
+ (e)ndeuk + R ngeundeuk-ngeundeuk
·
N-
+ (É›)ngklak
: ngéngklak
·
Jika
prefiks N- bertemu dengan ekasuku bentuk N- akan menjadi /nge/.
Prosesnya sebagai berikut.
·
N-
+ (l)ap : ngelap
·
N-
+ (c)et : ngecét
·
Jika
prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/,
/p/, dan /f/ bentuk N- akan menjadi /m/. Prosesnya sebagai berikut.
·
N-
+ (b)aca : maca
·
N-
+ (p)asak: masak
·
Jika
prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /t/
bentuk N- akan menjadi /n/. Prosesnya sebagai berikut.
·
N-
+ (t)ulis : nulis
·
N-
+ (t)onjok : nonjok
·
Jika
prefiks N- bertemu dengan bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /b/,
/d/, /g/, /h/, /j/, /l/ /m/, /n/, /ň/, /r/, /v/, /w/, dan /y/ bentuk N-
akan menjadi /nga/. Prosesnya sebagai berikut.
·
N-
+ (b)eulah : ngabeulah
·
N-
+ (d)ahar : ngadahar
·
N-
+ (g)usur : ngagusur
·
N-
+ (ň)eri + R nganyenyeri
·
N-
+ (r)uksak : ngaruksak
·
N-
+ (w)ayang : ngawayang
·
N-
+ (y)uga : ngayuga
Terdapat
kemiripan proses nasalisasi. Kemiripan proses nasalisasi itu sebagai berikut: men- n-, meny- ny-,
menge- nge-,
mem- m-, meng- n.
Dari pembahasan di atas dapat dibentuk tabel proses
morfofonemik prefiksasi N- dalam BS sebagai berikut
|
Alomorf
|
/m/
|
/n/
|
/ny/
|
/ng/
|
/nga/
|
/nge/
|
|
/a/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/b/
|
V
|
|
|
|
V
|
|
|
/c/
|
|
|
V
|
|
|
|
|
/d/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/e/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/f/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/g/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/h/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/i/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/j/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/k/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/l/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/m/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/n/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/ň/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/o/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/p/
|
V
|
|
|
|
|
|
|
/r/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/s/
|
|
|
V
|
|
|
|
|
/t/
|
|
V
|
|
|
|
|
|
/u/
|
|
|
|
V
|
|
|
|
/v/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/w/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
/y/
|
|
|
|
|
V
|
|
|
Ekasuku
|
|
|
|
|
|
V
|
Tabel 2 Proses Morfofonemik N-
Dari tabel di
atas, terlihat bahwa bentuk nga- paling produktif. Ini mengindikasikan
bahwa N- sebetulnya adalah perubahan-perubahan morfofonemik dari prefiks
nga-. Dengan demikian, bisa kita sebut prefiks nga- sebagai morf
dari alomorf m-, n-, ny-, ng-, nge-, dan nga- itu sendiri.
SIMPULAN
Bahasa
Indonesia (BI) dan Bahasa Sunda (BS) dalam proses pembentukan
kata terdapat afiksasi. Proses
tersebut salah satunya prefiksasi (pembubuhan awalan). Prefiksasi verba dalam
BI ditandai dengan prefiks meN- dan ber-, keduanya mengalami
proses morfofonemik. Dalam BS terdapat lebih banyak prefiksasi verba, yakni: ba-,
barang-, di-, dan N-(nasal). Pada prefiksasi barang- dan
N-(nasal) terdapat proses morfofonemik.
Dalam BI prefiks
meN- disinyalir berasal dari prefiks meng-. Hal itu didasarkan
pada produktivitas bentukan kata turunan dari prefiks meng- lebih banyak
dibanding yang lainnya. Prefiks meng- dianggap sebagai morf dari alomorf
me-, men-, mem-, meny-, menge-, dan meng- itu sendiri.
Dalam BS prefiks
N- disinyalir berasal dari prefiks nga-. Hal itu didasarkan pada
produktivitas bentukan kata turunan dari prefiks N- lebih banyak
dibanding yang lainnya. Prefiks nga- dianggap sebagai morf dari alomorf n-,
ng-, ny-, nge-, m-, dan nga- itu sendiri.
Terdapat
kemiripan proses nasalisasi. Kemiripan proses nasalisasi itu sebagai berikut: men- n-, meny- ny-,
menge- nge-,
mem- m-, meng- ng-
Prefiks ber-
serupa dengan ba-, tetapi tidak semua ber- berubah menjadi ba-,
juga tidak semua ba- berubah jadi ber- atau bahkan tidak ada
padanannya dalam BI. Konsep prefiks barang- dalam BI tidak
terkognisi melalui prefiks, tetapi menjadi reduplikasi.
Konsep prefiks di-
dalam bahasa Indonesia hanya dikenal sebagai pembentuk kata kerja pasif. Namun,
dalam bahasa Sunda prefiks di- digunakan selain dalam bentuk pasif
digunakan pula dalam bentuk aktif.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan et al. 2003. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan Junaiyah. 2009. Morfologi:
Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: Grasindo.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung:
PT Eresco.
Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur, Kategori,
dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Unika Atmajaya.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi:
Bentuk Derivasional dan Infleksional. Bandung: PT Refika Aditama
Sukmadinata, Nana Saodih. 2005. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Surayin. 1995. Kamus Umum: Sunda - Indonesia dan
Indonesia - Sunda. Bandung: PT Citra Pindo.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran
Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa.
Komentar
Posting Komentar